Wednesday, May 19, 2021

Perjalanan Menuju Rahmat-Mu


Sekilas memandang hamparan sawah yang mulai beranjak menunjukan kehidupan setelah benih padi tersemai dan ditanam dalam petakan-petakan berderet sebelah gedung sekolah. Desir angin membawa lamunan setelah selesai menghadap-Mu dalam rengkuhan dhuhur yang indah. Dawai kegalauan sedikit beranjak manakala tidak dijumpainya teman-teman dekat seperjuangan. Mereka sudah terlebih dahulu pulang dengan urusannya masing-masing. Sambil menghela nafas rendah penulis merenung apa yang telah terlampaui selama ini. Merenung pula inikah perjalanan yang telah penulis lalui hingga saat ini. Berjuang untuk hidup dan menikmati hidup bersama dawai pekerjaan. Sambil duduk bersandar di pojok timur masjid Asma' Bin Abu Bakar penulis menghela nafas sambil melihat status WA seseorang yang lucu, disitu tertulis ada ucapan resmi dari Dirjen terkait Idul Fitri, penulis tersenyum ada seseorang yang gundah akan sebuah ucapan, tapi sudahlah penulis berfikir terlewat dulu apa yang tergiang di hati. Nikmati dulu sepoy angin menghembus masjid pada terik matahari setelah dhuhur. Ada getir yang punah entah apa yang ada dalam benak. Entahlah.
            Penulis tersentak manakala ada percakapan antara 3 orang jamaah sholat dhuhur sebelum turun dari masjid. Mereka asyik berbicara mengenai aktifitas di masjid. Asyik kedengarannya, namun lambat laun apa yang mereka argumenkan menaik menjadi sebuah bahasan yang lebih urgen yaitu tentang sholat, sholat berjamaah yang yang mengharuskan mengikuti ucapan imam untuk meluruskan dan merapatkan shof. Terdengar hal tersebut adalah hal yang umum sudah dibicarakan seorang muslim. Sudah semua orang mengetahui akan perihal tersebut, bahwasannya meluruskan dan merapatkan shot saat sholat berjamaah adalam merupakan salah satu kesempurnaan sholat. Namun yang penulis tergerak untuk mendengarkannya bahwa nuansa tema tersebut melemahkan siapapun yang tidak patuh akan hal tersebut seolah melemahkan seorang jamaah yang kurang mematuhi aturan tersebut. Apalagi kalau melihat kondisi masjid saat ini yang harus mematuhi protokol kesehatan karena efek pandemi Covid-19. Yang mengharuskan di masjidpun harus menjaga jarak dalam sholat. Sahkah meraka dalam bahasan tersebut, inikah yang membuat penulis galau mendengarkan pembicaraan tersebut terlebih ada yang keras berbicara seolah hal utama dalam sholat harus dipatuhi tidak boleh tidak. Akhir pembicaraan mereka turun serambi masjid dan beranjak pulang, satu orang pergi melangkah, kebeteulan melalui jalan depan penulis bersandar tembok. Penulis hentikan langkahnya.
Berhenti saudara, ada yang mau saya tanyakan. Begini, tadi jamaah yang sholat di masjid ini semuanya apakah anda tahu siapa sholatnya yang diterima Allah SWT?, Sambil bingung dia menjawab, Wah, kalau hal itu urusan Allah SWT. Terus sambil gusar penulis meneruskan, Kalau memaang seperti itu kenapa dipermasalahkan, sholat itu urusan Allah dalam menerima sekaligus pahalanya, sekarang begini sholat haruslah lurus dalam niatnya, menghadap Allah tidak terkecuali. Lepas itu lupakan hal yang lain satu tujuan menghadap Allah SWT. Sambil bergeser penulis menempelkan tangan yang terhunus seperti pedang menempel di sebelah leher orang tersebut. "Sekarang begini, kalau ini pedang apakah anda mampu berjihad seandainya ini siap menebas dan malaikat maut datang. Apakah anda siap untuk mati saat ini. Sambil gusar orang tersebut kaget, Maaf saya tidak siap. Sambil gusar penulis menyanggah. Kalau memang sholatmu itu sudah yaqin akan membawamu ke surganya Allah kenapa anda tidak sanggup. Apa yang anda bicarakan tentang sholat adalah amalan yang pertama kali dinilai, dimana kalau sholatnya baik semua amalannya baik, kenapa anda takut menghadap Allah saat ini. Bila memang kualitas sholat anda sudah yang terbaik. Sambil bingung dia diam terdiam."

Sambil tersenyum sinis penulis berucap, "Jangan suudhon terhadap orang lain apalagi sesama jamaah yang berjejer bersama imam yang sama. Jangan beranggapan hanya kamu yang mampu menerjemahkan kualitas sholat saat menghadap Allah. Yang terhisab tidak hanya sholat semua amalan akan terhisab di sisi Allah SWT. Apakah sholatnya terbaik amalan yang lainnya baik, wallahu'lam hanya Allah yang maha Mengetahui. Seorang ibu saja bisa masuk neraka kenapa karena tidak hanya amalan sholat saja yang ternilai dihadapan-Nya, walaupun seoang ibu melahirkan anak manusia. Jangan suudhzon terhadap orang lain bila ingin amalan mu tidak hilang. Jangan mengolah akal fikiranmu namun hatimu tidak pernah diolah, sudah banyak saya lihat bagaimana seorang muslim mengolah ketajaman ilmunya lewat ketajaman otaknya, namun hatinya tidak pernah terolah dengan dzikrullah, yang ada satu sama lain saling beragumen dengan aqli mereka tanpa mau mengalah tentang semua hal apalagi tentang ilmu Allah. Ini adalah hal yang melemahkan kenapa manusia tidak menajamkan hatinya untuk memperbaiki sholatnya."

Wassalamu'alaikum, sambil berlalu jamaah tadi yang merupakan salah satu pengurus masjid tersebut berlalu, wa'alaikumsalam wr.wb ucap penulis. Semoga dia memahami apa yang telah terjadi pada dirinya. Bahwa Allah adalah maha segalanya, entah itu manusia dalam taraf tertinggi yaitu sedang dalam beribadah kepada Allah ataupun seorang manusia sedang terjerumus dalam lembah maksiat. Allah SWT selalu mengingatkan bahwasanya kita tidak boleh takabur atas kesalehan kita. Astaghfirullahal 'adhzim, penulis beristighfar semoga ini adalah kesalahan penulis atas pembicaraan tadi. Semoga Allah menunjukan jalan yang terbaik atas ucapan-capan penulis. Sepanjang jalan sampai pulang kerumah penulis berfikir dan merenung nikmat Allah memang sangat besar, "namun manusia bolehlah memikirkan akan ciptaan-ciptaan-Nya tetapi jikalau manusia selalu berfikir akan zat-zat Allah, akal fikir kitalah yang akan terlena dan hati akan lemah dan gundah akan nikmat Allah SWT. Subhanallah wabihamdi subhanallahil adhzim, Allahumma sholli'ala muhammad wa 'ala ali sholli 'ala muhammad astagfirullahal 'adhizim waatubu illaihi."

Saudaraku, saat penulis merenungi ini semua semoga menjadi bahan renungan kita akan nikmat yang terlupakan, nikmat sehat dan kesempatan. Sehat menjalani hidup dan pekerjaan serta beribadah. Sempat dalam menggapai nikmat Allah. Seolah termangu bimbang penulispun tidak mengangkat video call dari teman-teman saat menjelang sore mereka menelfon. Maaf teman-teman hati ini masih gundah dan resah akan peristiwa siang tadi, semoga Allah menunjukkan MATA HATI penulis untuk selalu istiqomah terhadap Agama Allah SWT. Astagfirullahal 'adhzim.

Wallahu'alam Bishowwab.

penulis, 

Muhshonu Rohman, ST

Tuesday, May 18, 2021

Apa yang engkau renungkan saudaraku


Sejalan dengan berbagai raut wajah yang menaungi perjalanan hidup anak manusia, gundah adalah ratapan setiap insan sepanjang kaki dipijakkan. Nuansa selalu datang silih bergani menapaki alunan lembut suara adzan dan suara desingan peluru pada pesawat televisi saat Agen 007 James Bond beraksi. Itulah warna hidup akankah berubah menjadi suatu nurani tanpa lelah. Sejurus dua gerakan akan membentuk ornamen desahan. Sejauh ini, coba kita renungkan. Apa yang sudah kila lakukan selama ini. Apa yang sudah tercapai selama ini, apa pula kenikmatan yang sudah termiliki oleh kita semua. Sudahkah menjadi nilai yang indah dalam relung hati kita semua. Menjadikan kualitas bathin kita terjaga untuk selalu berkata syukur kepada-Nya. Ataukah masih bimbang atas ketentuan-Nya. Kalau mau berfikir dan berkata jujur, setiap orang masih punya harapan dan tujuan yang jauh dari angan-angan dan tarjet. Mungkin bagi kalangan manusia yang mempunyai taraf kehidupan yang mapan bahkan berlebihan. Meraka tidak mau tahu atau sambil berjalan ataupun malah sebaliknya super tarjet dan link and degree. Lepas dari itu pasti setiap manusia akan merasakan gundah atau lelah dalam berjalan. Akankah bingung sudah cukupkah ini semua untukmu.

        Kepribadian, ambisi dan ego adalah penentu kualitas watak dan karakter yang terbentuk untuk memiliki kualitas memandang alam dan isinya. Manakala Tuhan menciptakan manusia, tidak satupun makhluk yang sudah diciptakan terlebih dahulu oleh Allah SWT akan bisa memahami kesempurnaan makhluk yang namanya manusia. Dari penciptaannya manusia terbuat dari tanah. Secara fisik adalah lemah, tertusuk duri saja tidak tahan. Semua mencibir akan kemampuan manusia kelak. Tak terkecuali malaikat Allah. Mereka menyangsikan kemampuan manusia dibanding ciptaan yang lain. Iblis justru bingung akan ciptaan Allah, kenapa manusia diciptakan dari tanah. Karena bentuk manusia inilah yang menyebabkan munculnya polemik dan akhirnya dunialah yang tepat untuk wadah manusia menjadi perjalanan panjang sebelum ditarik kembali ke akhrerat. Manusia terlahir di bumi dan akan melewati perjalan usia yang akhirnya mati kembali ruhnya menghadap Allah.
Banyak sisi hidup manusia punya alibi seolah mereka adalah warna terindah dari manusia lain, semua seolah menoleh kepada kita. Kesuksesan, kejayaan, kenyamanan hidup, melihat kita seolah selalu sehat, beruntung, tanpa susah, disegani, punya jabatan, dihargai di sekitarnya. Dan semua hal yang indah dipandang manusia lain. Padahal Allah adalah zat yang maha tahu dan rahman.

Akhir kisah banyak manusia yang menilai manusia lain dari sudut pandang itu semua. Manusia yang sekiranya belum beruntung selalu dihujat, dicaci, dijelekan, di buli, dan disakiti hatinya tanpa menoleh bahwa yang menciptakan kita semua adalah Allah SWT. Belum tentu yang teraniaya akan lebih jelek kedekatannya dengan sang khalik. Belum tentu apa yang dimiliki ter buli yang seolah cobaan mampu disandang oleh orang lain. Bila hal itu keterbalikannya akankah sanggup mereka semua menyandangnya. Inilah dasar renungan sepanjang lepas perjalanan Ramadhan. Kenapa Syawal adalah bulan menetapkan kebaikan, bagaimana bulan Syawal adalah penentu menuju kebaikan yang lain. 

Mungkin akan lebih tepatnya biarkan saja mereka yang sudah membuat kita merenung dan gundah serta pedih terluka hatinya akan merasakan rasa yang sama bahkan lebih melalui perjalanan hidup meraka kelak, tidak salah apabila kita mendo'akan hal yang serupa kelak dilalui mereka, supaya bisa sama merasakan. Karena seorang guru bukan lah seorang yang terbaik, istilahnya pengalamanlah guru yang terbaik untuk bisa kita menjadi manusia berempati dengan benar.

Kalau menilik dari Silaturahim, pro kontra antara kebaikan dan keterbalikan, kebaikan adalah penentu itu semua, tak jarang selepas silaturahim banyak jiwa yang justru terluka karena ego saudara/famili sendiri saling menoleh dan melirik dengan sinis sehingga semakin melukai perasaan saudaranya.

Renungan insan adalah buaian masa depan yang akan berbuah manis atau berdarah. Tetapi setiap manusia yang bisa merenung adalah manusia yang selalu menajamkan mata hati untuk menjadi pribadi yang tawadlu, pribadi yang qonaah, pribadi yang tahu berterimakasih akan nikmat Allah yang sebenar-benarnya. Apabila Qur'an menanyakan "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?". Maka jawablah Yaa Rabb, Tak satupun nikmat-Mu yang telah aku dustakan.

Semoga menjadi bahan renungan saudaraku, Wallahu'alam Bishowab.

penulis,

Muhshonu Rohman, ST

 

 
back to top