Thursday, April 12, 2012

Indahnya Cinta

Jika semua manusia sudah sempurna, apa yang mereka inginkan?. Sudah punya kolam renang sendiri, mobil pribadi, istri lebih dari satu, hidup di kawasan elite, serba pembantu bahkan robot, kesehariannya hanya hiburan dan olahraga. Memancing, melancong, mendengarkan kicauan burung, bersenda gurau, bercengkrama dan sebagainya. Tentunya tidak akan mengalami penatnya hidup,  hanya kesenangan dan kebahagiaan. Tatkala semua itu sudah mencapai batas kritis, dimana kesenangan hidup tidak membuat hidup tambah bahagia bahkan sedih dan kecewa, dilanda sakit berkepanjangan dan tiada daya dan upaya menikmati itu semua. Apa yang mereka harapkan selanjutnya? Menanti ajal tak kuat hidup setelah ajal menjemput, mau hidup terus dada terasa sesak teman menjauh saudara entah dimana. Tidak di fikir terus melekat bersama jasad. Naluri sudah hilang entah kemana, jangkauan rasa sudah berubah menjadi getir minum terasa hambar, makan terasa pahit. Berjalan ibarat berlari, seolah berlari padahal hanya mimpi saja terus berangsur dari waktu ke waktu. 

Pernah penulis menemukan seorang tua renta berusia sekitar 120 tahun. Apa yang dikatakannya, "Nak, aku tidak ingin sesuatu lagi yang membuat nikmat dan bahagia, melainkan hanya satu keinginanku yaitu.. mati". Sejenak batinku terdiam, kenapa bapak ini berkata dengan lugas dan tegas tentang kematian. Berlanjut dia berucap, "Umurku sudah melebihi fisikku, badanku kadang ringan dan nyaman, namun juga terkadang dadaku sesak tidak bisa menikmati makan dan minum." Hmm, ya memang pikirku wong sudah tua. "Nak, semakin lama kita hidup semakin berat beban yang harus ditanggung, tapi bila umur tidak panjang rasanya sayang sekali meninggalkan dunia yang fana ini", ujarnya. Kenapa, tanyaku, "Lama di dunia hanya akan menumpuk dosa dan kesalahan, semakin tua kita akan semakin payah berfikir, jauh dari syukur. Tapi kenapa kalau aku lihat banyak sekali yang menginginkan umur panjang, padahal yang menjalaninya sangatlah penat. Tapi memang usia jagung sudah mati sungguh sebuah kerugian, karena tidak diberikan kesempatan oleh-Nya menjadi manusia yang tahu berterima kasih. Berterima kasih kepada orangtua, sesama dan Allah SWT".
Cinta Allah kepada kita adalah bentuk nyata anugrah yang tidak bisa di ukur dengan hanya menumpuk harta dan kenikmatan. Cinta Allah tidak akan terbalaskan oleh manusia sepanjang umur manusia tersebut. Ada sesuatu yang bisa di nalar oleh akal fikir kita, tetapi banyak sekali hal yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan pemikiran manusia. Itulah wacana Dhien. Dengan cinta_Nya mata ini mampu terpejam terlelap tidur. Atas cinta_Nya hati ini bisa terdiam saat kemarahan datang. Dengan kehendak_Nya air yang kita minum berubah menjadi keringat dan airmata. Berubahlah wajah yang cantik dan tampan menjadi tua dan peot. Rambut yang lebat dan hitam mulai memutih. Bergeserlah malam menjelang pagi, bergantilah siang kemudian terlarut dalam bentangan kelabu awan dan memerah tenggelam berubah malam mencekam. Berjalan terus tanpa henti menemani beranjaknya usia anak-anak kita.
Kemana kita akan berjalan selanjutnya. Tentunya hanya kenangan yang akan menjawabnya. Dua tiga hari di belakang kita sudah hilang lenyap terlupakan. Berganti ke depan apa yang akan terjadi dengan semangat hidup kita... Sudah saatnya api kita padamkan, namun juga sudah saatnya kita menyalakan kembali api yang telah padam... Api cinta dalam dada kita, cinta untuk kekasih, cinta untuk orang tua, cinta untuk sesama dan cinta_Mu Allah.
Sepi akan datang kehangatan, panas akan hadir kesejukkan, mimpi akan beralih menjadi damai dan  nyata, air akan mengalir dengan suara yang datar, ada dan tiada sudah menjadi jalan, susah dan senang sudah lama menyertai, hidup ini sudah di kelilingi oleh orang-orang yang tercinta. Sudahkah kita berkata 'sayang' untuk mereka.
Dalam tangisan insan tumbuhlah senyuman
berlama tersenyum keluarlah sentuhan
takkala tersentuh berlianglah airmata
mulai terpejam deraslah mengalir airmatamu untukku
Siapa yang akan pergi untukmu
siapa pula yang akan menemanimu dengan cintamu
Tersenyumlah wahai sang surya hangatkan kekasihku

Jasad mempunyai makna arti untuk tulang dan rusuk, mempunyai arah untuk mengalirnya darah, mempunyai jiwa untuk jantung dan hati. Memiliki hidup bila terpasang ruh. Hidup untuk semua orang yang mencintai. Bukanlah hidup hanya untuk mencintai sesuatu.
Wallahu'alam bishowwab.

penulis,
Chie Zhoen

Sunday, April 1, 2012

Kisah Kematian

Si mayit dimandikan oleh kerabatnya di sucikan tubuhnya dengan air wudlu, di sholati bersama dan dihantarkan dengan iringan isakkan tangis. "Saudara hadirin sekalian, marilah bersama kita memberikan penghormatan terakhir bagi saudara kita ... semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi_Nya, Amiiin. Sebagai ucapan terakhir, apakah ... meninggal dengan baik..??, dengan serempak mereka menjawab, 'baiiiik' (Jenazah ingkang asma ... sedo kanthi saee nggiih..??, 'saeeee'..)". Selanjutnya berangkatlah menuju peristirahatan terakhir.
Setelah pelayat berlalu terdengarlah gemuruh suara.. Siapa pangeranmu..? Si mayit menjawab dengan pelan, 'pangeran diponegoro', kemudian kembali terdengar ucapan, siapa nabimu..? si mayit berkata dengan lantang, 'wiro sableng'. terdengar pertanyaan kembali, apa agamamu..? sambil berbisik si mayit menjawab, 'agama yang di KaTePe'. Kembali muncul ucapan, apa kitabmu..? dengan santai mayit menjawab, 'alkohol'.  Selanjutnya kembali terdengar, dimana kiblatmu..? dengan tersenyum si mayit mengatakan, 'ya arah barat mas, wong orang jawa'. Kembali muncul suara, siapa saudaramu..? dengan galau si mayit menjawab, 'rakyat Indonesia'. Hmm, sekelumit dialog yang sering di ingatkan khususnya oleh tukang do'a di kuburan alias kayim untuk menghantarkan jenazah ke alam kubur. Sebuah ritme yang menunjukkan bagaimana manusia setelah lepas dari oksigen di dalam tubuhnya. Manusia akan di sibukkan dengan aturan yang tidak bisa ditawar dan ditolak, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.. apakah akan sesuai seperti yang di ceritakan ataukah malah lebih dahsyat lagi.

Hajat hidup akan berlalu dan lepas setelah jasad tinggal tulang dan daging. Semua keinginan dan harapan telah musnah dan tidak akan kembali lagi. Jatah menikmati kemewahan dunia sudah tidak bisa dinikmati lagi; istri/suami, anak, harta, rumah, pekarangan yang luas, kendaraan yang bagus dan relasi yang banyak hanya memandang dari kejauhan. Sementara kisah si mayit akan selalu dikenang dalam hitungan hari demi hari hingga semuanya melupakan dengan sendirinya.
Berkisahlah sekalian tetangganya dengan pelan. Si fulan semasa hidupnya selalu menjadi bahan pembicaraan. Dimana ada dia selalu ada kedengkian, dia selalu menggunjing sanak saudara, tetangga, teman-temannya. Setiap hari dia berbicara A ternyata kenyataannya B, banyak hati terluka banyak darah tercecer olehnya. Dia tidak pernah sadar walaupun setiap hari sholat, selalu berkata dusta dan mencari kesenangan di atas penderitaan orang lain. Sehingga pelayat enggan mengantarkannya ke liang lahat. Inilah hal yang tidak bisa di tolak jikalau semasa hidup kita hendaknya menjadi insan yang sama antara lidah dan hati serta perangai. Suara lantang karena mempunyai harta yang banyak, enggan menatap orang lain ketika bicara karena merasa lebih dari yang sedang berhadapan dan seterusnya.. Sementara apa yang kita banggakan kalau semua hanya karena Allah SWT yang memberikannya. Hidayah menemukan Allah, hidayah agama, mengenal nabi, bergetar hatinya ketika Al-Qur'an berkumandang dan tenteram hatinya bila berdekatan dengan sesama MUSLIM. Seolah tidak rela menghantarkan jasad si mayit ke dalam kubur.. Inilah bentuk sifat manusia yang wajar jikalau hatinya sudah terluka..
Manusia sekedar berusaha, Allah SWT yang akan menilai semua amal ibadah kita. Walaupun berbagai macam baju yang dikenakan hendaknya kita tetap mempunyai dada Masjidil Haram. Welcome terhadap perbedaan; asah, asih dan asuh dalam bersosialisasi. Wujud nyatanya ada pada wajah kalian masing-masing. Apakah wajah kalian bisa sama dengan hatinya ataukah dengan sekilas siapapun akan bisa menebak wajah dan hatimu. Itulah kisah kematianmu kelak..
Wallahua'lam bishowwab.

by Chie Zhoen

 
back to top