Friday, March 29, 2013

Kritikan Waktu

Ibarat listrik akan mengalami losses saat jaringan dipancarkan dari gardu induk. Banyak sekali arus yang hilang ditengah perjalanan menuju pengguna atau rumah-rumah. Demikian juga masalah amal dan ibadah kita sehari-hari dari kecil hingga menjelang usia senja. Yang bisa menilainya adalah waktu yang selama ini kita lalui sepanjang hidup ini. Yang teringat dan selalu diingat adalah saat ini memperbanyak pahala dan amal sholeh (katanya). Dengan semangat dan bangga kita menjalani sujud setiap dentingan lonceng pertanda waktu sholat tiba. Dengan keyakinan penuh akan pahala yang melimpah, sementara kita lupa banyak kesalahan yang akan terjadi setelah kita melewatinya. Setelah selesai melakukan ibadah dengan ikhlas dan khusu' mulailah bilangan amaliah kita akan tergores seperti air di gelas yang retak. Dalam hitungan waktu air yang ada di gelas lenyap tinggal gelas bahkan gelas itu jadi kusam ataupun pecah tertabrak kucing.
Makna yang ingin penulis ungkapkan adalah bagaimana nilai ibadah kita yang begitu banyak akan digerogoti oleh gumpalan-gumpalan awan yang akan menurunkan hujan menyapu amal-amal kita ibarat debu terkena air hujan lenyap tak tersisa bersih tinggal tulang belulang kembali penuh nanah. Apa makna tersebut. Makna itu adalah bagaimana amal-amal kita tidak terasa hilang begitu saja tanpa kita sadari manakala kita melakukan kesalahan penggunaan indera kita setiap waktu. Contohnya adalah bibir kita. Bibir kita yang mungil atau yang dower sering kita perlakukan secara kurang nyaman atau asal berbicara. Dengan santainya mengungkapkan aib orang lain, dengan santainya membicarakan keburukan orang lain, dengan sengaja melukai perasaan orang lain, dengan semaunya sendiri membuat hati orang lain terluka. Sehingga singkat cerita doa-doa kita terlempar bersamaan dengan ucapan kita yang penuh makna untuk melukai perasaan orang lain, jadilah sebuah jalan hidup kita selanjutnya. Semua pembicaraan mungkin ada sebab dan akibatnya, namun berbicara yang berlebihan adalah akan memperbanyak sebuah dosa yang semakin melebar. Muncullah sebuah amplas yang akan menggerogoti amal dan ibadah kita bukannya semakin bertambah tetapi lambat dan merayap melenyapkan amal dan bahkan merusak ibadah-ibadah kita kepadaNya. Di sadari ataupun tidak yang ada pasti semua akan lupa akan apa yang telah diperbuat dan apa yang telah diucapkan baik itu kepada saudara, teman, kekasih bahkan tulang rusuk kita, karena umumnya apa yang kita cintai dan sayangi seringkali pertama kali yang kita lukai perasaannya.
Jauh dilubuk hati yang terdalam manusia akan bisa tersenyum saat bisa merasakan kehangatan kebahagiaan, namun yang pasti jelas setiap manusia akan mengalami goyah hati dan egois manakala setiap menangis dan lama berhenti, setelah usai air matanya hatinya akan mengeras membuahkan semangat baru yaitu semangat hidup atau sebaliknya semangat untuk cita-cita yang lain yang akan melahirkan air mata baru ke depannya.
Banyak sekali kita menjadi manusia yang penuh berkah dan nikmat. Diberikan ilmu yang tinggi, diberikan kemulyaan dengan harta, diberikan anak yang pintar dan lucu-lucu mirip dengan kita, diberikan rumah yang mewah dan pekarangan luas dan indah, diberikan kendaraan yang bagus hingga ke WC naik mobil. Itu mungkin gambaran manusia yang bahagia hidup di dunia entah nanti ketika di akherat tergantung amal, amalnya digerogoti tikus atau hama lain itu tergantung cara memperlakukan amal kita yang sudah ditabung, mau ditaruh di kulkas atau di gudang padi.

Bani Israil yaitu kaum yang kaya dengan nikmat, mereka diberikan semua oleh Allah SWT namun apa yang terjadi, seperti ungkapan jawa (wes diwei kepenak eseh njaluk seng angel), mantepno atine seng biasa bae men akeh syukure lan kesembadan seng dadi pangayuhmu", (sudah diberikan kenikmatan yang mudah masih meminta yang lebih dan lebih), mantapkan hati dengan warna sederhana supaya mampu bersyukur dan bisa tercapai semua upayamu.
Semua akan kembali kepada hati nurani, qolb dan akhlak kita yang sudah terbentuk oleh waktu dan aqidah. Semoga akal budi kita selalu dalam koridor iman dan taqwa kepada Allah SWT sehingga mampu berdiam diri dengan bibir yang tetap indah hanya dengan tersenyum menyikapi hidup.
Wallahu'alam Biishowwab.
subhanallah wabihamdihi subhanallah hiladzim
Penulis,
Chie Zhoen

Saturday, March 23, 2013

Ikhlas di MATA Manusia dan Ikhlas bagi Allah

Dalam setiap perubahan iklim pasti akan melahirkan kegalauan karena kurangnya daya imun seseorang terhadap perubahan tersebut. Pertahanan tubuh menurun, daya kreatifitas melemah, imajinasi suram, kepatuhan susut dan banyak lagi perubahan yang membuat semangat menjadi loyo. Perubahan ini harus selalu di nilai positif oleh siapapun khususnya setiap pemberi kebijakkan baru. Kenapa demikian? Karena hakekatnya penilaian pribadi dari orang lain lebih jeli daripada kita menilai diri kita sendiri. Intinya setiap hal yang membuat perubahan adalah membawa ekses yang akan menjadikan manusia semakin patuh atau sebaliknya banyak bermunculan gejala dari penolakan sistem baru karena jauh lebih menyedihkan mungkin daripada sistem yang lama. Mengajak dan memberikan apresiasi terhadap orang lain adalah sebuah upaya yang konstan dalam artian membimbing dan membina mentalitas secara utuh bukan memandang siapa dan bagaimana hal tersebut diberlakukan. Jikalau kita menilai diri sendiri lebih baik dibanding orang lain terlebih untuk memajukan sebuah ekosistem, yang ada adalah hubungan kurang harmonis yang menjadikan kita lupa apakah kita lebih baik, lebih cerdas atau lebih punya arti dibanding orang lain. Melupakan bahwa semua elemen adalah punya andil yang besar dalam membangun semangat dan membesarkan sebuah sistem hingga mencapai taraf terbaik.

Sedikit sekali kita mengenal orang lain apalagi dalam tingkatan sebuah arti ikhlas. Dalam kehidupan sistem yang ujung dan pangkalnya memberikan opini yang nyata yaitu pertumbuhan dan pengembangan sosio kultur, peningkatan kualitas jasa dan kualitas audiens. Sering dilupakan makna sebuah kebersamaan, siapa yang kuat dia akan menindas yang lemah. Dan siapa yang lemah jelas seringkali menjadi bahan gunjingan dan anekdot. Ada istilah sebuah hubungan sebab akibat antara pelayan dan majikan. "Bayarlah upahnya sebelum kering keringatnya". Apapun bentuknya istilah ini melekat pada hubungan antara pekerja dan sebuah institusi. Pekerja bersusah payah memberikan sesuatu yang terbaik dinilai masih kurang pas, berangkat sering telatlah, tidak konsisten, malas-malasan dan segudang istilah yang menyedihkan. Sehingga muncul pertanyaan, 'Bagaimakah kualitas seorang yang profesional? Jawabnya ada yang menyatakan berangkatnya sehabis subuh, ada yang mengatakan tidak seriang mbolos, ada pula yang menyatakan administrasinya semua rapi, ada yang menilai tegas dan suaranya lantang dsb. 
Sebuah sistem yang berkualitas adalah menyejajarkan antara hak dan kewajiban semua anggota keluarga dalam sistem tersebut tanpa menilai kualitas SDM yang ada dan memberikan batasan yang relevan antara profesionaliti dan nilai finansial. Apabila salah satu lebih dominan (umumnya kualitas finansial kurang memadai) dengan sebuah kerja keras yang panjang tanpa lirikan pemberi kebijakkan, jelas akan menuai kontradiksi antara mata rantai sebuah sistem. Apalagi ditawarkan sebuah nilai IKHLAS, sebuah konsep yang sangat riskan dengan bantahan, sanggahan ataupun perilaku membangkang atau tidak patuh aturan. Dan hal ini sebuah kewajaran yang nyata di manapun adanya.
Ikhlas di mata manusia adalah bagaimana manusia tersebut merasa tenang untuk menuangkan ide dan kreatifitasnya tanpa mengenal kaku dan takut, jelas jerih payahnya tidak hanya diacungkan jempol oleh atasannya namun diberikan reward yang total. IKHLAS bagi Allah adalah bagaimana kita memberikan kebaikan kepada orang lain atau istilah sederhana bersedekah dengan kekuatan hati dan finansial kita TANPA di lihat oleh orang lain dan tidak pernah merasa berbuat banyak terhadap orang lain. Apabila nilai ikhlas kepada Allah dalam bentuk apapun dari sebuah penghargaan kerja kita kepada sistem misalnya sudah bisa di mengerti jelas jiwa dan hati kita lebih tenang. Karena hati setiap orang akan berkata lain manakala setiap yang diterima dari jerih payah, hati tidak tentram karenanya. Jelas Allah akan memberikan sebuah sangsi terhadap pemberi kebijakkan kenapa keringat yang menetes jatuh tergilas debu hilang tanpa bekas dibiarkan begitu saja. 
Dan barang siapa sudah merasa ikhlas, sudah merasa imannya paling kuat, sudah merasa tinggi ilmunya, sudah merasa paling taat beribadah. Sesungguhnya dalam hati orang tersebut sudah tumbuh penyakit riya dan sombong terhadap nilai ikhlas kepada Allah SWT. Inilah koridor dholim dalam skala spiritual secara luas. Dan ini akan berimbas pada kelangsungan ekosistem sebuah institusi, apalagi institusi tersebut bergerak dalam bidang jasa. Kemegahan dan kesuksesan institusi jelas berbanding lurus dengan kualitas reward yang diberikan bagi anggota keluarga dan karyawan dalam intitusi tersebut. Istilah orang jawa "ana setitik dipangan bareng, nek akeh yaa dibagi rata" (rejeki yang sedikit sama-sama dinikmati, rejeki yang melimpah haruslah semua bisa menikmati)
Semoga kita menjadi manusia biasa yang akan melahirkan pribadi-pribadi yang luar biasa dan berkualitas dengan sebuah sistem biasa-biasa saja yang akan melahirkan kekuatan super dan sangat luar biasa akan dikenang sepanjang sejarah peradaban anak manusia yang kita ciptakan. Marilah memberikan apresiasi yang utuh terhadap jerih payah seseorang bukannya menekan dan memberikan keterpaksaan yang justru memberatkan dan menjadikan jiwa semakin tidak ikhlas bahkan dholim terhadap sesama.
Fastabikhul Khoirot dengan sewajarnya dengan konsep menjadi pribadi seadanya dan sederhana. Namun punya ide dan semangat yang tetap konstan demi kelancaran peserta didik pada intinya dan sistem pada umumnya.
Wallahu'alam Bishowwab.
wal 'ashri. innal insaana lafii khusr. illalladzina aamanu wa'amilush shaalihaati watawaashaubilhaqqi watawaashau bish shabr

penulis,
Chie Zhoen

Wednesday, March 20, 2013

Wacana dalam Memotivasi Anak

Sejenak alam bawah sadar kita kembali merenung. Kita akan mengungkapkan falsafah hidup kenapa manusia sangat dekat dengan Allah SWT namun melupakan semua kenikmatannya secara sportif dan lupa menunduk di hadapan manusia yang lain. Mengapa penulis ungkapkan hal demikian, karena sudah saatnya penulis menuangkan dehidrasi dari akar permasalahan kenapa manusia saling tidak bertegur sapa dan enggap bertatap muka. Banyak yang beranggapan apa yang kita nikmati sepenuhnya usaha dan kerja keras tanpa mengenal lelah, jujur dan bersih. Seolah tak ada duri yang tertinggal dalam setiap pencapaian sebuah keberhasilan dalam menggapai semua hal yang membuat kenikmatan dunia semakin hidup ("katanya"). Dengan uang dan kemewahan misalnya, semua bisa dibeli seperti membeli krupuk lengkap dengan toples-toplesnya. Nilai krusial yang terbentuk adalah sebuah kualitas eksistensi akal dan budi yang akan berjalan beriringan atau bertolak belakang. Inilah yang menjadikan setiap manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya menengadahkan wajah enggan bertegur sapa dan eksentrik serta egois. Hingga semakin hari budaya dan penyakit hati semakin bersarang muncullah sebuah kesombongan.

Apa sebenarnya yang menyebabkan kesuksesan akan berujung nestapa dalam alam yang berbeda? Setiap manusia akan mengalami sebuah fase yang membedakan prinsip, keinginan dan perubahan akhlak. Manusia akan berubah prinsipnya manakala dia sudah lelah dengan kegagalan dalam mempertahankan prinsip karena justru prinsipnya melemahkan kelemahan dan tidak bisa menutupi kelemahannya itu. Keinginan yang sering tercapai justru membuat rasa tidak percaya bilamana sering bertentangan dengan hati nurani. Perubahan akhlak terbentuk karena prinsip dan kenyataan yang membuat jiwa kurang puas dan resah. Setelah ditelaah dengan arif sampailah sebuah nilai kesimpulan adanya sebab akibat. Sebab yang membuat keyakinan iman dan amaliah kita luntur ibarat debu yang berterbangan, ibarat air mendidih dan menguap habis. Akibat yang menimbulkan tanda tanya besar kenapa hidup jauh dari tentram dan nikmat (kalau mau jujur tentunya).

Adanya itu semua karena jiwa dan nurani kita hampa akan semangat menumbuhkan kenikmatan hidup. Nikmat telah menjadi kaya, nikmat telah tinggi ilmunya, nikmat dalam kesejahteraan keluarga, nikmat dalam bernafas menghirup harta benda kita dalam selimut yang hangat. Akhirnya kita lupa tidak bisa mewariskan sebuah pola fikir terhadap anak buah hati kita. Mewariskan sebuah hati agar tetap beriman dan menjadi anak sholeh yang akan menolong dalam kesesatan di alam keabadian kelak. Apa yang menjadi jawaban itu semua?
Marilah kita menengok sejenak sebuah contoh dalam Al Qur'an. Dimana Allah SWT menggambarkan sebuah mata rantai kemulyaan dan kedamaian untuk penduduk bumi menjelang panggilan dan tabungan menuju surgaNya. Kuncinya adalah Allah SWT mewasiatkan kepada Lukman supaya mampu bersyukur untuk sebuah kesempurnaan dan kemulyaan manusia. Nilai syukur ini telah berbuah sebuah kematangan menerima kenikmatan syurga secara total. Sampailah Lukman mewasiatkan kepada anak-anaknya supaya menanamkan kebaikan, walaupun kebaikan itu sebesar biji sawi sekalipun terbenam dalam batu atau di langit atau di bumi. Lukman mampu menegaskan untuk selalu mendekat dengan Allah SWT dengan sholatnya, mengerjakan hal-hal baik dan mencegah yang mungkar, bersabar terhadap sebuah cobaan Allah. Lukman mampu mengingatkan supaya tidak berlaku sombong terhadap sesama, mewasiatkan kesederhaan dalam tutur kata dan tingkah laku. Dan dengan tegas Lukman mewasiatkan agar jangan sekali-kali menyekutukan Allah SWT dengan apapun karena sebuah kezaliman yang besar.
Bagaimana sebuah wasiat yang dengan gamblang dipaparkan karena dalam jiwa Lukman sudah penuh dengan rasa syukur atas semua anugrah Allah SWT sehingga mata kakinya mampu melihat surga-Nya walaupun masih hidup dalam dunia yang fana.
Arti penting inilah yang seharusnya diwariskan dan ditanamkan untuk menumbuhkan sebuah kontruksi jiwa dan semangat dalam mendidik anak sebagai amanah sekaligus buah hati penerus keturunan.
Maksudnya bagaimana pola asuh dalam mendidik anak dan mengembangkan pola fikir peserta didik selaku pengajar misalnya mampu meluruskan akal budi yang menyimpang dari jalur empati dan amal sholeh serta tabungan amal yang abadi. Yaitu dengan cara memutar dan menggodog super ego mereka supaya mau merenung dan membuat perubahan secara drastis dalam hitungan waktu yang pendek membuahkan perubahan akhlak dan perangainya. Memberikan sebab akibat bagaimana jikalau nasi sudah menjadi bubur atau sebaliknya nasi mau dijadikan semangkuk bubur. Hingga sebuah contoh tidak perlu di contohkan karena sudah membentuk perubahan berbeda pada diri semangat hidup anak menemukan jati dirinya.
Jawaban ke depan itu semua kembali kepada maqom kita, apakah kita siap menjadi orang tua yang baik, apakah kita siap menjadi orang tua yang jujur, apakah kita siap menjadi anak kecil setelah anak-anak kita tumbuh dewasa yaitu memberikan tanggungjawab penuh dengan ide-ide mereka. Kesemuanya tergantung warna aura kita, mampukah wajah yang sangar mengeluarkan aura yang sejuk. Mampukah kita dzikrullah dengan hati bergetar walaupun harta menumpuk dalam pundak.
Wallahu'alam Bishowwab.
Illahi anta maqsudi, waridhoka matlubi, a'tini mahabbataka wa ma'rifataka
 
Penulis,
Chie Zhoen

Friday, March 1, 2013

Cinta Kepada Hidup

Ibarat tidurnya manusia tanpa sebuah ucapan bismillah, manusia tersebut selama tidur di iringi oleh syaitan. Tidurnya wanita dia diiringi oleh syaitan laki-laki dan sebaliknya syaitan perempuan akan menemani tidurnya seorang anak manusia laki-laki. Kenikmatan hidup akan terasa indah dan semakin bertambah indah takkala setiap kenyataan ditemui oleh sebuah mimpi-mimpi. Harapan-harapan yang belum bisa diraih dalam kenyataan hidup di dunia bisa diraih walaupun itu lewat mimpi. Itulah hebatnya Allah SWT sang pencipta, selalu memberikan sebab akibat yang akan memberikan setiap jawaban anak manusia dalam semua keinginan-keinginan setiap harinya. Jadi siapapun yang menyatakan Allah SWT tidak adil bisa dipastikan manusia tersebut tidak bisa merasakan nikmatnya sebuah hidup dalam kenyataan walaupun itu dalam kenyataan alam mimpi.

Setiap datang pagi, hilir mudiklah manusia mencari sejuknya udara pagi menemani aktifitas sesuai hati nurani. Dari wilayah timur manusia menuju wilayah barat, dari barat meluncur ke arah timur, dari selatan menuju utara, dari arah utara berhamburan menuju arah selatan. Itulah aktifitas manusia sesuai dengan bidang pekerjaannya. Hilir mudik dan lalu lalang setiap hari dalam dekapan pagi. Menjelang siang udara tambah panas aktifitas dihentikan mulailah datang kepenatan. Namun kepenatan yang membawa udara panas semakin panas dengan bisingnya persaingan dan kemunafikan diguyur secera serentak oleh derasnya air hujan. Hawa yang panas menyengat serta merta musnah dengan dentingan hujan membasahi alam bawah sadar manusia untuk relaksasi tekhadap perbedaan.

Bait demi bait kalimat yang dilantunkan penduduk bumi adalah fenomena mengapa wajah bumi terkadang hijau, terkadang merona dan terkadang membara. Manusia-manusia yang ingin mewujudkan mimpi-mimpinya menjadikan sebuah kenyataan yang menyebabkan itu semua. Kenapa manusia mempunyai kehangatan ambisi dan kemegahan dunia? Jawabnya adalah manusia biasa yang tidak bisa mempunyai jiwa seperti malaikat. Manusia melekatnya dengan bisikan syaitan terlebih sisanya adalah bisikan malaikat sepanjang datang waktu sholat. Muncullah mimpi-mimpi dalam setiap helawaan nafas manusia yang mencoba mendifinisikan semangat setelah dikasih kemampuan dan diberikan kemampuan untuk memajukan dunia dengan akal fikirnya. Jadilah mereka menumbuhkan impian-impian walaupun di atas penderitaan orang lain. Menjadikan impian-impian mereka melayang dan terbang membubung tinggi ibarat layang-layang.Manusia ibarat anai-anai dengan impian dan ambisi masing-masing. Dan akan hilang setelah nafas mimpinya menemui nafas akherat yaitu ajal.
Begitu banyak hal yang menjadikan setiap orang merasa dirinya sudah mewujudkan impian-impiannya dikala tidur. Menjadikan impian yang tenggelam bersama hembusan udara mimpi menyeruak menjadikan imun untuk tangguh menghadapi gejolak hidup untuk meneruskan hidup di dunia. Tangan kanan dibantu dengan tangan kiri bahkan tangan-tangan yang lain ikut andil untuk mencapai suatu tujuan hidup. Tatkala tangan kiri berucap tangan kanan ikut memberikan argumen dan membenarkannya. Begitu pula tangan kanan dengan cekatan memberikan persepsi tangan kiri akan selalu mengiringi secara reflek. Itulah kenikmatan Allah SWT yang dijabarkan bagi manusia-manusia yang haus akan kasih sayang Allah SWT. Semua hal yang diimpikan manusia dalam hitungan detik selalu dipenuhi oleh_Nya. Dan tersadar akan hal tersebut manusia baru menyadarinya setelah apa yang diimpikannya telah musnah dengan kenyataan-kenyataan baru yang melekat menemui wajah-wajah baru dalam mimpinya. Sehingga bismillah media terbaik sebelum menemukan mimpi-mimpimu kelak.
Tersenyum akan lebih indah setelah kita banya tertawa dan menangis. Dan terdiam adalah upaya mengobati dari gejolak-gejolak mimpi yang ingin dituangkan dalam sebuah wujud nyata. Air yang mengalir akan bersuara tatkala melewati rintangan-rintangan bebatuan, manusia adalah air dan rintangan tersebuh adalah mimpi dan kenyataan hidupnya.
Wallahu'alam Bishowwab.
Laqad ja akum rasulun min anfusikum 'azizun 'alaihima 'anit tum harissun 'alaikum bil mukminin rau'fun rahim..
Penulis,
ChieZhoen

 
back to top