Lama sudah sebuah teka-teki hidup berjalan penuh deru dan debu. Dalam pijakan tangan yang masih lemah, tak terasa nyeri menahan karena lupa mengangkat tangan untuk menahan beban. Linu terasa namun hati senang dan bahagia. Saat sebuah hati yang lama tak bertemu datang dalam dentingan ketikan tangan pada keyboard. Sebuah awal mengapa manusia bertemu pandang, manakala manusia menjumpai sebuah perangai jasad yang berubah seiring dengan tinggi badan dan gejolak jiwa muda. Senyum ibarat gemuruh lautan, tertawa ibarat gentuman meriam, marah ibarat kilatan dan guncangan petir yang membahana. Itulah sebuah kisah dimana anak manusia berlain kata mengucapkan isyarat Cinta. Atau entah apa pula namanya saat itu.
Jika ditelaah, sebuah dilema manusia mengapa naik dan turun dan susah dimengerti akan sebuah solusi yang dapat diraihnya, baik antara dua pasang mata dan lainnya. Adalah wacana indah dimana saat yang paling berbahagia manakah manusia bisa terdiam, manusia bisa tertawa, manusia bisa menangis, manusia bisa merenung. Dimana apabila saat itu kembali terkenang dan membuahkan wahana dan warna baru dalam aura tubuh, akan membangkitkan semangat untuk menemukan arti baru dalam waktu yang telah berlalu dan waktu yang akan datang. Usia yang semakin menipis akan membuat jantung semakin rapuh dengan suara alam, akan semakin rapuh dengan bisikan kalbu karena lelah dan gundah dalam kepenatan pencarian hidup dan penghidupan untuk bertahan hidup.
Namun yang perlu direnungkan dan dihayati adalah bagaimana kita menjalani hidup ini sekian lama, itu karena kita mempunyai semangat terhadap perjalanan sebuah teka-teka cinta. Bagaimana menemukan nurani yang masih damai, nurani yang masih polos, nurani yang masih menyisakan empati dalam benak dan tingkah laku. Kemana semua itu akan kembali terbang dalam hitungan nafas yang semakin menipis dalam bertambahnya usia kita. Semua akan terjawab saat kita bisa tersenyum dengan damai terhadap kisah cinta kita yang telah mengisi hari demi hari perjalanan dalam dentingan lonceng demi lonceng. Adakah yang mengira kenapa saat ini kita hanya diam, kenapa saat ini kita malah tertawa. Kenapa saat ini kita menjadi manusia yang acuh. Itulah benih yang tertinggal saat kita mengenal arti cinta.
Nilai amaliah kita sebagai manusia adalah sejauhmana kita menjabarkan teka-teki perjalanan cinta kita dalam gumpalan awan yang naik dan hilang. Cinta kita kepada ayah dan ibu, cinta kita kepada saudara, cinta kita kepada teman dan sahabat, cinta kita kepada kekasih dan cinta kita kini kepada Istri dan buah hati kita semua. Semua adalah nilai yang harus terjawab dengan ringan, bagaimana jiwa yang selalu bangkit dalam suasana hati tak menentu seiring aktifitas sehari-hari membuahkan nilai amaliah yang semakin menumpuk walaupun harus terkikis oleh semua dosa dan kelemahan kita, namun setidaknya masih menyisakan sebuah do'a untuk keselataman jasad dan ruh kita di akherat kelak.Manusia hanya bisa menilai semua perjalanan hidup termasuk nilai cinta kita di mata yang lain, yaitu sebatas bagaimana menyajikan perjalanan unik yang selalu menjadi kenangan baik untuk nama setelah jasad berkalang tanah. Nilai yang indah adalah bagaimana menyentuh tangan ini dengan cinta yang sebenarnya. Melambaikan tangan kita dengan senyum yang sebenarnya. Memberikan perhatian dengan hati yang sebenarnya. Mengembalikan hidup kepadaNya dengan ikhlas.Inilah tujuan hidup seorang anak manusia. Dimana jalan yang panjang akan semakin panjang dan jauh namun tampak tak terasa lelah menjalaninya apabila kaki ini masih bertapak dalam alas permadani cinta. Jalan yang panjang dengan glamournya hidup akan sampai tujuan juga entah besok atau lusa namun do'a yang istiqomah semoga akan menemukan Dia dalam dekapan Iman yang utuh dalam jasad yang utuh menghadapMu.
Perjalanan dalam akhir malam penuh nikmat dan dawai hidup, manakala nuansa cinta masih ada dalam benak anak manusia yang mencoba mendalami hidup semakin jauh menembus langitMu. Untaian malam semoga menjadi dialog resmi antara sebuah nilai dan anugrah dalam bentangan nikmat.
Good night.
Wallahu'alam Bishowwab.
Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim
Penulis,
Chie Zhoen
No comments:
Post a Comment