Tuesday, May 18, 2021

Apa yang engkau renungkan saudaraku


Sejalan dengan berbagai raut wajah yang menaungi perjalanan hidup anak manusia, gundah adalah ratapan setiap insan sepanjang kaki dipijakkan. Nuansa selalu datang silih bergani menapaki alunan lembut suara adzan dan suara desingan peluru pada pesawat televisi saat Agen 007 James Bond beraksi. Itulah warna hidup akankah berubah menjadi suatu nurani tanpa lelah. Sejurus dua gerakan akan membentuk ornamen desahan. Sejauh ini, coba kita renungkan. Apa yang sudah kila lakukan selama ini. Apa yang sudah tercapai selama ini, apa pula kenikmatan yang sudah termiliki oleh kita semua. Sudahkah menjadi nilai yang indah dalam relung hati kita semua. Menjadikan kualitas bathin kita terjaga untuk selalu berkata syukur kepada-Nya. Ataukah masih bimbang atas ketentuan-Nya. Kalau mau berfikir dan berkata jujur, setiap orang masih punya harapan dan tujuan yang jauh dari angan-angan dan tarjet. Mungkin bagi kalangan manusia yang mempunyai taraf kehidupan yang mapan bahkan berlebihan. Meraka tidak mau tahu atau sambil berjalan ataupun malah sebaliknya super tarjet dan link and degree. Lepas dari itu pasti setiap manusia akan merasakan gundah atau lelah dalam berjalan. Akankah bingung sudah cukupkah ini semua untukmu.

        Kepribadian, ambisi dan ego adalah penentu kualitas watak dan karakter yang terbentuk untuk memiliki kualitas memandang alam dan isinya. Manakala Tuhan menciptakan manusia, tidak satupun makhluk yang sudah diciptakan terlebih dahulu oleh Allah SWT akan bisa memahami kesempurnaan makhluk yang namanya manusia. Dari penciptaannya manusia terbuat dari tanah. Secara fisik adalah lemah, tertusuk duri saja tidak tahan. Semua mencibir akan kemampuan manusia kelak. Tak terkecuali malaikat Allah. Mereka menyangsikan kemampuan manusia dibanding ciptaan yang lain. Iblis justru bingung akan ciptaan Allah, kenapa manusia diciptakan dari tanah. Karena bentuk manusia inilah yang menyebabkan munculnya polemik dan akhirnya dunialah yang tepat untuk wadah manusia menjadi perjalanan panjang sebelum ditarik kembali ke akhrerat. Manusia terlahir di bumi dan akan melewati perjalan usia yang akhirnya mati kembali ruhnya menghadap Allah.
Banyak sisi hidup manusia punya alibi seolah mereka adalah warna terindah dari manusia lain, semua seolah menoleh kepada kita. Kesuksesan, kejayaan, kenyamanan hidup, melihat kita seolah selalu sehat, beruntung, tanpa susah, disegani, punya jabatan, dihargai di sekitarnya. Dan semua hal yang indah dipandang manusia lain. Padahal Allah adalah zat yang maha tahu dan rahman.

Akhir kisah banyak manusia yang menilai manusia lain dari sudut pandang itu semua. Manusia yang sekiranya belum beruntung selalu dihujat, dicaci, dijelekan, di buli, dan disakiti hatinya tanpa menoleh bahwa yang menciptakan kita semua adalah Allah SWT. Belum tentu yang teraniaya akan lebih jelek kedekatannya dengan sang khalik. Belum tentu apa yang dimiliki ter buli yang seolah cobaan mampu disandang oleh orang lain. Bila hal itu keterbalikannya akankah sanggup mereka semua menyandangnya. Inilah dasar renungan sepanjang lepas perjalanan Ramadhan. Kenapa Syawal adalah bulan menetapkan kebaikan, bagaimana bulan Syawal adalah penentu menuju kebaikan yang lain. 

Mungkin akan lebih tepatnya biarkan saja mereka yang sudah membuat kita merenung dan gundah serta pedih terluka hatinya akan merasakan rasa yang sama bahkan lebih melalui perjalanan hidup meraka kelak, tidak salah apabila kita mendo'akan hal yang serupa kelak dilalui mereka, supaya bisa sama merasakan. Karena seorang guru bukan lah seorang yang terbaik, istilahnya pengalamanlah guru yang terbaik untuk bisa kita menjadi manusia berempati dengan benar.

Kalau menilik dari Silaturahim, pro kontra antara kebaikan dan keterbalikan, kebaikan adalah penentu itu semua, tak jarang selepas silaturahim banyak jiwa yang justru terluka karena ego saudara/famili sendiri saling menoleh dan melirik dengan sinis sehingga semakin melukai perasaan saudaranya.

Renungan insan adalah buaian masa depan yang akan berbuah manis atau berdarah. Tetapi setiap manusia yang bisa merenung adalah manusia yang selalu menajamkan mata hati untuk menjadi pribadi yang tawadlu, pribadi yang qonaah, pribadi yang tahu berterimakasih akan nikmat Allah yang sebenar-benarnya. Apabila Qur'an menanyakan "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?". Maka jawablah Yaa Rabb, Tak satupun nikmat-Mu yang telah aku dustakan.

Semoga menjadi bahan renungan saudaraku, Wallahu'alam Bishowab.

penulis,

Muhshonu Rohman, ST

 

No comments:

Post a Comment

 
back to top