Thursday, March 20, 2014

Life is create

Seperti halnya makhluk lain, manusia akan sampai pada titik kejenuhan dalam menjalani kehidupan. Ibarat siang akan lelah berganti petang dan malam. Ibarat tua akan berangsur tua dan renta. Laksana gading akan retak terkena hempasan udara. Ibarat sampan hanyut ke tengah lautan akan kembali terseret ombak menepi. Ibarat hujan datang lambat laun akan berhenti memandang pelangi. Ibarat airmata akan terhenti terkena senyuman, canda dan tawa. Itulah gambaran manusia dalam kurun waktu menjalani hidup dalam dunia yang fana. Namun semua akan kembali pada indahnya sebuah hidup yaitu bisa merasakan senang, susah dan bahagia. Jikalau alam fana sudah tidak bersama kita, apakah semua hal itu akan bisa di nikmati dengan nyata.
Manusia sering mengalami kemegahan dan glamournya hidup namun seringkali lupa akan kejenuhan akan semua hal tersebut. Bila semua sudah tercapai apa yang akan bisa diraih lagi. Akan kembali bermimpi bersama angin dan angan, terbang tinggi menapaki lautan dan jurang. Hanyut lagi dalam dawai keindahan dengan kekasih lain, dan larut dengan lantunan syahdu alam mimpi. Kian dalam dan luruh dengan deburan ombak lautan.

Jikalau hidup adalah kenyamanan tentunya kematian adalah bertolak sebaliknya. Yaitu gambaran pemikiran manusia siapapun yang hidup di dunia ini. Terkisah dahulu beberapa puluh tahun yang lalu, penulis mempunyai guru spiritual. Beliau berusia lanjut sekitar 120 tahun, namun di usia yang tidak sedikit beliau masih bisa menapak dengan gagah bahkan masih mampun naik angkutan.  Beberapa bulan penulis mengikuti sepak terjangnya. Kemanapun bila beliau berkunjung penulis selalu menemani kemanapun pergi. Sampai suatu hari penulis bertanya. Tanya tentang bagaimana di hidup dengan usia selama itu. Dengan tenang beliau menjawab, seorang manusia yang beruntung adalah manusia yang berumur panjang. Namun dengan nada sedih beliau juga bergumam. Sebenarnya hidupku ini sudah lelah semua keinginan sudah terlampaui, semua hal sudah pernah dicapai, suka dan duka hidup di dunia sudah pernah dirasakan. Cuma satu keinginanku, yaitu kematian. Mati untuk menghadap sang khalik Allah SWT. Alangkah indahnya menemuiNya, semakin jauh aku berjalan dengan umur panjang semakin berat beban hidupku karena semakin banyak dosa yang diperbuat dan semakin sulit menumpuk amal kebaikan. Itulah jawaban beliau, sebuah jawaban manusia yang menyalahi keinginan semua manusia di muka bumi ini. Semua manusia ingin berumur panjang bisa menemani anak dan cucuk. Namun sebaliknya kalau sudah berumur jauh memanjang kejenuhan adalah titik temu antara hidup dan kematian.
Nilai kehidupan adalah bagaimana manusia menemukan teman hidupnya yaitu amal perbuatan yang dinikmati dengan iringan indahnya menemukan Allah SWT dalam naungan hatinya. Namun yang telah nyata bahwa manusia akan semakin sulit menemukan Allah apabila setiap harinya jasad dan ruhnya dihiasi dengan kenikmatan hidup di dunia. Prosentase yang sangat kecil dia akan mampu menemukan jatidiri hidup dalam kematiannya di dunia, yaitu kematian dalam menjalani glamournya hidup. Jikalau manusia menemukan Allah SWT hanyalah segelitir jasad yang mampu menerjemahkannya, selebihnya jasad yang tertempel ruh yang masih dinaungi ubudunya bin takabur.
Manusia di selimuti awan-awan kaca yang menempel di sekitar tubuhnya yang akan rapuh dan getas bila tersenggol manusia lain. Bila tersentuh akan pecah berantakan seperti hamburan kaca-kaca berserakan menjadi himpitan luka di sekujur tubuh.

Semoga kita mampu menerjemahkan hidup menjadi manusia sejati dalam naugan dhien yang sebenarnya. Dan semoga Allah SWT menjadikan kita penduduk surga yang kekal abadi. Amin ya rabb.
Wallahu'alam Bishowwab.
penulis,
chie zhoen

 
back to top