Saturday, November 26, 2011

Membuka Pintu Pahala

Kesibukan dalam mencari nafkah dengan semangat yang tinggi tak mengenal waktu dan ukuran. Bergelut dengan berbagai warna manusia di pasar, jalanan, instansi, sekolah dan dimanapun mereka mencari seonggok rupiah demi rupiah. Berangkat pagi pulang malam. Siangnya tidur malamnya keluyuran dan semua hal yang membuat rupiah tertumpah menjadi daging dan pola fikir. Termakan oleh darah daging kita, dimakan getir dirasakan kurang nikmat dihayati tidak berbuntut keberkahan, barokah hanya sebatas harapan. Terfikir atau tidak oleh kita semua ujung dan pangkalnya akan selalu terbayang dan dirasakan dalam urat nadi kita. Kemanapun dan dimanapun kita mencari rizki, akan kembali kepada jatidiri manusia yaitu insan yang lemah. Lemah dalam menerjemahkan sebuah nikmat rizki, lemah mengartikan kemewahan hidup, lemah dalam kenikmatan beribadah dengan dukungan harta dan keberkahan hidup. Tolak ukur manakah yang menjadikan jiwa dan naluri kita reflkes membentuk wadah yang akurat menjadi sebuah pahala yang indah?

Tips, kiat dan segudang resep menjadi orang sukses mungkin sudah pernah dilakukan dan sudah banyak membuahkan hasil yang sangat membanggakan jiwa dan raga. Alkisah jadilah kita manusia yang disegani karena kaya, dihormati karena punya jabatan, dikagumi karena gagah atau cantik, disayangi karena dekat dengan sedekah, dihargai karena kebutuhan. Ada banyak teman, rekan, saudara berdekatan seperti buih di lautan, terkena ombakpun akan datang lagi. Setiap hari selalu menikmati keindahan dalam menjalani hidup, tak mengenal susah apalagi kekurangan receh untuk bayar parkiran. Semua adalah surga yang indah dalam setiap gerak langkahnya sepanjang pagi, petang hingga malam begitu seterusnya. Entah kapan akan mencapai titik jenuh, mungkin juga tidak pernah akan mengalami kejenuhan hidup.

Rame majelis ta'lim di isi dengan manusia berbondong-bondong mencari kesejukkan udara petang dan pagi hari. Inilah rutinitas sisi lain manusia yang sudah setingkat lebih tinggi karena kelebihan harta yang dimilik atau bahkan belum menyatakan dirinya cukup ataupun niat murni beribadah. Dengan santai dan indah mereka mendengarkan ustadz menerjemahkan hidup sebagai upaya menuju Allah SWT. Sang ustadz menjabarkan bagaimana tolak ukur dalam ukuran manusia menjadi pribadi yang istiqomah di jalanNya. Dengan diselingi pujian kepada Allah dan Nabi semakin indah komunikasi verbal menuju Allah dalam suasana pengajian. Adakah keindahan dan kesejukkan di dalamnya?
Kalau berjalan lurus, mungkin bukanlah ujian namanya. Namun kalau memang tidak pernah menjalani hidup penuh ujian mungkin kenikmatan namanya. Ada hal yang membuat kenikmatan hidup adalah sebuah jembatan menuju kenikmatan abadi di akherat yaitu dengan membuka pintu pahala pada diri sendiri. Bentuk sederhana ini adalah wacana "beranggapanlah pada jiwa dan hati kita KAYA dan anggaplah jiwa, hati dan raga orang lain MISKIN". Sebuah arti sederhana dalam hidup di dunia yang terlepas dari unsur akidah. Namun inilah bentuk keikhlasan kita menuju ilmu Allah SWT secara tidak langsung, pintu pahala yang sesungguhnya ada di depan mata. Kalau jiwa dan hati kita merasa kaya walaupun bergelimang harta kita akan merasa miskin di hadapan Allah SWT karena semua adalah pemberianNya. Jikalau belum kaya dengan kenikmatan hati dan jiwa kita yang kaya akan membuat tetap istiqomahnya beribadah kepada Allah SWT dalam kondisi apapun.
Semua adalah harapan semua orang dengan hidup indah dan menikmatan kemewahan di dunia dan berharap penuh hal serupa juga akan di alami di akherat negeri keabadian. Marilah kita mengucapkan astaghfirullahal adzim, semoga kita selalu menjadi hamba dan insan yang selalu mengucapkan syukur atas semua nikmat yang diberikan Allah SWT. Amien yaa rabbal 'alamin. Wallahu'alam.
by Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top