Pemikiran seseorang memberikan makna tersendiri apabila dilukiskan dalam sebuah kenyataan. Baik itu senyuman, perkataan ataupun perbuatan. Akan muncul sosio energi dalam dua atau lebih pasang mata, ada perasaan yang membuat super ego masing-masing memberikan respon. Muncullah ilustrasi ulang dalam gerakan hati. Ungkapan rasa, jiwa dan hati. Dan banyak lagi akan terungkap membentuk sebuah keindahan. Membentuk ornamen sebuah jalinan ritme yang melunturkan kepenatan akan hidup walaupun sifatnya sementara. Itulah hakekat manusia yang tak bisa lepas dari naluri. Banyak sudah gejolak rasa yang kita sebagai insan tidak mampu memeranginya walaupun setinggi apapun ilmu, setinggi apapun keridhoan padaNya. Dan setinggi apapun kesuksesan kita. Tetap akan terbentur dengan pola fikir yang penat, karena kita mempunyai sifat lossing caracter.
Sebanyak itu membuat jati diri kita terbentuk dan akan mengakar menjadi sebuah watak. Watak kita akan terbentuk lambat laun setaraf dengan sosio emosional atau keakraban kita dengan pergaulan kita. Dengan siapa kita bergaul, dengan siapa kita memberikan persepsi hidup kita dan memberi tarik ulur pengalaman hidup kita. Babak baru akan menjadi semakin bergejolak saat pola fikir diri kita terbentuk dengan relasi, teman dan rekan kerja. Keluarga, saudara, famili ataupun "sempalan tulang rusuk" kita bukan jaminan akan memberi sebuah ketajaman hati dan rasa. Yang terjadi selanjutnya adalah munculnya wadah baru dalam tubuh membentuk aura, aura kebahagiaan, aura kebanggaan dan aura kesombongan. Saat itu terjadi siapa yang akan menolong hati kita. Apakah ibadah kita, apakah nurani kita?. Jelas akan susah terjawab manakala sebuah kehidupan yang indah memberikan kenyamanan pada jiwa kita dengan itu semua. Maqom manusia biasa akan tetap bersarang pada diri 'sealim' apa kesalehan dan warna aktifitas rutinitas ibadah yang dijalani. Semua akan pudar dengan kelemahan kita yaitu lemahnya jiwa dan fisik kita. Lemahnya kematangan akan jiwa yang bahagia yang sebenar-benarnya.
Jalan manusia membentuk aura kedewasaan dan kemajemukan hidup dalam sosio kultur memberikan bukti bahwa banyak dari kalangan orang menjadi publik figur yang rapuh. Rapuh dalam menerjemahkan kenikmatan yang diberikan Tuhannya. Rapuh dalam memberikan naungan kepada sesama. Dan tidak akan luluh saat belum tersentuh dengan sebuah fatamorgana kemakmuran yaitu kesedihan dan penderitaan. Bila setiap insan mau jujur, sudah lengkapkah hidup kita? Jawabnya adalah ya dan tidak. Bila orang mau jujur sudah bahagiakah hidup kita?. Bisa iya dan tidak. Bila seseorang mau rendah hati sudah sempurnakah hidup kita. Jawabnya entahlah.
Itulah sebenarnya makna dari kejaman akhlak setiap manusia tidak akan sama walaupun terbentuk dengan rutinitas kesalehan ibadah yang dijalani. Semua akan kembali kepada kesadaran. Masih sombongkah kita didepan orang lain, sudahkah memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Ataukah kita terlena dengan kesombongan kita terhadap Tuhan dan melupakan kelemahan-kelemahan kita.
Rujukan itu semua adalah mulailah menjalani hidup kita dengan sadar. Sadar bahwa memberikan takdir kita atau membuat takdir seseorang akan berfikir panjang. Karena akan terbentur dengan pertanggungjawaban kita kepada Tuhan. Kenapa demikian?. Karena setiap orang yang merasa sukses pasti berangkat dari "sentuhan-sentuhan dengan Tuhannya". Saat itu dia berjuang keras dan memohon doa yang panjang dan akhirnya terkabul sama antara harapan dan kenyataannya. Setelah berjalan panjang dengan kesuksesan dan segala amanah yang diberikan Tuhannya, 'banyak yang lupa'. Akhirnya memandang sebelah mata terhadap sesama. Yang muncul selanjutnya adalah LIKE AND DISLIKE. Memberikan ketimpangan terhadap semua hal tanpa mempelajari sebuah kedewasaan.
Pelajaran yang berharga adalah semua hal yang diwujudkan dengan perkataan dan perbuatan seseorang yang disampaikan orang lain tentang INSAN seharusnya dipelajari kebenarannya secara konkrit. Dipelajari siapakah yang memberi masukan, apakah malaikat atau sebaliknya. Dan yang lebih pasti lagi dengan kesuksesan kita siapkah kita DIBERI masukan seseorang sepahit apapun tentang diri kita, toh semua hal tentang kejelekan kita akan kita pertanggungjawabkan kelak. Itulah warna berbeda dari setiap manusia, bahwa setiap insan mempunyai kelemahan dan kedewasaannya masing-masing dan tidak akan sama walaupun usia dan kesuksesan berbeda.
Kita semua sudah sama memberikan sebuah warna dan saling mengingatkan karena itu semua adalah tugas sesama makhluk. Apa yang difikirkan orang lain bukan urusan kita, namun alangkah baiknya bila setiap diri kita MENERIMA apa yang difikirkan orang lain. Karena semua itu wujud dari peringatan Tuhan kepada kita. Sudah lengkapkah hidup dengan segala suka dukanya ataukah hanya luapan ketidakberdayaan kepada kehendakNya yang melupakan ridhoNya kepada diri kita.
Lolos tidaknya terhadap SELEKSI ALAM akan tetap dikenang tentang dedikasi kita terhadap sesama. Oleh rekan kerja, teman, sahabat dan semua orang yang mencintai kita dari yang tidak suka dengan keadaan diri kita. Hidup dan mati seseorang adalah warna dari itu semua, bila telah mencapai tarat tersebut lengkaplah tentang keberadaan amaliah setiap insan kepada Tuhan, kepada Allah SWT. Dan setiap tangisan kita di dunia akan selalu didengar insan yang lain, namun setiap tangisan kita di akherat hanya akan menghabiskan amal kita yang tidak berbobot. Karena melukai insan yang sudah teraniaya dengan dicabutnya amal baik kita.
Penulis,
Muhshonu Rohman, ST
ghostnaruto@gmail.com
No comments:
Post a Comment