Thursday, June 30, 2016

Pepatah

Naluri sebuah wujud dari kebiasaan. Bagaimana kebiasaan kita memulai sesuatu dengan berdalih ibadah. Bagaimana manusia mewujudkan ambisi dengan kekuatan doa. Bagaimana sebuah keinginan melampirkan CV ahli ibadah dan tumpukan ilmu. Bagaimana manusia menunjukan perangainya dalam koridor wajah dan kemulyaan harta, bagaimana manusia menampakan aliansinya karena kekuatan jabatan yang dimiliki. Semua adalah anugerah yang terlanjur manusia ucapkan lewat bibir. Andaikan setiap yang menaungi di badan kita selalu kita sembunyikan, merupakan warna manusia yang berwajah istiqomah berhati kamil. Namun semua adalah ilusi bahwa tidak ada seorang manusia biasa yang mampu menyembunyikan kelebihan dari dirinya daripada kekurangan yang dimilikinya. Itulah naluri seorang beriman yang larut dalam kebiasaan menghamba kepada Allah namun pundak kita saat bersujud berat dengan keangkuhan namun tak kuasa menahan kelebihan diri yang dimiliki dari orang lain. Alkisah hadirlah yang dinamakan egois dalam pandangan Allah SWT.

Allah menciptakan manusia berpasangan. Setiap pasangan akan melengkapi pasangan yang lainnya karena kelangkapan dunia adalah setiap yang mempunyai pasangan. Ada siang dan malam, ada barat ada timur, ada laut ada pula daratan, ada awal dan akhir, ada ramadhan ada gemuruh idul fitri, ada kelahiran ada saatnya kematian. Nuansa ini diciptakan Allah untuk menyadarkan manusia bagaimana pentingnya memanfaatkan hati untuk mengilhami berperilaku dzikir (ingat) akan Allah dalam setiap hendatakan nafas kita. Bagaimana nurani kita selalu akan di hujani makalah dengan aroma bertafakur, aroma surga, bagaimana Allah menunjukkan bahwa surga di depan mata kita. Namun setiap nafas manusia pasti akan mengalami losses, akan mengalami derita fatamorgana yaitu fatamorgana ilmu ataupun fatamorgana gengsi, ambisi, harta bahkan fatamorgana ketidakpastian Allah akan nasib kita selama ini yang mungkin notabene belum sukses, belum banyak rejeki, belum banyak anak dan sebagainya. 
Ibarat tirai dalam rumah kita. Tirai akan ditutup manakala senja mulai turun petang dan malampun tiba. Tirai tertutup menyusul lampu dinyalakan. Saat fajar terbit tirai dibuka dengan bangga menyambut udara segar dan sorotan sang surya. Bisalah tirai merupakan harapan baru melihat mentari, adalah tirai ungkapan rasa syukur atas anugrah malam. Namun apa yang terjadi saat ini tirai jarang terbuka karena ruangan kita terselimuti dengan kesejukan, kesejukan AC dan sinar yang menarik dari lampu yang kita terangi setiap saat. Sehingga apa yang terjadi, ungkapan syukur yang berlebihan atas nikmat glamour dari fasilitas terknologi, wajah kita akan menyembul dari balik tirai dengan raut pucat.
Saat kita terlena adalah saat kondisi kita lelah. Hingga muncul kesenjangan akan pasangan hidup kita. Apa yang diupayakan Allah merupakan hal terbaik dari apapun yang dimiliki oleh kita, saat kita meminta lebih dariNya saat itu pula jatah kenikmatan kita di surga kelak akan dikurangi Allah SWT. Saat kita meminta emas permata di dunia, jatah emas permata di akherat akan dikurangi, saat kita meminta pasangan ataupun ingin menukar pasangan hidup kita di dunia, Allah akan menukar pasangan hidup nikmat yang ada di surga kelak. Keyakinan dari kemampuan dan ilmu lewat erengan dan do'a yang kita miliki bukan penentu dari keputusan Allah akan masa depan kita. Semua akan kita miliki saat kita berucap syukur sedalam lautan hati, namun sedikit saja keragugan dari sifat hati kita Allah akan mengetahui menukar dengan nikmat lain yang justru menjadi wujud penyesalan kita. Hingga muncul pepatah "dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu".
Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur adalah uangkapan untuk kemaslahatan umat dalam ekosistem, Rabbana Atina Fid Dunya Hasanah adalah ungkapan hati untuk kesuksesan di dunia dan akherat. Sementara kunci itu semua adalah Khusnul Khatimah. Jasa Allah akan hidup dan kemulyaan saat hidup di dunia adalah beban pundak kita. Jasa kita kepada Allah adalah semua nikmat yang kita miliki hanya ungkapan syukur saja yang diharapkan oleh Allah SWT tidak lebih dari itu. Bagaimana bisa kita meminta yang lebih dariNya manakala hati kita hanya sekedar galau tentang perjalanan hidup kita terlebih terhadap pasangan hidup kita.

Nurani adalah warna dari kehidupan, saat nurani lepas dari koridor kita akan menjunpai banyak kenikmatan bagaimana kenikmatan akan mengembalikan pada sifat dan jatidiri kita menjadi kembali zuhud adalah kembali pada diri kita mau atau tidak. Semoga Allah memberikan sebuah kemampuan untuk mengembalikan pada jatidiri kita yang sebenarnya sebagai manusia untuk kembali dengan selamat. Amiin.
Wallahu'alam...

penulis,
Muhshonu Rohman(chiezhoen)

 
back to top