Wednesday, June 26, 2013

Hidup di Dunia pilihan Utama, Kekal di akherat Akhir Keutamaan

Sejauh mata memandang hamparan permadani di sela sungai yang jernih. Itulah pandangan manusia dalam naungan hati yang memuja hidup dalam dunia. Semua ingin mewujudkannya karena hidup yang nyata adalah di dunia. Hidup di dunia bisa merasakan makan enak, tidur nyenyak, menikmati segala kesenangan sesuai keinginan diri kita, mempunyai harapan yang tak pernah sirna sepanjang nafas masih melekat, memiliki hasrat sesuai kehendak hati kita, mempunyai kepuasan sejalan dengan aktifitas sehari-hari, memiliki kelezatan dengan gumpalan harta dan kekayaan kita dan semua hal yang enak yang selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari kita. Namun, hal yang serupa juga tentunya akan sama walaupun sedih, gundah, terluka walaupun rasa sedemikian yang ada dan terjadi kita akan bisa tetap tersenyum dan tertawa dalam nafas di kehidupan kita sehari-hari. Itulah gambaran kecil hidup dan nikmatnya menjalani hidup di dunia yang merupakan pilihan utama katanya (hampir semua penduduk bumi).
Hakekat sesunggguhnya kematangan pola fikir, keilmuan dan nilai spiritual akan sirna manakala banyak hal yang ada dalam kehidupannya tidak sesuai antara harapan dan kenyataan. Harapan yang selalu diraih dan diupayakan seringkali mengalami kegagalan dan jalan buntu dan ujungnya akan melahirkan kenyataan yang sebenarnya akan kegagalan yang selalu hadir. Dan prosentase jiwa yang rapuh lebih besar dibandingkan keyakinan yang selalu mencuat lebih besar bahkan muncul seiring kesombongan. Dunia sementara, akherat selama-lamanya adalah kilas balik dari sebuah dilema sepanjang jaman manusia. Muda menjadi remaja, remaja beranjak dewasa, dewasa mesuk usia tua dan akhirnya nafas telah lepas dari tubuh. Silih berganti manusia sepanjang hidup di dunia bergantian ibarat tumbuhan berganti musim berganti waktu. Banyak tertidurlah umat manusia mendengar sebuah seruan alam, yang ada adalah saling melihat langit yang tinggi tetapi lupa bahwa tanah yang kita pijak jauh dari langit. Sehingga antara hati, jiwa dan keinginan menjadi satu yaitu dunia adalah segala-galanya.
Jika nanti kita bertemu esok pasti akan bertemu bahkan lusa dan di akherat parti akan bertemu. Itulah hendaknya jiwa manusia terhadap sesama, yaitu saling menanamkan kebaikan dalam naungan sosio religius. Gambaran shof yang lurus dengan berbagai keadaan hati saat menghadap illahi adalah wujud nyata kehidupan manusia dalam lautan muka bumi. Bukan tidak mungkin berbagai aktifitas yang berbeda di rasakan hati akan selalu bebeda satu sama lain saat berdiri sejajar di barisan sholat menghadap Allah SWT. Mungkin itu gambaran suasana jiwa dan raga yang menunjukkan kekuatan menerjemahkan hidup di dunia dan hidup di akherat. Karena sudah jelas hidup di dunia adalah segala-galanya walaupun sudah jelas kehidupan akherat sebagai tujuannya. Itulah mengapa manusia saling beda pandangan dan banyak perbedaan yang mencuat dan menjadikan hubungan tidak harmonis. Ada yang berkeyakinan kalau ibadah dan hidupnya sejujur dan selurus dan sebaik jabatan dan kedudukannya di dunia dan meremehkan orang lain. Dan segudang hal serupa yang selalu muncul yang menandakan hidup di dunia adalah pilihan utama sedangkan akherat hanya isapan jempol belaka. Umumnya jelas akan menyangkal pernyataan seperti itu bila dilontarkan, namun hanya segelintir orang yang merasa memiliki rasa lebih jelek dibanding orang lain, yang ada adalah setiap manusia yang mempunyai kelebihan pastilah akan melihat manusia lain dengan semena-mena tanpa empati dan kebaikan. 
Kembali adalah jalan terbaik menghadap Illahi namun saat kembali apakah kita sudah siap melupakan dunia yang fana. Apakah saat itu tidak pernah terlintas kita sudah terbaik di mata Allah SWT ataukah terbaik hanya di mata manusia saja. Gerak mimik dan bibir akan serupa dengan ocehan hati manakala jiwa yang dzikrullah selalu melekat dalam sanubari setelah lepas sholat menghadapnya.
Wallalhu'alam Bishowwab.
penulis,
chiezhoen

Saturday, June 22, 2013

Raport Masa Depan

Banyak hal yang di ukur dengan skor atau nilai, khususnya yang berhubungan dengan konsep komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Tolak ukur nilai adalah jembatan menuju komunikasi verbal antara teori, praktek dan unjuk kerja secara total. Banyak hal yang membuat titik jenuh sebuah kolaborasi antara keseimbangan satu sama lain. Untuk apakah sebuah nilai dimasukkan dalam uji materiil kemampuan peserta didik. Jawabannya adalah untuk mengukur kemanfaatan dari sebuah materi dalam kurikulum yang harus dikuasai untuk kemajuan dan kematangan pola fikir dan keterampilan anak. Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebuah pola pembelajaran dalam lingkup sekolah yang tertuang dalam sebuah paket kurikulum adalah gambaran mengenai maju dan mundurnya akan pemahaman disiplin ilmu. Bagaimana anak bisa mengalami sebuah kematangan setelah sekian banyak pelajaran diperoleh?. Jawabnya adalah seberapa urgennya bentuk kemanfaatan untuk perkembangan otak dan spiritual peserta didik untuk merubah afeksi ke arah lebih terstruktur. Banyak sekali skor atau nilai dijabarkan namun hanya melahirkan anak-anak jauh dari pola fikir bertahan dalam disiplin ilmu yang telah dicapai. Yang ada adalah si anak adalah kertas yang penuh dengan muatan setelah di isi sauh yang banyak dari pengajarnya. Dan bingung untuk apa nilai yang telah dicapai apakah sesuai dalam penerapan setelahnya.

Sementara kalau di telaah hasil terakhir pendidikan dalam sebuah lembaga sekolah adalah nilai. Setelah sekian lama belajar dalam kurun semester sampailah batasan dalam sebuah nilai pencapaian. Dan apabila nilai yang dicapai dalam kurun waktu semester tidak mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) maka dinyatakan bahwa peserta didik tersebut belum kompeten dalam materi tersebut. Sehingga dinyatakan peserta didik harus menjalani "remidi". Lain lagi apabila bentuk pencapaian 'remidi' terjadi kalau peserta didik justru tatap muka dengan guru sangat kurang ibaratnya sekolahnya seperti 'puasa' alias berangkat sekolah senin kemis. Alkisah, jadilah anak yang di remidi saat boomingnya sekolah mereka tidak berangkat, saatnya liburan sekolah malah mengajak gurunya sekolah alias sekolah di musim 'liburan'. Sungguh sangat menarik perkembangan pendidikan di Indonesia dalam basuhan Teknologi yang semakin pesat dengan glamournya uang yang berserakan hingga BBM melonjak parah. 
Ini adalah bentuk nyata mengapa pendidikan jarang sekali melahirkan anak yang punya karakter menjadi pemimpin. Karena mereka terbiasa tersanjung dengan nilai yang baik atau sebaliknya frustasi dengan remidi yang berkepanjangan dalam sekolah. Sementara gurunya penat dengan polah tingkah peserta didik yang keluar rumah masuk ke sekolah dan sekolah tersebut dianggapnya padang rumput yang luas. Guru juga disibukkan dengan berbagai aturan Penyelenggara Pendidikan (Yayasan)  yang selalu memberikan motivasi atau "pembinaan" tanpa titik koma alias seperti sholat lima waktu, rapat tanpa henti dengan tujuan dan arah yang kurang jelas. Sebuah dilema dalam metodologi pembelajaran pendidikan yang jauh dari unsur tongkat estafet kepercayaan. 
Harusnya dimengerti bahwa menyelenggarakan komunikasi secara aturan 'jasa' adalah bagaimana pelanggan adalah sebuah media yang rapuh dengan unsur kekuatan dan uji meteriil. Apabila media tersebut dipanaskan dan ditarik akan patah, juga bila media tersebut dipukul akan hancur. Solusi yang tepat adalah perubahan budaya, dimana budaya yang membangun dan berhati nurani yang mampu menjaga iklim dan ekosistem kondusif sehingga akan melahirkan peserta didik biasa saja namun mempunyai kemampuan luar biasa dan siap kompetisi di luar. Bukannya satu dua orang mendapat juara sementara seribu teman lainnya tawuran di pasar, satu orang mengangkat sekolah seribu orang merobohkan sekolah.
Marilah menjadi lembaga yang siap menjawab pertanyaan pelanggan apabila pelanggan tidak merasa puas akan pelayanan kita semua. Dan hendaknya misi dan visi pendidikan harusnya sinkron dengan deskripsi tugas masing-masing penyelenggara pendidikan yang akan melahirkan sistem yang akurat berjalannya bukan lembaga yang seolah besar namun lemah dalam hati nurani bahkan kropos dengan kemajuan.
Raport yang diperoleh oleh peserta didik adalah gambaran dari raport yang diperoleh untuk guru oleh penyelenggara pendidikan atas semua ketidakpercayaan atas jerih payah pendidiknya setiap saat. Inilah mata rantai yang akan terulang terus sepanjang jaman bila sinkronisasi hubungan sebab akibat tidak mau dirubah.
Inilah mengapa setiap peserta didik hendaknya mampu menilai dan sadar akan nilai yang telah dicapai bahkan bangga akan sebuah 'remidi' yang dicapai, karena jelas bahwa 'remidi' tersebut adalah jalan menuju keyakinan baru untuk perubahan afeksi menuju yang lebih baik. 
Wallahu'alam Bishowwab.
penulis,
chiezhoen

Thursday, June 20, 2013

Cermin Pendidikan

Mengolah sebuah iklim di institusi sekolah adalah pekerjaan yang tidak semudah antara berbagai teori dan segudang pengalaman untuk mewujudkannya, tanpa disejajarkan antara action yang berkesinambungan dan berhati nurani. Semuanya melewati batasan dimana antara hak dan kewajiban adalah perubahan yang mengarah berbanding lurus dalam sejajaran. Nilai illahiyah adalah jembatan menuju hal yang lebih kompleks namun sering nilai ini menjadi bahan pertama yang di kedepannya untuk sebuah kemajuan sekolah. Nilai kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas sering digaungkan untuk menuangkan motivasi yang justru akan melahirkan pertanyaan demi pertanyaan yang melunturkan sebuah perjuangan. Dalam Sistem Manajemen Mutu sebuah institusi akan mengalami uji material secara kontinue yang semuanya ditekankan adanya sebab akibat yang terus berkembang. Sistem ini akan menilai dengan sendirinya bagamaina kesiapan sebuah sekolah menjawab akan tantangan dan tuntutan pelanggan. Seberapa puaskah pelanggan akan pelayanan kita? Jawabnya pasti akan mengalami pasang surut, namun bila setiap lini sistem bisa berjalan sesuai koridor kesepakatan semula dalam Manajemen Mutur yang dilontarkan bersama bukan tidak mungkin sebuah kemajuan akan berjalan mengalir seperti air tanpa hambatan. Bagaimana semua akan terwujud? Marilah bersama saling menghadap cermin.

Pertama, adalah sebuah peta peserta didik (pelanggan). Peserta didik yaitu audiens yang berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang akan menerima sebuah perubahan dalam dirinya untuk menemukan hal baru yang akan menaikkan kognisi, afeksi maupun psikomotorik mereka secara kontinue. Kedua, pendidik dan tenaga kependidikan yaitu alat dalam bentuk manusia yang akan berkomunikasi kepada pelanggan (peserta didik) tentang apa yang akan kita lakukan untuk menumbuhkan wawasan baru dan kekajuan baru dalam berperilaku secara intelektual. Ketiga, Sarana Prasarana dan Penyelengara Pendidikan adalah wahana untuk sebuah kemajuan dalam tujuan pendidikan yang sebenarnya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, Pemerintah dan masyakat adalah opini yang akan menilai kemajuan dalam skala perkembangan dalam sebauh institusi maupun suatu tempat.

Dimanakah letak pendidikan yang sebenarnya?. Pendidikan pada hakekatnya adalah menuangkan citra positif dalam sebuah perubahan pola fikir, sikap dan intelektual untuk sebuah wadah yang akan siap meneruskan jatidirnya menuju sebuah kematangan dan kemajuan. Semoga apa yang kita fikirkan dan apa yang kita cita-citakan bukanlah gambaran kosong dan kesenangan sesaat untuk kemashuran belaka namun letak pendidikan yang sebenarnya adalah menumbuhkan rasa empati untuk selalu menanamkan semangat menjadi pribadi yang baik dalam setiap saat. 
Banyak sekali dijumpai berbagai institusi sekolah berlomba-lomba untuk anak didik mereka mencapai sebuah prestasi dan juara. Dengan kerja yang sangat keras untuk sebuah nama besar dan kemashuran belaka, namun apa yang di dapat di kemudian hari. Masih banyak dijumpai dalam keseharian meraka lemah sekali komunikasi antara ekosistem di sekolah. Satu dua orang yang berprestasi, seribu teman-teman mereka tawuran di jalan meresahkan masyarakat. Apakah ini yang dinamakan sebuah nama besar dan kemajuan. Sekolah ataupun institusi yang besar adalah bagaimana lembaga tersebut memberikan kontribusi menyeluruh kepada pelanggan dan memberikan skor yang baik dalam kepuasan pelanggan bukannya nama besar siswa/peserta didik yang disoroti namun mencakup semua kehidupan dalam sebuah lembaga yang lebih konkrit.
Nilai juang peserta didik adalah gambaran bagaimana pendidik dan tenaga kependidikan telah memberikan argumen yang terbaik terhadap perkembangan mereka. Dan semua itu adalah jasa besar seorang pendidik untuk menuangkan ide dan kreatifitasnya demi kemajuan anak didik mereka. Reward adalah jawaban terbaik atas semua jerih payah selama ini, bukannya cemoohan, ejekan bahkan kurangnya kepuasan atas pelayanan mereka kepada sekolah oleh penyelenggara pendidikan tersebut. 
Sementara di alam bebas (kehidupan nyata), bagaimana selepas sekolah susah payah mencari pekerjaan dengan bekal ijasah sekolah ternama, sementara semua akan berpaling kepada nasib. Setelah mengenyam pendidikan dan pelatihan sampailah menjadi jatidiri bagaimana bang sekolah adalah ladang yang gersang yang melahirkan semangat yang loyo di alam bebas, dengan tidak mampu berkompetisi menjadi pribadi yang kuat. Semoga ini menjadi bahan renungan bahwa mendidik adalah tindakan yang berkesinambungan tidak mengenal PETA peserta didik dan kesiapan untuk selalu menjadi lilin yang akan menerangi peserta didik dengan baik.
Semoga menjadi pribadi yang selalu sabar dalam mendidik anak, karena jiwa seorang pendidik adalah sebuah jiwa yang selalu tenang dalam menjalani statusnya yang naik dan turun. Semoga balasan amal sholeh tetap menjadi lilin yang membawa penerang menuju surga Allah, Amiin.
Wallahu'alam Bishowwab.
 penulis,
chiezhoen

Saturday, June 1, 2013

Perjalanan Sebuah Cinta Di Akhir Malam

Lama sudah sebuah teka-teki hidup berjalan penuh deru dan debu. Dalam pijakan tangan yang masih lemah, tak terasa nyeri menahan karena lupa mengangkat tangan untuk menahan beban. Linu terasa namun hati senang dan bahagia. Saat sebuah hati yang lama tak bertemu datang dalam dentingan ketikan tangan pada keyboard. Sebuah awal mengapa manusia bertemu pandang, manakala manusia menjumpai sebuah perangai jasad yang berubah seiring dengan tinggi badan dan gejolak jiwa muda. Senyum ibarat gemuruh lautan, tertawa ibarat gentuman meriam, marah ibarat kilatan dan guncangan petir yang membahana. Itulah sebuah kisah dimana anak manusia berlain kata mengucapkan isyarat Cinta. Atau entah apa pula namanya saat itu.

Jika ditelaah, sebuah dilema manusia mengapa naik dan turun dan susah dimengerti akan sebuah solusi yang dapat diraihnya, baik antara dua pasang mata dan lainnya. Adalah wacana indah dimana saat yang paling berbahagia manakah manusia bisa terdiam, manusia bisa tertawa, manusia bisa menangis, manusia bisa merenung. Dimana apabila saat itu kembali terkenang dan membuahkan wahana dan warna baru dalam aura tubuh, akan membangkitkan semangat untuk menemukan arti baru dalam waktu yang telah berlalu dan waktu yang akan datang. Usia yang semakin menipis akan membuat jantung semakin rapuh dengan suara alam, akan semakin rapuh dengan bisikan kalbu karena lelah dan gundah dalam kepenatan pencarian hidup dan penghidupan untuk bertahan hidup.

Namun yang perlu direnungkan dan dihayati adalah bagaimana kita menjalani hidup ini sekian lama, itu karena kita mempunyai semangat terhadap perjalanan sebuah teka-teka cinta. Bagaimana menemukan nurani yang masih damai, nurani yang masih polos, nurani yang masih menyisakan empati dalam benak dan tingkah laku. Kemana semua itu akan kembali terbang dalam hitungan nafas yang semakin menipis dalam bertambahnya usia kita. Semua akan terjawab saat kita bisa tersenyum dengan damai terhadap kisah cinta kita yang telah mengisi hari demi hari perjalanan dalam dentingan lonceng demi lonceng. Adakah yang mengira kenapa saat ini kita hanya diam, kenapa saat ini kita malah tertawa. Kenapa saat ini kita menjadi manusia yang acuh. Itulah benih yang tertinggal saat kita mengenal arti cinta.
Nilai amaliah kita sebagai manusia adalah sejauhmana kita menjabarkan teka-teki perjalanan cinta kita dalam gumpalan awan yang naik dan hilang. Cinta kita kepada ayah dan ibu, cinta kita kepada saudara, cinta kita kepada teman dan sahabat, cinta kita kepada kekasih dan cinta kita kini kepada Istri dan buah hati kita semua. Semua adalah nilai yang harus terjawab dengan ringan, bagaimana jiwa yang selalu bangkit dalam suasana hati tak menentu seiring aktifitas sehari-hari membuahkan nilai amaliah yang semakin menumpuk walaupun harus terkikis oleh semua dosa dan kelemahan kita, namun setidaknya masih menyisakan sebuah do'a untuk keselataman jasad dan ruh kita di akherat kelak.
Manusia hanya bisa menilai semua perjalanan hidup termasuk nilai cinta kita di mata yang lain, yaitu sebatas bagaimana menyajikan perjalanan unik yang selalu menjadi kenangan baik untuk nama setelah jasad berkalang tanah. Nilai yang indah adalah bagaimana menyentuh tangan ini dengan cinta yang sebenarnya. Melambaikan tangan kita dengan senyum yang sebenarnya. Memberikan perhatian dengan hati yang sebenarnya. Mengembalikan hidup kepadaNya dengan ikhlas.
Inilah tujuan hidup seorang anak manusia. Dimana jalan yang panjang akan semakin panjang dan jauh namun tampak tak terasa lelah menjalaninya apabila kaki ini masih bertapak dalam alas permadani cinta. Jalan yang panjang dengan glamournya hidup akan sampai tujuan juga entah besok atau lusa namun do'a yang istiqomah semoga akan menemukan Dia dalam dekapan Iman yang utuh dalam jasad yang utuh menghadapMu.
Perjalanan dalam akhir malam penuh nikmat dan dawai hidup, manakala nuansa cinta masih ada dalam benak anak manusia yang mencoba mendalami hidup semakin jauh menembus langitMu. Untaian malam semoga menjadi dialog resmi antara sebuah nilai dan anugrah dalam bentangan nikmat.
Good night.
 
Wallahu'alam Bishowwab.
Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim
Penulis,
Chie Zhoen

 
back to top