"Dalam hitungan menit ludes semua barang", kata salah satu yang mahasiswa yang tidak mau disebut namanya. Sebuah ekosistem yang terbentuk untuk memajukan bangsa dan negara. Dengan membangun sebuah sarana belajar untuk anak-anak Indonesia yang ingin meneruskan wawasan keilmuan dalam dunia pendidikan. Sehingga muncullah kawasan yang tadinya merah menjadi hijau dan menawan. Lapangan pekerjaan semakin banyak, kesempatan kemakmuran sudah bisa terbaca dengan mudah. Menanamkan investasi alangkah indahnya seperti menanam jagung di musim penghujan. Di sadari atau tidak merupakan kenaikan peradaban yang semakin maju dan hendaknya di iringi dengan semakin arifnya menjadi warga negara yang bertanggungjawab bukannya menjadi sampah-sampah linkungan dan masyarakat.
Berharap orangtua mewariskan keilmuan pada anak-anak mereka. Beranjak mereka terjun dalam dunia pembelajaran di kampus. Tersebutlah sebuah kampus yang hijau dan damai. Di buka dalam kawasan yang indah Gunung Pati namanya. Sebuah area yang naik dan turun ibarat dua buah susu ibu yang tersusun ramai. Sepanjang jalan penulis mengamati alangkah sejuk dan indahnya kehidupan dalam suasana alam yang masih hijau dan segar. Nyaman dan damai untuk mengisi otak dengan buku perpustakaan dan ocehan dosen. Sepanjang jalan sudah banyak bermunculan perumahan penduduk yang sengaja di diami ataupun sengaja dibangun untuk meramaikan suasana kampus yaitu membuat investasi jalan dengan menampung mahasiswa/i yang ikut dalam pembelajaran di kampus. Sebuah sebab akibat yang saling menguntungkan dalam koridor sebuah bisnis investasi manusia.
Namun alangkah di sayangkan apabila suasana indah, damai dan banyaknya kicauan burung berubah menjadi hiruk pikuk kendaraan dengan berbagai kepentingan dalam kondisi tidak saling mengenal. Retaknya hubungan antara pribumi dan pendatang yang setiap hari muncul sebuah ekses yang kurang nyaman. Ekses yang memberikan sebuah wacana baru akan wilayah perkotaan yang semakin miskin dengan sikap saling peduli dan perhatian. Sungguh sangat disayangkan apabila wadah dan area membentuk insan berilmu merupakan wilayah yang jauh dari sikap orang-orang berilmu. Salah siapa dan dosa siapa serta apakah kepedulian pemerintah setempat terhadap kondisi yang sekian hari dan sepanjang tahun menjadi media yang kurang sedap di pandang mata.
Maraknya pencurian contohnya, adalah kenyataan yang tidak bisa dihindarkan dan kurang mendapatkan respon yang baik dari aparat setempat. Saling melempar tanggungjawab yang lupa akan tugasnya masing-masing. Sampai belum pernah adanya penanganan yang serius dari aparat keamanan. Penulis menyimak pembicaraan dari seorang aparat kelurahan yang belum pernah mendengar adanya penangkapan dari curanmor dan sebagainya di lingkungan sekitar kampus. Sebuah wacana yang seharusnya menjadi masukan yang perlu di tindaklanjuti. Komplain warga ataupun orangtua mahasiswa yang kurang mendapat respon padahal adalah warna saling menguntungkan demi kelangsungan bersama. Sampai kapankah suasan ini menjadi momok yang tidak kunjung usai?
Banyak hal yang perlu disyukuri dalam kemajuan di sepanjang wilayah yang basah dengan kemakmuran. Namun bukan kata syukur saja yang perlu dikatakan, tapi upaya dan bukti nyata yang seharusnya di kedepankan untuk sebuah kawasan yang bebas dari asap rokok. Kawasan yang seharusnya menjadi tolak ukur kemajuan sebuah bangsa yang besar. Bukannya bangsa yang semakin terpuruk dalam alam manipulasi dan korupsi. Akankah ini menjadi hal yang unik ataukah hanya isapan jempol belaka. Seperti ucapan seorang warga. "Sudah hal umum pencurian di sekitar sini mas". Sungguh sangat menyedihkan. Coba tenggok sisi lain yang menyebabkan hal tersebut tumbuh yaitu keinginan orangtua untuk menjadikan anak-anak mereka tumpuan harapan kedua orangtuanya. Dengan susah payah mencari uang untuk anak-anak mereka bisa sekolah tinggi makan genteng Perguruan Tinggi. Setiap bulan harus merogoh kocek yang tidak sedikit demi sebuah harapan yang lebih baik. Patutlah kalau ini di fikirkan secara arif.
Berikut wawancara penulis dengan aparat kelurahan setempat :
Berikut wawancara penulis dengan aparat kelurahan setempat :
by Chie Zhoen
No comments:
Post a Comment