Ibunya, "Upin kamu khan masih sekolah, ya belajar dulu yang bener biar gurumu ikut mendoakan"
Upin, "Aalah maak, jelas aku masih anak sekolahan, kenapa seh itu khan demi cita-cita"
Ibunya, "Anakku hidup sekedar menjalankan tinggal dilakukan"Upin, "Heeh, tapi mak sekolah khan cuma untuk membuang BODOH mak, itu kata orang banyak"
Ibunya, "Memang ada benarnya, tapi alangkah baiknya belajar dan minta restu semuanya biar lancar"Upin, "Eh mak, kemaren teman Upin bilang, Upin apa kamu yakin akan lulus..!?? "He semprul apa kamu juga yakin akan lulus juga", mereka terbahak
Ibunya, "Begini Upin, mak cuma bisa mendo'akan tidak bisa lebih, uang sakumu sama, hmm"
"Tapi do'a ibumu sekarang sudah maksimal anakku!!", sesaat matanya memerah
"Sekolah bukanlah tempat untuk mengejar nilai anakku, tapi tempat menujuNya"
"Bapakmu pernah berkata, "Aku titip Upin bune, berilah dia bekal menjadi manusia biasa, manusia yang mampu membuat semua orang senang, berilah bekal singkong, singkong itu membuat hati kita tenang. Maksudnya jadilah seperti pohon singkong walaupun dipegang patah ujungnya, tapi dibawah tanah masih menyimpan akar yang banyak seolah tidak ada putusnya, buahnya bisa mendinginkan perut, walaupun tidak senikmat nasi. Itulah hakekat hidup Bune", sambil terisak ibunya merenung.
Upin, "Mak, sudahlah semua sudah ada kehendakNya", sambil terdiam dia berfikirIbunya, "Upin, jadilah seperti bapakmu seorang yang sederhana namun selalu tawakal"
Upin, "Upin selalu ingat mak, aku akan belajar, dia tersenyum riang, namun..",
"Mak, do'akan Upin bisa lulus supaya bisa bikin mak senang"
Ibunya, "Tentu anakku, Aku do'akan kamu LULUS dengan baek, sukses kedepannya, Amien"
Begitu banyak dialog yang sering kita dengar demi sebuah harapan manusia, dengan susah payah manusia menemukan sebuah masa depan yang baik, entah akan tercapai atau tidak hanyalah meneruskan perjalanan hidup. Tersadar akan demikian seolah sederhana untuk menemukan arti dari itu semua. Semua berlomba demi cita-cita, menjadi manusia yang berguna, seperti doa saat masih dalam kandungan ibunya. Mereka (orangtua) sangat berharap akan kelahiran anaknya dan berupaya anaknya menjadi buah hati yang akan meneruskan cita-citanya.
Larutlah manusia dengan semua keinginan memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka, menjadikan sebuah harapan yang besar tanpa mengenal kegagalan. Semua harus benar, semua harus lurus dan semua harus menjadi yang terbaik tanpa cacat. Lahirlah anak mereka, hari demi hari dicekoki dengan semua aktifitas yang mengharuskan lurus dan teratur dalam hidup. Belajar, berdo'a dan bersyukur, sesuai tuntunan agama. Harus menjadi nomor satu dalam semua hal. Apabila terjadi kesalahan dihujat, dimarahi, dinasehati dan semuanya yang berbau menyalahkan. Inilah wajah dari umat manusia secara nasional. Sehingga sudah menjadi buah bibir kalau semua anak harus menjadi yang terbaik tidak boleh menyimpang dari semuanya. Harus selalu patuh akan nasehat orang tua dimanapun dan kapanpun harus rajin belajar. Yang lebih menyakitkan orantua banting tulang bahkan sampai ke luar negeri untuk buah hati mereka. Apakah ini wajar? Jawabnya adalah sudah seharusnya setiap orang tua menanamkan budi dan keilmuan untuk anak-anak mereka. tapi..
Sudah banyak terlihat dari segala bentuk intervensi terhadap anak oleh orang tuanya, melahirkan seorang anak manusia yang menyimpang dari kodratNya. Banyak setiap anak beranggapan bahwa orangtua adalah musuh dalam rumahnya sendiri, sehingga mereka melarikan diri ke sekolah, lingkungan pergaulan dan semua tempat yang menyenangkan. Apakah interaksi mereka selalu menjadi bumerang dalam setiap rumah tangga. Jawabnya adalah kembali kepada kepribadian masing-masing, sudahkah menempatkan anak-anak kita sebagai pribadi yang patut diberi tanggungjawab atau sebaliknya. Menjadi figur lembek yang harus selalu ditopang dengan tongkat untuk tegak berdiri berbicara dengan orang lain. Kembalilah menjadi kepercayaan setiap anak, namun pergaulilah mereka dengan damai, walaupun pergaulan di luar sangat keras, tetapi setiap orangtua yang memberikan anaknya tuntunan baik akan selalu menemukan pribadi yang mampu bertanggung jawab, mampu diberi nasehat dan mampu menghargai orang laen.
Saat menjelang sebuah akhir perjalanan panjang sampailah mereka kepada sebuah akhir pembelajaran di sekolah masing-masing. Semua orangtua menekankan anaknya berupaya keras demi kebaikan kedepannya dengan meraih kelulusan. Anak ditempa dengan contoh-contoh bentuk kegagalan dari ketidaklulusan yang terjadi bila tidak belajar. Namun mereka lupa setelah berkata demikian haruslah diimbangi dengan ucapan yang membanggakan. Meyakinkan kalau si anak mampu menjadi harapan orangtuanya. Kata sederhana inilah tolak ukur nilai yang diberikan orangtua untuk kemajuan anak dan kedewasaan anak, sehingga dia mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah menyelesiakan kewajibannya yang besar.
Marilah berdo'a memberikan semangat kepada anak didik kita, anak-anak kita untuk mampu tenang menghadapi tanggungjawabnya. Bahwa semua akan berjalan dengan lancar karena mereka telah berusaha semaksimal mungkin menjadi anak sekolah. Saat inilah semua manusia di seantero bangsa Indonesia bersatu padu secara nasionalisme menjadikan hari Ujian Nasional sebagai tonggak kesuksesan anak-anak mereka, berharap besar kelak buah hati mereka tanpa kekecewaan meneruskan hidupnya dengan normal. kesadaran yang perlu diacungkan jempol yang seharusnya bukan hanya moment UN saja bisa dilakukan dalam dunia pendidikan".
Selamat berjuang semua putra putri bangsa, semoga kesuksesan akan selalu ada di sanubarimu. Tunjukkan bahwa perjuangan kalian tidaklah sia-sia demi harapan semua orang. Harapan orang tua, guru, bangsa negaramu, agamamu. Ta'limlah kepada mereka tidak hanya menjelang UN, niatkanlah ta'lim untuk selamanya. Good Luck!!
Setiap yang berusaha akan menuai sebuah kenyataan, baik buruknya kenyataan akan nyata saat usaha sudah maksimal, bersyukurlah setiap apa yang belum dilakukan dan setiap apa yang sudah terlaksanakan nantinya. Insyaallah sebuah kebaikan datang lebih dahulu sebelum datang hal yang kurang diharapkan.
Crowja Garichu
ghostnaruto@gmail.com
No comments:
Post a Comment