Setiap yang musnah akan mencoba kembali utuh, apa yang hilang akan dicoba untuk kembali ke permukaan, apa yang terlempar sedikitnya ada hal yang ingin diambil kembali. Sesuatu yang tertunda akan kembali menjadi bergairah mencoba untuk kembali melanjutkan langkah demi langkah. Dan harapan yang masih ada bisa akan memunculkan kembali sebuah semangat untuk mencapainya. Mungkin itu semua kata-kata yang selalu bisa diungkapkan untuk mengibur diri dari semua bentuk pernyataan supaya kita bisa memulai lagi dengan hal yang lebih bijaksana. Namun pada hakekatnya semangat yang baru adalah bentuk kelelahan lahir banthin yang dipaksakan untuk menjadi pilihan supaya hidup lebih bermakna. Setiap penambahan umur manusia jarang sekali yang merasakan bahwa umur yang mereka lalui justru berkurang. Yang ada adalah bagaimana umur bertambah akan menjadikan ingkar dan semakin menjadi padi yang siap menjadi mengayom para petani dari kelaparan, semua berjalan dengan capaian keberhasilan yang telah dilalui pada umur yang telah lalu. Apa yang telah diraih adalah hal nyata bagaimana dia telah sukses dan sudah pantas menjadi bahan gunjingan akan kesuksesan dan keabsahan menjadi manusia berguna. Apalagi pada tataran materi dan amaliah yang sekarang sering menjadi buah bibir dalam era kegalauan hidup jaman smartphone dan android.
Manusia akan selalu tampil beda dalam setiap suasana, suasana hati bahkan suasana jiwa dan ruh. Jikalau ada kata pujangga, kenapa manusia mati meninggalkan nama sementara gajah mati meninggalkan gading. Jawabnya adalah bila manusia mati meninggalkan tengkorak itulah kenyataannya, namun apabila manusia mati meninggalkan nama jelas nama itu akan dikenang sepanjang kita masih bisa mengingatnya minimal satu generasi ke belakang. Nama manusia yang bagaimana menjadi tolak ukur dapat dikenang karena kebaikannya, kemuliaannya, kedermawanannya, kehalusan budinya, baik tutur katanya, empati dalam kehidupan sosialnya, mampu menjadi figur yang selalu ada dalam setiap kesempatan dan sebagainya. Akankah itu menjadi batu isyarat sebagai manusia yang punya nama yang harum.
Jawabnya adalah manusia akan harum namanya apabila Allah SWT menghendakinya, hanya Dia yang paham akan tutur kata, hati dan jiwanya, semua nilai yang dimiliknya seutuhnya Dia yang akan menilainya bukan manusia ataupun setan sekalipun. Sudah saatnya setiap insan menilai insan yang lain dalam pandangan ruh yang utuh, dalam pandangan indera keenam karena jamannya sudah internet indera kelima adalah jasad sedangkan indera keenam adalah wujud dari perumpamaan bentuk yang sebenarnya.
Jika ditelaah semua akan berujungpangkal, seperti kita menemukan air dalam tumpukan jerami, menemukan air dalam padang rumput, menemukan air pada padang pasir, menemukan air saat sedang dahaga. Semua rasa sakit akan hilang dengan percuma muncul menjadi nikmat yang tiada tara. Perumpamaan itu akan sama bila mentari beranjak menjauh dari tengah hari menuju senja yang indah. Payung senja akan muncul memberikan warna manusia, memandangmu mentari seolah hati yang resah hilang dan sirna menjadi asa baru menemukanMu dalam balutan malam. Mimpiku pada malamMu akan kuraih kembali walaupun hanya sekedar mimpi, ibarat orang awan lebih baik bermimpi daripada terjaga hanya menggunjing orang lain.
Indah nian sebuah hidup untuk menjadi manusia baru, tetapi jauh sekali waktu yang ditempu menjadi manusia baru kembali dalam hidupMu. Tiada setara dengan perjalanan waktu yang telah dilalui dengan usapan asa yang pasti dan netral. Semoga kita semua akan menemukan keabadian bentuk dalam wujud manusia, bukan keabadian bentuk dalam wujud yang lain.
Allahumma sholi ala sayyidina muhammadin qod'dhokot hilati adrikni ya Rasulullah
Wallahu'alam..
penulis
Chie Zhoen
No comments:
Post a Comment