Ada awal pasti akan
selalu ada akhir, itu yang selalu ada pada bentuk dan semua hal yang ada di
dunia. Tak terkecuali sebuah cinta, cinta akan leleh manakala ada halangan yang
tidak bisa kita terjemahkan dan berujung solusi dari kebaikan, sehingga tak
lepas dari ujung dan pangkal. Kecuali cinta kita kepada Nabi dan Allah SWT yang
seharusnya tidak ada ujung dan pangkal dalam memberikannya. Bisakah itu terjadi
pada manusia biasa? Jawabnya adalah tergantung keimanan kita akan kehendak
Allah SWT. Setiap manusia yang berkendak pasti tidak akan semulus yang terjadi,
istilahnya setiap keinginan manusia sering mengalami perbedaan kenyataan yang
terjadi setelahnya. Dan hal tersebut jelas akan menjadikan perubahan pada
perilaku dan karakter kita. Karakter yang selalu tumbuh dan berkembang sehingga
akan melunturkan sebuah cinta.
Setiap manusia
mempunyai harapan dari warna perubahan dalam perkembangan usia dan jatidirinya.
Biasanya akan merekatandai dengan kebaikan dan perubahan bentuk dari tahun ke
tahun. Umumnya manusia menandai kematangan dan keberhasilan dalam kurun waktu
tahun. Bagaimana perubahan yang terjadi selama setahun tentang harapan yang
diinginkan. Awal dan akhir ini yang menjadikan bentuk kemajuan dan keberhasilan
dalam perjalanan hidupnya. Keberhasilan manakah yang menjadi tolak ukur manusia
dalam setahun pada kalaidoskopnya.
Manusia akan merasa sengsara manakala banyak keraguan dan kebencian yang menaungi hidupnya bahkan ditambah ketidaksuksesan hidup yaitu belum cepat dalam keberhasilan, belum cepat dalam kakayaan, belum cepat dalam semua hal yang menjadikan keinginan tercapai. Baik itu dengan keluarga, pasangan hidupnya, teman, saudara dan lngkungannya. Namun pernahkah berfikir pada perubahan yang mendasar pada dirinya yaitu perilaku yang terus membaik dalam rentang waktu bertambah usia dalam setahun. Justru banyak hal yang melunturkan ini karena faktor yang membentuk keraguan dan kebencian yang merubah segalanya.Pernahkah setiap manusia yang beriman berfikir kalau Tuhanmu tidak pernah memberikan kejelekan kepada hidup kita. Pasti jawabnya adalah tidak, padahal kita selalu mengingkarinya karena ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan hidup kita. Yang ada adalah akan menyalahkan Tuhanmu pada akhirnya yang berawal menyalahkan hidup kita bahkan pasangan hidup kita yang selalu menemani setiap langka kita. Pernahkan sekali saja berfikir ketidakberuntungan hidup kita berawal dari sebab lain, sebab yang menyebabkan hati kita tertutup untuk memberikan kebaikan pada orang lain yang justru selalu mencari kebaikan diri kita melupakan kebaikan orang lain. Tanpa disadari selalu menelanjangi diri kita sendiri dari orang lain oleh ucapan, perangai dan karakter kita hingga jiwa kita terbakar dan membentuk awan hitam menutupi amal kita sehingga menutupi keberhasilan hidup kita, dan banyak hal yang kita melupakannya.Setiap akhir tahun biasanya menjadi tolak ukur segalanya tetapi apa itu mutlak, sepantasnya apakah kebaikan dan kesuksesan kita di akhir tahun. Sementara tidak pernah memikirkan bagaimana tolak ukur keberhasilan manakah yang menjadi jiwa kita tenang tidak lepas dari koridor cinta. Ataukah keberhasilan dan kesuksesan kita justru akan melunturkan cinta kita kepada pasangan hidup kita, orang tua kita, teman, sahabat dan orang yang selalu menemami dalam suka duka hidup kita selama ini. Renungan inilah yang akan membawa warna kesuksesan baru dalam awal dan akhir tahun ke depan.
Hal yang
membahagiakan adalah bagaimana Tuhanmu memberikan kebaikan dalam bentuk
kesehatan, kematangan jiwa, kemajuan kesalehan, perkembangan berfikir,
perkembangan empati, perkembangan moral dan kearifan agar mampu kebaikan ini di
bawa sampai akhir hayat. Namun justru kebaikan tentang kemajuan kekayaan dan
kesuksesan yang menjadi tolak ukur manusia berhasil hidup di dunia. Kewajaran
ini adalah mutlak karena inilah sebenarnya harapan manusia walaupun sampai
setinggi mana keilmuan yang dimiliki. Semua akan berujung pangkal kepada
kesuksesan harta dan kemewahan sementara faktor lunturnya cinta adalah akhir
dalam analisa akhir tahun kita. Sehingga cinta akan bermakna awal dan akhir
pada diri manusia. Semoga hal itu adalah isapan jempol saja dan kita akan
selalu menjadi manusia bersyukur, bersyukur menemukan pasangan hidup kita dan
selalu mencintai dan menemani sampai akhir hayat. Sehingga ibadah kita menjadi
bermakna untuk menemukan jaman keabadian yaitu akherat kelak.
Wallahu’alam
Bishowwab.
Penulis,
Chie, Muhshonu
Rohman.