Thursday, May 29, 2014

Roda memutar antara jempol, telunjuk dan kelingking

Seorang guru sedang memberikan arahannya kepada siswa yang masih kecil-kecil, dengan apresiasi memberikan simbol jempol, "Anak-anak bila kalian suka membersihkan kamar sendiri, kalian adalah anak yang pinter dan jempol", kata ibu guru dengan lantang. Di tengah-tengah sahutan dan jawaban semua anak-anak seisi ruangan. Tiba-tiba anak yang bernama Adi menyeletuk dengan santainya. "Bu gulu, belum hebatlah, jempol aja kalah sama jentik", ujar Adi dengan tenangnya. Sang guru hanya terdiam sejenak, tanpa kehilangan akal dia berucap, "Iya benar Adi, tapi itu khan kalau adu jari atau pingsut". Sambil tersenyum gurunya mengeryitkan dahi.

Mimpi dalam malam akan semakin mendalam saat sang bulan muncul mengabaikan sinar matahari yang enggan ikut muncul karena tugasnya telah usai, sang mataharipun enggan berbicara dalam tenggelamnya oleh sahutan bulan. Waktu semakin larut dengan bintang menemani rembulan turut memberikan warna dari luasnya langit supaya langit cerah ibarat siang. Namun upaya bulan dan bintang tidak sekuat matahari yang dengan terangnya memberikan kecerahan menyinari semua sisi kehidupan manusia.

Simbol dalam telapak tangan kita sangat akan terbuka lebar saat jari kita saling terbuka lebar mencari kesibukan dalam rentang waktu sepanjang siang dan dalam. Ada yang sibuk menuliskan arti hidup, ada yang sibuk menguatkan tangan dengan membajak sawah, ada yang sibuk meliukkan jemari menari dalam dawai malam, ada yang sibuk memutarkan guratan aliran darah dalam putaran tasbeh, ada yang menunjuk orang lain sementara empat jari mengarah ke dada sendiri, ada yang melecehkan orang lain dengan jari tengah diacungkan ke orang lain dengan bilang "fuck u", ada yang dengan hitmat mengangkat tangan dengan lafadz yang membahana "allahuakbar", ada yang menengadahkan tangan dengan jemari yang banjir dengan uraian airmata, ada yang sibuk dengan menggaruk kaki dengan jari jemari karena digigit nyamuk. Dan banyak sekali aktifitas yang membuat jari jemari kita akan lelah dengan otak yang menggerakkannya.

Roda urutan jemari dalam sebuah permainan anak, adalah upaya menengahi sebuah dilema dalam hidup manusia. Bagaimana telapak tangan kita yang menyimbolkan huruf M yang banyak mengartikan Maut atau Mati akan ditopang dan ditutupi dengan jari jemari yang siap memberikan warna menuju saat dalam titik pusat M. Dan umumnya setiap manusia yang dekat dengan manusia lain karena mereka saling menderita, namun sebaliknya jika salah satu dari mereka berbeda status dan punya dua sisi yaitu penderitaan dan kebahagiaan suatu saat mereka akan terpisah satu sama lain.
Dimana jari kelingking akan kalah dengan jari telunjuk, sementara jari telunjuk akan kalah dengan jempol, sedangkan jempol sendiri akan tumbang dengan kecilnya jari kelingking. Itulah sebuah permainan. Namun apabila penulis memberikan hikayat lain bolehlah bisa memberikan makna yang berbeda. Jempol bila diangkat akan memberikan warna berbeda, bila kita mengangkatnya memberikan arti apabila kita memberikan pembenaran dan kelebihan kepada orang lain ataupun sebaliknya untuk diri sendiri yang akan menciptakan sebuah ornamen dari sifat takabur dalam lini yang terpendam yaitu qolb. Saat jari telunjuk di acungkan akan sama dalam awal arti yaitu antara orang lain dan diri sendiri yaitu menunjuk dan membenarkan, menunjuk orang lain dalam kebenaran atau sebaliknya, membenarkan dalam ingatan dan kesanggupan dalam sebuah arti tersirat otak dan kenyataan. Sedangkan kelingking adalah gambaran jari yang dilupakan banyak manusia karena pada dasarnya manusia akan lupa betapa kecilnya dihadapan yang menciptakan sehingga bila kelingking ini diacungkan akan menuai banyak ketidakyamanan suasana. Semua hanyalah hikayat, setidaknya filosofi adalah sebuah renungan yang tidak disalahartikan menjadi masalah yang serius, namun setiap yang fana adalah punya warna dalam bentangan arti yang luas, seluas samudra yang tidak bisa dijabarkan dalam akal fikir kita.
Allah SWT akan membimbing umatnya dalam semua perkara dalam dunia ini dengan sabar dan sholat, semoga kita menjadi manusia yang sholeh. Amin.
Wallahu'alam Bishowwab.
penulis,
Chie Zhoen

Friday, May 2, 2014

Hardiknas 2014

Kisah kasih di sekolah, itulah yang masih tergiang di benak para murid. Baik yang sudah drop out alias mantan siswa ataupun telah almarhum atau melupakan sekolahnya karena sudah jadi Legislatif dan Pejabat. Sekolah adalah media yang sering digaungkan oleh para leluhur yaitu orang tua dan mbahnya orang tua ataupun guru itu sendiri. Sekolah adalah ujung pangkal yang melahirkan berbagai polemik hidup sehingga orang tua ikut terjun menemani anaknya di dalam kelas (anak mama judule). Sekolah adalah biangnya kerusuhan yang menyebabkan anak-anak tawuran tak kunjung usai (tak hanya siswanya gurunya juga ikut bersaing tidak sehat). Sekolah menjadikan egoisme tinggi melawan kemunafikan, ingin tersohor menjadi sekolah favorit semua siswanya jadi juara olimpiade dan sebagainya. Sekolah menjadikan anak-anak yang susah di atur, mau menang sendiri dan susah diajak dialog. Sekolah menjadikan pembodohan nilai, pingin lulus cari bocoran sampai terkencing-kencing akhirnya guru kencing berlari murid mengencingi gurunya. Sekolah menjadi tolak ukur peradaban yang semakin pesat, internet masuk sekolah akhirnya saling nonton bokep bersama.

Itulah gambaran sadis sekolah di jaman sekarang, karena sekolah menghasilkan berbagai kemajemukan masyarakat yang menumbuhkan saling pro kontra antara orang tua, guru dan masyarakat. Buah bibir sekolah telah lama dikenang baik kita maupun generasi yang lampau. Yang sedang sekolah yaitu siswa banyak sekali tidak belajar dari generasi sebelumnya bagaimana mereka bersekolah karena dinilai jaman dahulu semua serba kurang modern. Yang sudah selesai sekolah mereka sibuk dengan pekerjaan sehingga melupakan peran sekolah bahkan ada orang tua yang masih beranggapan kalau sekolah (red) cuma untuk melepas kebodohan istilah jawanya 'nggo mbuang bodo'. Yang menekuni sekolah guru dan penyelenggara sekolah menggenjot siswanya biar berprestasi sementara tingkat kecerdasan mereka terbatas ibarat main game hanya level 9 sudah game over, ya cuma segitu kemampuannya. Yang sedang gethol-getholnya buat gedung dan sarana prasarana sekolah baru, punya mimpi besar menjadikan sekolah batu loncatan seolah mau meloncat ke alam barzah atau surga sekalian. Sebuah ornamen dan wajah sekolah yang haus akan darah korban seperti korban gunung meletus terkena wedus gembel. Apakah itu semua gambaran pendidikan di negeri ini. Semua berujung pangkal dari kodrat bahwa negara ini warisan penjajah, bagaimana penduduknya rentan dengan kedzaliman dan anarki, gampang terprovokasi tergiur dengan mimpi dan janji. Semoga negara ini cepat pulih.
Pendidikan adalah nilai yang mutlak, bagaimana lewat nilai pendidikan manusia akan mengerti akan setiap perubahan pada diri mereka, mengerti akan kapan sadar tentang kehidupan dia dan sekelilingnya. Bila semua paham akan wujud nyata ini mungkin negara dan ekosistem pendidikan sadar betul, tidak hanya keegoisan yang muncul dalam pencapaian pendidikan dalam semua lini. Sudah lama hari lahirnya pendidikan terlewati dan sudah banyak kemajuan yang di capai bangsa ini, namun apakah semangat pendidikan masih teriang dalam benak atau hanya sebagai rutinitas harian dan gengsi pribadi dalam menyekolahkan putra putri kita. Dengan rangking ya selalu dibahas tak kunjung usai seolah mengejek dengan kesengajaan. Dan semua bentuk manifestasi dari hasil pendidikan. Pendidikan akan melahirkan berbagai literatur anak bangsa dengan berbagai konsep perkembangannya. Akan melahirkan pengganti generasi ke generasi ke depan dan mau di bawa kemana negara ini selanjutnya. Semoga lahirnya kontak pendidikan di Indonesia menjadi biang ke arah kemakmuran dan bukan sebaliknya.
Jutaan manusia sudah menjadi pandai dan tidak mau di atur, itupun hasil dari pendidikan selama ini di negara tercinta. Semoga bagaimanapun keadaannya marilah kita terima dengan hati terbuka dan saling bahu membahu menjadi orang baik. Untuk pencitraan pendidikan secara hakiki yaitu pendidikan adalah warna dari wajah kita sendiri.
Wallahu'alam Bishowwab.
Selamat Hardiknas 2014
penulis,
Chie Zhoen

 
back to top