Wednesday, January 7, 2015

Silent Eye

Batasan antara upaya dan kesanggupan adalah berbeda dengan petunjuk dan harapan. Tatkala manusia menemukan harapan yang sesuai dengan kenyataan banyak sekali yang beranggapan karena sudah melakukan upaya yang akurat, sehingga ritme rasa syukur akan berbaur dengan kecongkakan dan kesombongan bahkan memuja diri melebihi kemampuan orang lain seolah tidak ada yang mampu dibandingkan kita. Ini berlaku sama, baik itu manusia pilihan Allah (Ustadz, Kyai dll) ataupun manusia yang dilaknat Allah (Kafir dll). Manusia akan mencapai kesempurnaan manakali ia sudah mampu menstabilkan antara kualitas fikiran dengan kualitas qolb dengan amaliah yang dijalani walaupun seorang umaro' maupun seorang ulama. Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan sebaik apapun kualitas hidup. Salah apabila yang sudah alim mengatakan diri sendiri alim dan kurang pas apabila manusia kaya menyatakan diri sudah kaya dan penuh kemakmuran. Karena kalau sudah tercapai kebutuhan hidup di dunia apakah dia mampu mencukupi kebutuhan hidup saat berada di alam barzah dan ke depan yaitu akherat.

Setiap manusia yang muda akan melupakan kesehatan demi uang dan kekayaan, sementara manusia tua justru sebaliknya menghamburkan uang untuk menjaga kesehatan biar tetap terasa muda. Ini adalah rumus yang akurat tidak pernah dipungkiri. Kalau ditelaah seberapa besar manusia muda yang tekun dalam beribadah tanpa mempunyai uang, sementara bergelimanng kemewahan seorang muda jelas akan melupakan ibadah apalagi tanpa sepeser uang di tangan, melihat sajadah ibarat tanah becek berlumpur. Orang tua jelas berbeda banyak yang sudah melihat kematian di depan mata, sementara kemampuan sudah maksimal dihabiskan di usia muda. Sehingga sudah layak apabila mata akan melek saat melihat masjid dan tasbeh, sementara melihat botol dan narkoba ibarat racun. Itulah gambaran manusia dari waktu ke waktu.
Manusia bagaimana yang tahu akan terbebas dari duri?. Adalah manusia yang mampu mewujudkan kesamaan persepsi antara petunjuk dan harapan. Bila sudah berharap tidak kunjung mendapat anugrah adalah pola fikir tafakur dan ikhlas adalah jaminan sebuah perubahan petunjuk dan kenyataan. Doa yang selalu terdengar oleh Allah SWT akan tercapai manakala manusia tersebut memunculkan kualitas qolb yang baik. Karena tidak mungkin kita bisa menutupi apa yang ada dibenak kita bila berhadapan dengan sang pencipta. Sementara setiap hari kita melupakan kesesuaian antara qolb dan bibir. Bahasa yang keluar dari hati muncul ke permukaan bibir kita sudah tercampur dengan yang lain, sehingga skor yang akan di dapat adalah sudah pasti jauh dari nilai maksimal. Kesadaran ini selalu ditutupi karena keegoan, kualitas dan kuantitas kita dibanding orang lain. 
Kemunculan nurani dan empati berangkat dari kesederhaan kita memperlakukan diri dan orang lain dalam pergaulan selama ini, bagaimana menjaga kebaikan teman saudara dan selanjutnya demi kebersamaan. Jelas jarang sekali manusia satu dengan yang lain saling peduli di abad ini. Abad yang telah meluncurkan ilmu hanya dengan membuka situs di internet, abad yang melelehkan pergaulan antara orang tua dan anak, abad yang menenggelamkan Qur'an dan memilah ayat demi ayat demi kemaslahatan kelompok, abad yang melupakan suri tauladan nabi dengan melebarkan dan menyempitkan pola fikir nabi. Abad yang mensejajarkan keutamaan dengan kekayaan. Abad yang mendekati jaman akhir atau kiamat. Semoga kita tetap stabil dalam jiwa Islami walaupun jasad dan jiwa raga belum bisa sempurna.
Seperti laju kendaraan, sepanjang jalan akan menemukan berbagai keragaman kesibukan yang akan mengurangi keseriusan kita dalam berkendara sehingga kita hendaknya berupaya mempertajam indera kita dalam gubahan enam dan selamat. Semoga keselamatan dan kesejahteraan akan selalu kita nikmati sepanjang hidup kita. Amin.
penulis,
chiezhoen

 
back to top