Wednesday, July 23, 2014

Salam Tiga Jari

Rakyat, itulah filosofi seorang pemimpin untuk keagungan sebuah tahta. Tanpa rakyat bagaimana singgahsana akan bisa tetap kokoh menjadi poros untuk putaran roda. Nurani adalah nomor sekian dari sebuah fenomena alam manusia mencapai tahapan perkembangan kejiwaan dan fisik. Untuk kemajuan, kesekian kalinya akan tumbuh dan berkembang sebuah peradaban dalam kurun waktu naik dan turun, tumbuh dan berkembang menjadi peradaban baru. Itulah bentuk fakta dari sang Khaliq yaitu Allah SWT. Dengan upaya bagaimana manusia akan merubah sebuah keputusan maha kuasa, tentunya dengan kesalehan dan kepasrahan tinggi menjadi manusia yang lebih sempurna dihadapan Dia bukan dihadapan manusia lainnya. 
Perjuangan bangsa adalah upaya menjadikan setiap pribadi warga negara menjadi tentram untuk hajat hidup masing-masing. Setiap yang fana tentu akan mengalami kemajuan dan kemunduran seperti putaran roda, terkadang di atas dan terkadang menginjak kotoran saat menyentuh tanah.

Dewasakah bangsa ini? Jawabnya adalah bagaimana upaya baru bisa diciptakan untuk memulai hal lama yaitu semangat saat kita menjadi anak kecil, saat mulai bisa merayap dan berjalan dengan kaki menjadi manusia yang siap seperti lainnya. Namun semua adalah warna yang berbeda tanpa manusia dewasa tidak akan bisa bangkit saat terjatuh bila mulai bisa berjalan. Tulang punggung masih rapuh, topangan semua manusia adalah wujud dari keyakinan baru untuk lebih kuat menjalani aqidah yang semakin rapuh karena persatuan atau demokrasi. Namun itu adalah bentuk dari peradaban manusia, tanpa itu semua bagaimana kita bisa menyatu mendiami bumi dengan berbagai wajah dan budaya adalah kemustahilan adanya.
Satu jari adalah Syahadat, dua jari adalah Sholat sementara Tiga Jari adalah Zakat. Apakah bangsa ini mampu dor to dor ke rumah penduduk untuk menunaikan zakat dan shodaqoh kita semua. Inilah sekedar filosofi bagaimana manusia yang telah satu tujuan akan mensucikanlah tubuh dengan berpuasa hingga setelahnya yang terakhir akan mampu bisa menuju maqom Ka'bah atau Baitullah yaitu rumah Allah dengan kewajiban Haji sebagai kesempurnaan Islam. Bagaimana kualitas zakat nanti dalam era panjang selama lima tahun ke depan. Hanya Allah SWT yang akan menunjukkan jalan menuju kemenangan kelak. Apakah akan menjadi fitroh dengan Fastabikhul Khoirot kita, hanya di tangan bangsa ini bagaimana Syahadat dan Sholat kita mampu menunjukkan kualitas untuk melepaskan kesombongan dihadapan manusia dan bangsa lain setelah kita selesai dalam menunaikan zakat dan berpuasa. Bagaimana selama berpuasa dan setelahnya kita memakai Kopyah atau Blangkon tergantung kualitas Taqwa kita dalam menerjemahkan. Semoga upaya ke arah yang lebih baik adalah cerminan manusia yang Taqwa dalam kurun waktu menuju baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur.
Air akan mengalir menuju jalan yang lebih rendah dari arah yang tinggi, namun air bisa memancar karena air telah di pompa dengan upaya damai dalam rotasi putaran per menit (rpm) yang stabil sehingga hanya dengan sudu-sudu air yang dilimpahkan bisa mengalir ibarat lepas dari ujung yang tinggi ke bawah. Semoga Baiti Jannati akan tercipta. Wallahu'alam Bishowwab.
Hasbun Allahu wa ni'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man nasir.

Friday, July 11, 2014

Kopyah Presiden

Rambut adalah mahkota untuk menutupi kepala manusia yang seringkali jarang ditutupi kecuali memakai alat penutup yang terkesan keren dan trendi seperti mahkota, topi, helm dan tudung di sawah. Bagaimana bila sholat, tentunya fungsi rambut akan berbeda saat menghadap Allah SWT, dimana rambut yang menutupi dahi akan disibakkan dan tentunya dengan media kain atau yang lain. Terciptalah sorban kepala, peci/kupluk, mukena dan sejenisnya. Tapi jangan heran bila alat ini dipakai terus khususnya rambut bagian depan sudah aus alias plontos bin botak jadilah peci Kaji Muhidin sebagai alat bantu menopang awet muda.

Sejak perjalanan negeri ini banyak ulama, santri, pejuang, pejabat dan rakyat meletakkan simbol pada kepala mereka dengan ikatan kain. Upaya ini untuk memuliakan simbol dan penampilan mereka. Khususnya para ulama di tanah jawa, mereka mengenakan ikat kepala sorban untuk menjaga warisan leluhur yaitu para wali penyebar agama Islam di tanah jawa. Hingga muncul peradaban pemuda Indonesia yang bersekolah, mereka mengasah otak mereka dengan sebuah kopyah di kepala mereka, muncul seorang pemuda tangguh Soekarno yang setia dengan kopyahnya. Hingga Soekarno menghantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Sehingga Soekarno dengan gaya elegannya bergaul dengan masyarakat dunia menggunakan kopyahnya. Simbol inilah yang membawa nama dan bangsa Indonesia di segani di seantero jagat. Apakah kopyah ini menjadi simbol kejayaan Soekarno? Jawabnya adalah apa yang ada di kepala Soekarno yang menjadi tumpuan bangsa Indonesia sejak dahulu hingga sekarang.

Muncul para ulama berjas dan berdasi di wilayah Jombang ikut menghiasi peradaban tanah air, sehingga lahir perbedaan persepsi antar ulama saat itu yang umumnya ulama atau kyai memakai sorban ikat kepala sebagai media yang terbaik dalam bersyiar. Tampil KH. Wahid Hasyim sebagai pelopor ulama berkopyah, berjas dan berdasi menjadi Menteri Agama RI. Hingga masa KH. Musta'in Romli yang giat dan setia kepada pemerintah untuk memajukan pondok pesantren demi kemajuan bangsa. Sehingga muncullah seorang pemikir besar KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur hingga sampai beliau menjadi Presiden RI dengan gaya berkopyahnya yang khas.
Perjalanan Soekarno memakai kopyah telah menginspirasikan anak bangsa sebagai penerus perjuangan kemerdekaan sebagai simbol dalam foto Presiden dan Wakil Presiden.
Namun yang menarik penulis kemukakan disini adalah sebuah pola untuk sebuah kesuksesan menuju jalan memakai kopyah Soekarno atau istilah polemiknya berebut roh Soekarno dalam ajang Pilpres 2014. Menarik penulis telaah dengan pola fikir sederhana yaitu perkembangan pemilihan Presiden sejak awal yaitu sepak terjang Calon terkuat yang di usung masing-masing partai. Kita lihat Prabowo dengan gaya khasnya memakai topi berganti dengan kopyah menambah kewibawaan sampai ke surat suara dalam Pilpres. Sementara demikian pula dengan Jokowi dengan gaya kemeja kotak yang mencerminkan pola terstruktur plontos tanpa topi dan kopyah mendadak mengenakan jas dan berkopyah namun pada gambar surat suara tanpa kopyah.
Yang penulis garisbawahi adalah pola politik yang dikemas Jokowi untuk pemenangan Pilpres. Dia mensimbolkan kopyah dan jas dengan pola figur yang kompleks yaitu Gus Dur. Masih ingat saat Jokowi diberi sebuah kopyah milik Gus Dur bagaimana simbol ini melekat menjadi daya tarik PKB untuk bergabung bulat sebagai partai pengusung. Namun saat berdebat Capres dan Cawapres kedua pasangan yaitu Jokowi dan JK mengenakan jas tanpa berkopyah. Sementara dengan gagah Prabowo mengenakan simbol negara sebagai bentuk dan tekad yang kuat sebagai Soekarno muda pembawa perubahan.
Menarik penulis kemukakan saat sebuah surat suara telah tergambar dengan jelas bagaimana Jokowi dan JK menanggalkan kopyah padahal JK seorang Islam yang taat. Sebuah moderasi politik yang rapi dan brillian. Secara implisit Jokowi telah mengenakan kopyah pemberian Gus Dur sebagai lambang Soekarno. Dan secara nyata saat pencoblosan tanda gambar pada surat suara Jokowi menanggalkan kopyahnya demi rakyat Indonesia di jaman sekarang yang plural dan nasionalis. Dan tak ayal lagi tanpa berfikir panjang rakyat mengacungkan paku untuk mencoblos tanda gambarnya. Akankah keteladanan dan kesakralan Soekarno, Gus Dur akan membawa pemimpin bangsa sebagai umaro memakai kopyah akan terdeksi pada pemimpin bangsa era 2014-2019. Kita akan menyaksikannya pada final Pilpres tertanggal 22 Juli 2014.
Semoga rakyat Indonesia mempunyai jiwa patriot yang akan menerima kekalahan dan kemenangan dengan bahasa sejati yaitu bahasa Persatuan Indonesia bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara ini telah jauh merdeka dan akankah negara ini meninggalkan peradaban yang beradab dan menggelar sebuah kemunduran peradaban. Kata Baldatun Thoyibatun Wa Robbun Ghofur adalah sajak terindah yang mencerminkan masyarakat Madani bukan masyarakat egois dan anarkhis.
Wallahu'alam Bishowwab.

Allahumma shalli wa sallim ala sayyidina muhammadin qad dhaqat hilati adrikni ya rasulallah

Penulis,
Chie Zhoen

Friday, July 4, 2014

Mentari berpijar rembulan

Ada banyak pertanyaan dalam benak, kenapa kita membuat orang lain mau berbuat untuk kita. Jawabnya juga akan sama dengan yang dibenak adalah bagaimana kita akan memulai perbuatan kita untuk orang lain dengan melepaskan untung dan rugi. Semua adalah milik Allah dan akan kembali kepada_Nya. Segala yang kita lakukan semua atas pertanyaan dan do'a yang selalu kita panjatkan kepada Allah SWT. Dan jangan lupa apa yang sudah kita upayakan adalah hasil yang sudah kita lakukan sekuat hati untuk mendapatkannya. Jika ada pertanyaan susulan tentunya masuk dalam kotak dialog dengan Allah SWT pada kurun dan waktu yang berbeda. Manakah yang akan anda dahulukan dalam agenda pertanyaan dengan Allah SWT ke depan ?

Jika manusia mau berlaku jujur, apa yang sudah kita miliki untuk mendapat kedekatan Allah SWT ? Apa dengan melakukan semua keraguan dan kegalauan sehingga saat itu berkesempatan mendekati_Nya. Atau upaya lain karena terpaksa tidak punya jalan keluar atas semua keputusasaan kita. Jawabnya adalah semoga insyaallah hidup kita selalu berupaya berjalan walaupun turun naik jalan yang dilalui bila itu ada akan sampai pada tujuan yang jelas.
Seringkali kita berjalan bahkan berlari bahkan pula terbang saat kita dalam rengkuhan rembulan namun siang telah memanaskan urat nadi kita tanpa terasa. Harapan yang di angan dan di doakan dengan rintihan hati dan uraian air mata di hembusan udara malam dan sinaran rembulan separoh telah sirna dengan teriknya sinar matahari.
Jadilah antara harapan menyimpang dari kenyataan yang ada, akhirnya hati kita kembali tergores sayatan pisau secara berulang. Lumrah apabila harapan tidak sesuai akan kenyataan. Bila keterbalikan, antara harapan dan kenyataan selalu sama bahkan lebih baik dari harapan dengan kenyataannya, yang terjadi adalah kita selalu menumpuk jiwa takabur hingga menjadi tambahan karakter sombong kita selalu hadir dalam menatap orang lain.
Yang kurang dirasakan kita adalah bagaimana sifat kita selalu menjadi nomor wahid kurang mengerti dan mendengarkan kata hati orang lain, kurang empati dengan ide orang lain, selalu apatis dan enggan diajak kompromi, suka menjalani hidup dengan belaian materi tanpa peduli semua orang tidak pasti bisa membelinya. Dan semua hal yang membuat hati kita tersanjung dan melupakan asahan dari bisikan qolb.
Inilah warna manusia bila rembulan tidak mampu menyinari dan sinarnya tidak mampu menembus qolb kita karena terkena panas terik di siang hari. Ataupun sebaliknya tidak mampu merasakan terkena siksa mentari dengan keringkat berjatuhan percuma tanpa menuai arti yang nyata. Mendapat harta berlimpah dengan cucuran air kelelahan kita namun raib secara pelan ibarat hujan sehari mengapus panas terik selama setahun. 
Bisa juga tidak bisa membedakan antara sinar rembulan dan ganasnya matahari, sehingga siang dianggap malam dan malam dianggap siang. Mencari rezki tak melihat siang dan malam, siang berganti malam dan malam dianggapnya siang, badan tak dirasa hati tak dipegang yang ada adalah upaya untuk kenikmatan jiwa demi sesuap nasi yang sudah menjadi bubur (kata orang). Mencari rezki menghalalkan segala macam cara seolah dunia milik dia sendiri. Itulah manusia dengan segala bentuk tipu daya sendiri untuk menjerat orang lain.
Yang terbaik adalah berlaku welcome terhadap perbedaan. Perbedaan warna kulit, perbedaan aqidah, perbedaan strata, perbedaan kualitas, perbedaan pola fikir, perbedaan tebal dan tipisnya kantong, perbedaan rasa. Semoga kita lebih bijaksana.
Wallahu'alam Bishowwab

Hasbunallah wani'mal-wakîl, ni'mal-mawlâ, wani'man-nashîr

penulis,
Chie Zhoen

 
back to top