Saturday, March 23, 2013

Ikhlas di MATA Manusia dan Ikhlas bagi Allah

Dalam setiap perubahan iklim pasti akan melahirkan kegalauan karena kurangnya daya imun seseorang terhadap perubahan tersebut. Pertahanan tubuh menurun, daya kreatifitas melemah, imajinasi suram, kepatuhan susut dan banyak lagi perubahan yang membuat semangat menjadi loyo. Perubahan ini harus selalu di nilai positif oleh siapapun khususnya setiap pemberi kebijakkan baru. Kenapa demikian? Karena hakekatnya penilaian pribadi dari orang lain lebih jeli daripada kita menilai diri kita sendiri. Intinya setiap hal yang membuat perubahan adalah membawa ekses yang akan menjadikan manusia semakin patuh atau sebaliknya banyak bermunculan gejala dari penolakan sistem baru karena jauh lebih menyedihkan mungkin daripada sistem yang lama. Mengajak dan memberikan apresiasi terhadap orang lain adalah sebuah upaya yang konstan dalam artian membimbing dan membina mentalitas secara utuh bukan memandang siapa dan bagaimana hal tersebut diberlakukan. Jikalau kita menilai diri sendiri lebih baik dibanding orang lain terlebih untuk memajukan sebuah ekosistem, yang ada adalah hubungan kurang harmonis yang menjadikan kita lupa apakah kita lebih baik, lebih cerdas atau lebih punya arti dibanding orang lain. Melupakan bahwa semua elemen adalah punya andil yang besar dalam membangun semangat dan membesarkan sebuah sistem hingga mencapai taraf terbaik.

Sedikit sekali kita mengenal orang lain apalagi dalam tingkatan sebuah arti ikhlas. Dalam kehidupan sistem yang ujung dan pangkalnya memberikan opini yang nyata yaitu pertumbuhan dan pengembangan sosio kultur, peningkatan kualitas jasa dan kualitas audiens. Sering dilupakan makna sebuah kebersamaan, siapa yang kuat dia akan menindas yang lemah. Dan siapa yang lemah jelas seringkali menjadi bahan gunjingan dan anekdot. Ada istilah sebuah hubungan sebab akibat antara pelayan dan majikan. "Bayarlah upahnya sebelum kering keringatnya". Apapun bentuknya istilah ini melekat pada hubungan antara pekerja dan sebuah institusi. Pekerja bersusah payah memberikan sesuatu yang terbaik dinilai masih kurang pas, berangkat sering telatlah, tidak konsisten, malas-malasan dan segudang istilah yang menyedihkan. Sehingga muncul pertanyaan, 'Bagaimakah kualitas seorang yang profesional? Jawabnya ada yang menyatakan berangkatnya sehabis subuh, ada yang mengatakan tidak seriang mbolos, ada pula yang menyatakan administrasinya semua rapi, ada yang menilai tegas dan suaranya lantang dsb. 
Sebuah sistem yang berkualitas adalah menyejajarkan antara hak dan kewajiban semua anggota keluarga dalam sistem tersebut tanpa menilai kualitas SDM yang ada dan memberikan batasan yang relevan antara profesionaliti dan nilai finansial. Apabila salah satu lebih dominan (umumnya kualitas finansial kurang memadai) dengan sebuah kerja keras yang panjang tanpa lirikan pemberi kebijakkan, jelas akan menuai kontradiksi antara mata rantai sebuah sistem. Apalagi ditawarkan sebuah nilai IKHLAS, sebuah konsep yang sangat riskan dengan bantahan, sanggahan ataupun perilaku membangkang atau tidak patuh aturan. Dan hal ini sebuah kewajaran yang nyata di manapun adanya.
Ikhlas di mata manusia adalah bagaimana manusia tersebut merasa tenang untuk menuangkan ide dan kreatifitasnya tanpa mengenal kaku dan takut, jelas jerih payahnya tidak hanya diacungkan jempol oleh atasannya namun diberikan reward yang total. IKHLAS bagi Allah adalah bagaimana kita memberikan kebaikan kepada orang lain atau istilah sederhana bersedekah dengan kekuatan hati dan finansial kita TANPA di lihat oleh orang lain dan tidak pernah merasa berbuat banyak terhadap orang lain. Apabila nilai ikhlas kepada Allah dalam bentuk apapun dari sebuah penghargaan kerja kita kepada sistem misalnya sudah bisa di mengerti jelas jiwa dan hati kita lebih tenang. Karena hati setiap orang akan berkata lain manakala setiap yang diterima dari jerih payah, hati tidak tentram karenanya. Jelas Allah akan memberikan sebuah sangsi terhadap pemberi kebijakkan kenapa keringat yang menetes jatuh tergilas debu hilang tanpa bekas dibiarkan begitu saja. 
Dan barang siapa sudah merasa ikhlas, sudah merasa imannya paling kuat, sudah merasa tinggi ilmunya, sudah merasa paling taat beribadah. Sesungguhnya dalam hati orang tersebut sudah tumbuh penyakit riya dan sombong terhadap nilai ikhlas kepada Allah SWT. Inilah koridor dholim dalam skala spiritual secara luas. Dan ini akan berimbas pada kelangsungan ekosistem sebuah institusi, apalagi institusi tersebut bergerak dalam bidang jasa. Kemegahan dan kesuksesan institusi jelas berbanding lurus dengan kualitas reward yang diberikan bagi anggota keluarga dan karyawan dalam intitusi tersebut. Istilah orang jawa "ana setitik dipangan bareng, nek akeh yaa dibagi rata" (rejeki yang sedikit sama-sama dinikmati, rejeki yang melimpah haruslah semua bisa menikmati)
Semoga kita menjadi manusia biasa yang akan melahirkan pribadi-pribadi yang luar biasa dan berkualitas dengan sebuah sistem biasa-biasa saja yang akan melahirkan kekuatan super dan sangat luar biasa akan dikenang sepanjang sejarah peradaban anak manusia yang kita ciptakan. Marilah memberikan apresiasi yang utuh terhadap jerih payah seseorang bukannya menekan dan memberikan keterpaksaan yang justru memberatkan dan menjadikan jiwa semakin tidak ikhlas bahkan dholim terhadap sesama.
Fastabikhul Khoirot dengan sewajarnya dengan konsep menjadi pribadi seadanya dan sederhana. Namun punya ide dan semangat yang tetap konstan demi kelancaran peserta didik pada intinya dan sistem pada umumnya.
Wallahu'alam Bishowwab.
wal 'ashri. innal insaana lafii khusr. illalladzina aamanu wa'amilush shaalihaati watawaashaubilhaqqi watawaashau bish shabr

penulis,
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top