Seringkali kita melupakan sebuah kepercayaan pada diri seseorang yang selalu diperlakukan dengan kurang adil dan bijaksana. Bagaimana kita memperlakukan orang lain sekehendak hati kita. Tidak bisa menghargai jerih payah, usaha, pemikiran, kecerdasan, kebaikan, kejujuran, kesederhanaan bahkan ketulusan. Hanya karena sebuah kata TIDAK SUKA. Sebuah hal yang kurang manusiawi terdengar di telinga bahkan meyakitkan kalau dihayati. Kita banyak beranggapan sudah lebih baik dibanding orang lain. Lebih kaya, sukses dan dihargai orang banyak. Imbasnya tidak bisa menerima hal baik tentang orang lain dan cenderung selalu memusuhinya. Pertanyaannya adalah apakah anda lebih baik di banding orang lain, jawabnya bisa ya atau tidak. Iya di lihat dari kacamata dunia dan tidak di lihat dari sebuah hati nurani. Jikalau anda pada posisi sebaliknya apakah anda bisa berbuat lebih banyak?, tentunya hanya cemoohan yang didapat.
Banyak faktor yang menyebabkan kekecewaan orang lain karena sifat kita yang kurang peduli terhadap citra diri seseorang. Hingga melahirkan sebuah wacana yang berbeda tentang pribadi teman, sahabat bahkan orang terdekat kita. Luapan itu semua adalah kurang adanya komunikasi yang edukatif yang memberikan nuansa kedewasaan dan keakraban yang membangun dua buah lensa hati. Adanya kualitas kepercayaan yang naik turun karena sebuah biografi seseorang yang justru disampaikan bukan dari si pemilik biografi dan seterusnya. Sehingga muncul pengikisan kepercayaan secara signifikan. Hanya ego yang terus dikembangkan tanpa di dasari oleh sifat asah, asih dan asuh. Faktor ini banyak sekali muncul pada sebuah komunitas pekerjaan antara bawahan dan atasan. Seorang atasan biasanya menilai bawahan justru saat mereka melakukan kesalahan, namun jarang sekali mengamati sebuah kelebihan seseorang bahkan kebaikan sifat bawahannya. Sebaliknya bawahan karena ekstra keras tugasnya selalu memberikan persepsi yang kurang nyaman terhadap kebijakkan atasan-atasannya.
Berbagai warna yang sering dominan harus diluruskan, selanjutnya bagaimana memunculkan sebuah wahana baru untuk membentuk kepercayaan tanpa di kotori doktrin orang lain terhadap yang di nilai di depan kita. Adalah pertanyaan yang membutuhkan kualitas akhlak yang brillian yang merupakan sandaran keberhasilan sebuah pendekatan kepada Allah SWT. Yaitu sebuah akhlak yang terbentuk bukan karena jiwa politik pada diri seseorang, namun sebuah jiwa mumpuni yang terletak pada kemurnian pikiran dan kecerdasan emosinal berkualitas.
Ibarat sebuah cermin akan selalu menyala apabila setiap hari dipoles dengan kain yang bersih. Ilustrasi hidup RUKUN ISLAM adalah sebuah pernyataan keyakinan yang mutlak atas Allah SWT dengan syahadat 'ashaduallaillahaillallah" yaitu pencapaian derajat muttaqin yang sejujurnya dengan pengakuran sang khalik dan utusanNya, sehingga hati tidak akan bimbang meneruskan hidup. Dilanjutkan dengan sujud secara istiqomah dalam lantunan kenikmatan sholat sepanjang nafas dan aliran darah, yang melahirkan sebuah diorama menarik tentang kenikmatan hidup manusia dengan sang khalik. Selanjutnya adalah kesederhanaan jiwa dan bentuk manifestasi pengakuan Allah SWT atas hambanya dengan wujud zakat yang meleburkan kesombongan dan keangkuhan sifat manusia. Masuklah manusia dalam derajat muttaqin yang lebih tinggi dalam naungan nikmat dan kemulyaan hidup dengan do'a dan anugrah dalam sebuah lembaran-lembaran yang tertuang dalam hari-hari bulan ramadhan, dengan rasa syukur membungkus jasmani dengan nafas puasa. Masuklah manusia dalam sebuah ujian hati yang teramat pedih yaitu dengan memasuki rumah Allah (Baitullah), jasad dan fikiran kita yang kotor akan terkuak dalam hitungan waktu mengitari ka'bah Allah SWT. Disinilah jiwa manusia dibersihkan dengan takbir, tahmid dan tahlil hingga muncul dalam sanubari keyakinan mabrurnya haji menghadap Allah SWT.
Tujuan hidup kita akan terlaksana menjadi ruh yang suci menghadap Allah SWT apabila JATAH HIDUP kita digunakan dengan energi yang positif terhadap sesama makhluk. Inilah bentuk mabrurnya semua rukun Islam yaitu masuknya jasad, jiwa dan ruh dalam 7 pintu hati dengan kalimat yang lurus yaitu astaghfirullahal adzim. Hingga jadilah pribadi yang santun selepas menghadap Allah di Baitullah sebagai kunci terakhir keberkahan hidup dan tidak akan menjadi jiwa, hati dan pikiran kita takabur dan sombong terhadap sesama sehingga merasa lebih mulia, lebih pintar dan lebih dekat kepada Allah SWT. Justru sebaliknya akan semakin menjadi pribadi yang santun lepas dari merahnya politik dalam hidup.
Wallahu'alam.
No comments:
Post a Comment