Wednesday, April 30, 2014

Mentari dalam Payung Senja

Setiap yang musnah akan mencoba kembali utuh, apa yang hilang akan dicoba untuk kembali ke permukaan, apa yang terlempar sedikitnya ada hal yang ingin diambil kembali. Sesuatu yang tertunda akan kembali menjadi bergairah mencoba untuk kembali melanjutkan langkah demi langkah. Dan harapan yang masih ada bisa akan memunculkan kembali sebuah semangat untuk mencapainya. Mungkin itu semua kata-kata yang selalu bisa diungkapkan untuk mengibur diri dari semua bentuk pernyataan supaya kita bisa memulai lagi dengan hal yang lebih bijaksana. Namun pada hakekatnya semangat yang baru adalah bentuk kelelahan lahir banthin yang dipaksakan untuk menjadi pilihan supaya hidup lebih bermakna. Setiap penambahan umur manusia jarang sekali yang merasakan bahwa umur yang mereka lalui justru berkurang. Yang ada adalah bagaimana umur bertambah akan menjadikan ingkar dan semakin menjadi padi yang siap menjadi mengayom para petani dari kelaparan, semua berjalan dengan capaian keberhasilan yang telah dilalui pada umur yang telah lalu. Apa yang telah diraih adalah hal nyata bagaimana dia telah sukses dan sudah pantas menjadi bahan gunjingan akan kesuksesan dan keabsahan menjadi manusia berguna. Apalagi pada tataran materi dan amaliah yang sekarang sering menjadi buah bibir dalam era kegalauan hidup jaman smartphone dan android.

Manusia akan selalu tampil beda dalam setiap suasana, suasana hati bahkan suasana jiwa dan ruh. Jikalau ada kata pujangga, kenapa manusia mati meninggalkan nama sementara gajah mati meninggalkan gading. Jawabnya adalah bila manusia mati meninggalkan tengkorak itulah kenyataannya, namun apabila manusia mati meninggalkan nama jelas nama itu akan dikenang sepanjang kita masih bisa mengingatnya minimal satu generasi ke belakang. Nama manusia yang bagaimana menjadi tolak ukur dapat dikenang karena kebaikannya, kemuliaannya, kedermawanannya, kehalusan budinya, baik tutur katanya, empati dalam kehidupan sosialnya, mampu menjadi figur yang selalu ada dalam setiap kesempatan dan sebagainya. Akankah itu menjadi batu isyarat sebagai manusia yang punya nama yang harum.
Jawabnya adalah manusia akan harum namanya apabila Allah SWT menghendakinya, hanya Dia yang paham akan tutur kata, hati dan jiwanya, semua nilai yang dimiliknya seutuhnya Dia yang akan menilainya bukan manusia ataupun setan sekalipun. Sudah saatnya setiap insan menilai insan yang lain dalam pandangan ruh yang utuh, dalam pandangan indera keenam karena jamannya sudah internet indera kelima adalah jasad sedangkan indera keenam adalah wujud dari perumpamaan bentuk yang sebenarnya.
Jika ditelaah semua akan berujungpangkal, seperti kita menemukan air dalam tumpukan jerami, menemukan air dalam padang rumput, menemukan air pada padang pasir, menemukan air saat sedang dahaga. Semua rasa sakit akan hilang dengan percuma muncul menjadi nikmat yang tiada tara. Perumpamaan itu akan sama bila mentari beranjak menjauh dari tengah hari menuju senja yang indah. Payung senja akan muncul memberikan warna manusia, memandangmu mentari seolah hati yang resah hilang dan sirna menjadi asa baru menemukanMu dalam balutan malam. Mimpiku pada malamMu akan kuraih kembali walaupun hanya sekedar mimpi, ibarat orang awan lebih baik bermimpi daripada terjaga hanya menggunjing orang lain.
Indah nian sebuah hidup untuk menjadi manusia baru, tetapi jauh sekali waktu yang ditempu menjadi manusia baru kembali dalam hidupMu. Tiada setara dengan perjalanan waktu yang telah dilalui dengan usapan asa yang pasti dan netral. Semoga kita semua akan menemukan keabadian bentuk dalam wujud manusia, bukan keabadian bentuk dalam wujud yang lain.
Allahumma sholi ala sayyidina muhammadin qod'dhokot hilati adrikni ya Rasulullah
Wallahu'alam..
penulis
Chie Zhoen

Thursday, April 10, 2014

Arti Pemimpin dalam berpolitik

Apa yang digelar dalam sebuah pesta adalah gumpalan awan mendung yang putih sedikit gelap, awan tersebut akan hadir dalam renungan manusia yang selalu mencari sebuah nikmat. Nikmat menjadi hasil dari semangat, antuasias, komitmen dan prefesionalisme. Semua bentuk pesta adalah menghanyutkan bahkan memabukkan. Pesta bagaimana yang dikemukakan penulis adalah semua jenis pesta yang benar maupun jenis pesta yang salah. Misal sebuah pesta dalam bentuk ibadah, mengajar manusia untuk menemukan Tuhannya. Pesta yang dikemukakan adalah bagaimana menyadarkan umat dalam bentuk pembenaran tentang adanya surga dan neraka. Mengajak umat dalam pendekatan yang frontal kurang harmonis. Mengajak untuk beribadah dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Nabi dengan arogan. Apakah Islam sebua agama yang demikian? Tentunya kalau kita bisa JUJUR seorang Nabi tidak pernah mengajarkan umatnya menjadi pribadi yang demikian. Akhlak Nabi adalah sebuah akhlak yang terlepas dari sifat ujub, riya, iri, dengki, takabur dan sebagainya. Sementara saat pengajian dan selepas pengajian justru akhlak kita semakin berkurang taraf syukurnya. Merasa sudah mengaji, mempunyai wawasan tentang pendekatan terbaik dan sudah bisa dipastikan akan dekat Allah SWT dan ibadahnya jelas akan diterimaNya.
Inilah fakta yang membedakan munculnya pemahaman yang berbeda tentang Islam yang dibawa oleh Nabi kita. Sehingga muncul berbagai paham dan sekte yang membebadi ibadah yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Qur'an dan Hadist menjadi saksi bisu pertentangan antara keduanya untuk sebagai dasar Iman kepada Allah SWT. Inikah yang dimanakan komitmen kepada akhlak Nabi? Inilah bentuk pesta yang memabukkan bagi umat Islam.
 
Bentuk pesta lain adalah Ubuddunya. Membesarkan semangat hidup di dunia dengan ambisi dan semangat membangun bangsa. Pesta demokrasi misalnya. Pesta ini adalah gambaran bentuk manipulasi terhadap bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Bagaimana semua lini manusia yang ingin menjadi terkenal mengajak semua koloni dan komunitas dari masing-masing mereka untuk menjadi agenda membesarkan semangat nasionalis dan membangun bangsa dalam landasan keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan. Sementara bentuk politik yang dikucurkan adalah mencari kelemahan rakyat dengan berbagai hal yang berbau kenyamanan dan glamournya hidup. Dan bentuk inilah yang bahkan dibanggakan dan jalan yang biasa dilakukan karena akan memperoleh akurasi dalam berpolitik mencari sebuah ketajaman kursi. 
Inikah sebuah pesta demokrasi (red) yang membentuk masyarakat yang sesuai dengan akal budinya atau semakin memupuk akal budi masyarkat menjadi terlena dalam guratan nilai dan materi. Akhirnya jiwa serta semangat masyarakat dan rakyat menjadi bingkai yang nyata bagaimana bangsa ini yaitu Indonesia menjadi maju dan semakin menjadi buah bibir di negara lain. Sementara perekonomian terkontrol oleh semaraknya pesta yang meriah sehingga melahirkan ekonomi terpimpin yang berlari-lari sepanjang sejarah naik turun dengan gelak tawa DOLLAR ($) yang menertawakan RUPIAH.
Manusia yang beragama adalah manusia yang paham akan kebutuhan diri dan orang lain dalam kebersamaan dan selalu membangun empati dan semangat perbedaan. Semua agama pasti mengajarkan sebuah kebaikan, mengajak menjadi manusia sejati yang dekat dengan Tuhannya. Menjadi manusia yang berguna baik diri dengan hubungan di lingkungan dan sebagainya. Kemampuan dalam beragama adalah bentuk dari sebuah kemakmuran sebuah bangsa. Setiap manusia beragama akan mendambakan kedamaian dalam bentuk nyata.
Dalam Islam bagaimana mendekat ke Allah SWT adalah perbaikan diri menjadi insan yang baik dengan tujuan mencari keridhaan Allah SWT biar hidupnya selamat di dunia dan akherat. 
Jiwa kita dipertaruhkan dalam setiap pesta, bagaimana mungkin setiap yang mau duduk dalam lembaga rakyat dengan upaya maksimal akan ikhlas dalam perjuangannya menggapai itu semua. Tidak akan mungkin satu pola fikir akan hal itu. Namun kalau sudah terbentuk dalam torehan Dhien yang tepat dalam beribadah justru apa yang telah di keluarkan dalam bentuk MATERI adalah upaya membersihkan HARTANYA dari sisa kotoran yang akan menghambatnya dalam menemui Allah SWT di akherat kelak. Semoga kesadarn ini akan menambah rejeki dan menjadikan pribadi yang lebih di segani di mata insan semua. KEKALAHAN dalam kompetisi yang sarat dengan politik dalam sebuah politik adalah wahana menuju pembelajaran demokrasi yang lebih baik. Tentunya bila dicermati dengan jauh lebih bijaksana lagi.
Wallahu'alam Bishowwab.
penulis,
Chie Zhoen

 
back to top