Lentera yang semakin menyala akan membawa dalam gerak langkah wayang-wayang dalam deretan geber yang putih. Tersorot semburat warna-warni oleh sinaran yang terpusat dalam putara warna dunia yang sengaja untuk memancarkan aura dalam detakan masing-masing langkah pribadi. Demikianlah dalang menyampaikan lukisan hidup insan dalam balutan jasad dan ruh. Bagaimana dalang mencoba memberilan inspirasi yang menunjukkan kisah hidup umat manusia dalam berbagai warna dan watak serta sistem yang ada. Nilai spiritual sengaja dilantunkan untuk menghibur jiwa-jiwa wayang yang gundah, hingga wayang dan dalangnya juga akan tergugah menemukan ubo rampe yang akan menyadarkan mimpi semua orang. Mimpi yang akan mewujudkan darma seorang hamba di hadapan Tuhannya yaitu Allah SWT.
Bagaimana kelanjutan jatidiri wayang digerakkan oleh dalang? Semua akan terjawa bilamana gelar wayang dilihat sampai tuntas. Namun yang nyata adalah bagaimana rasa kantuk yang menyerang, karena wayang ideal dengan hening dan sunyi. Bagaimana jiwa wayang akan di mengerti oleh penontonnya manakala kondisi malam tergantikan siang? Itulah mengapa wadah yang sunyi mampu membentuk jiwa wayang menyatu dalam pikiran dalang dan penonton. Inilah gambaran bagaimana manusia mencari jatidiri iman dan taqwa dalam balutan malam yang hening. Manusia akan tersadar dari lalai dan khilaf bilamana malam menjelang tentunya bila malam yang dilalui di isi dengan goresan tinta untuk membentuk jiwa yang lemah. Yaitu jiwa yang ingat akan hidup sewaktu akan mati atau mati saat setelah menjalani hidup yang panjang. Bukanlah jiwa yang merana hidup enggan matipun tidak yaitu jiwa-jiwa yang haus akan glamournya dunia dengan segudang kenikmatannya.
Manusia akan menemukan Tuhannya manakala memasuki usia senja, namun hakekatnya justru akan lemah sesuai fisik manusia itu sendiri. Bagaimana manusia usia senja hanya tinggal lemahnya urat syaraf memenuhi hidup dan pikiran mereka dan idealnya bagaimana semakin tua akan semakin hilang rasanya. Bagaimana hilang merasakan makanan nikmat walaupun setiap hari melihat dan mampu memiliki makanan lezat bahkan berlebih. Bagaimana hilang daya dengar walaupun menikmati lantunan ayat Qur'an. Bagaimana hilang daya ucap walaupun selalu menambah dzikir dan wirid dalam bibir yang keriput. Dan berbagai bentuk lain yang banyak melekat pada usia tua.Semoga kesabaran akan selalu menyertai kita semua menjelang usia kita yang bukannya bertambah tetapi sebaliknya semakin berkurang dalam menikmati alam fana ini
Setidaknya itulah warna wayang yang selalu digambarkan oleh dalang. Apabila gunung dikibarkan pertama kali dimulailah kisah hidup wayang dalam dunia geber yang putih. Namun apabila gunung ditutup menutup deretan penuh sesak wayang, di situlah bagaimana wayang akan tertidur kembali bersama lantunan suara dalang.
Semoga apa yang kita raih akan selalu tercapai dengan sukses dan terbaik. Penuh dengan keberkahan apa yang telah kita capai dan membawa amal ibadah yang selalu akan mengalir dalam tabungan amaliah kita. Aamiin yaa rabbal 'alamiin..
penulis,
by Chie Zhoen
No comments:
Post a Comment