Si mayit dimandikan oleh kerabatnya di sucikan tubuhnya dengan air wudlu, di sholati bersama dan dihantarkan dengan iringan isakkan tangis. "Saudara hadirin sekalian, marilah bersama kita memberikan penghormatan terakhir bagi saudara kita ... semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi_Nya, Amiiin. Sebagai ucapan terakhir, apakah ... meninggal dengan baik..??, dengan serempak mereka menjawab, 'baiiiik' (Jenazah ingkang asma ... sedo kanthi saee nggiih..??, 'saeeee'..)". Selanjutnya berangkatlah menuju peristirahatan terakhir.
Setelah pelayat berlalu terdengarlah gemuruh suara.. Siapa pangeranmu..? Si mayit menjawab dengan pelan, 'pangeran diponegoro', kemudian kembali terdengar ucapan, siapa nabimu..? si mayit berkata dengan lantang, 'wiro sableng'. terdengar pertanyaan kembali, apa agamamu..? sambil berbisik si mayit menjawab, 'agama yang di KaTePe'. Kembali muncul ucapan, apa kitabmu..? dengan santai mayit menjawab, 'alkohol'. Selanjutnya kembali terdengar, dimana kiblatmu..? dengan tersenyum si mayit mengatakan, 'ya arah barat mas, wong orang jawa'. Kembali muncul suara, siapa saudaramu..? dengan galau si mayit menjawab, 'rakyat Indonesia'. Hmm, sekelumit dialog yang sering di ingatkan khususnya oleh tukang do'a di kuburan alias kayim untuk menghantarkan jenazah ke alam kubur. Sebuah ritme yang menunjukkan bagaimana manusia setelah lepas dari oksigen di dalam tubuhnya. Manusia akan di sibukkan dengan aturan yang tidak bisa ditawar dan ditolak, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.. apakah akan sesuai seperti yang di ceritakan ataukah malah lebih dahsyat lagi.
Hajat hidup akan berlalu dan lepas setelah jasad tinggal tulang dan daging. Semua keinginan dan harapan telah musnah dan tidak akan kembali lagi. Jatah menikmati kemewahan dunia sudah tidak bisa dinikmati lagi; istri/suami, anak, harta, rumah, pekarangan yang luas, kendaraan yang bagus dan relasi yang banyak hanya memandang dari kejauhan. Sementara kisah si mayit akan selalu dikenang dalam hitungan hari demi hari hingga semuanya melupakan dengan sendirinya.
Berkisahlah sekalian tetangganya dengan pelan. Si fulan semasa hidupnya selalu menjadi bahan pembicaraan. Dimana ada dia selalu ada kedengkian, dia selalu menggunjing sanak saudara, tetangga, teman-temannya. Setiap hari dia berbicara A ternyata kenyataannya B, banyak hati terluka banyak darah tercecer olehnya. Dia tidak pernah sadar walaupun setiap hari sholat, selalu berkata dusta dan mencari kesenangan di atas penderitaan orang lain. Sehingga pelayat enggan mengantarkannya ke liang lahat. Inilah hal yang tidak bisa di tolak jikalau semasa hidup kita hendaknya menjadi insan yang sama antara lidah dan hati serta perangai. Suara lantang karena mempunyai harta yang banyak, enggan menatap orang lain ketika bicara karena merasa lebih dari yang sedang berhadapan dan seterusnya.. Sementara apa yang kita banggakan kalau semua hanya karena Allah SWT yang memberikannya. Hidayah menemukan Allah, hidayah agama, mengenal nabi, bergetar hatinya ketika Al-Qur'an berkumandang dan tenteram hatinya bila berdekatan dengan sesama MUSLIM. Seolah tidak rela menghantarkan jasad si mayit ke dalam kubur.. Inilah bentuk sifat manusia yang wajar jikalau hatinya sudah terluka..
Manusia sekedar berusaha, Allah SWT yang akan menilai semua amal ibadah kita. Walaupun berbagai macam baju yang dikenakan hendaknya kita tetap mempunyai dada Masjidil Haram. Welcome terhadap perbedaan; asah, asih dan asuh dalam bersosialisasi. Wujud nyatanya ada pada wajah kalian masing-masing. Apakah wajah kalian bisa sama dengan hatinya ataukah dengan sekilas siapapun akan bisa menebak wajah dan hatimu. Itulah kisah kematianmu kelak..
Wallahua'lam bishowwab.
by Chie Zhoen
No comments:
Post a Comment