Sunday, May 13, 2012

Dji Sam Soe rasa Cerutu

Sore mulai beranjak berjalan petang lebih awal karena gumpalan awan menjalar pada bagian timur langit. Semakin cepat berarak hingga terjatuh pelan dalam dentingan tetes. Semakin cepat dan padat hingga tanah yang kering di gilas teriknya siang hilang terkena tetesan air, mengepul ibarat air yang mendidih. Permukaan tanah dingin lapisan dalam masih terasa panas. Hawa dan sayupan angin mulai terasa di kulit, semakin cepat rintihan hujan. Tersadarlah, ingat akan secangkir kopi hangat, segera satu sendok makan gula, setengah lebih pekatnya copi di siram panasnya air thermos. Di aduk penuh makna semakin berputar tercium aroma segar menggairahkan. Sambil melirik sepiring pisang goreng buatan kekasih. Duduk menikmati rintihan hujan sore. Tersadar lamunan menerawang jauh, muncullah gambaran masa yang telah berlalu semakin dalam ibarat buku di buka lembar demi lembar.

Alkisah terlahir seorang anak manusia dalam pekatnya malam tepat tengah malam sunyi dan sepi hanya lolongan anjing bersautan. Dia merontak setelah terjatuh dari rahim ibunya keluar ke dunia. Menangis sekerasnya menelan heningnya malam merobek lolongan anjing liar. Terdengarlah lantunan adzan dari bapaknya masuk dalam kalbu menyentuh dada. Sontak jiwa gontai luluh oleh airmata surga, entah bisa atau tidak suara ini akan terus terdengar selanjutnya. Seperti tersiram air surga lantunan iqomah terurai menjadi hiasan hati akankah dapat dinikmati selamanya setelah kaki menapak di bumi.

Menapak dan terus berlari si acong kecil dalam suasana anak-anak. Bercanda riang gembira bersama keluarga dan teman-temannya. Bermain di sawah berpagutan lumpur dan bau, tersenyum riang tanpa basa-basi. Naik ke pohon sampai melihat gunung dan laut seolah memandang dunia seperti selaksa jagat. Sungguh indah dan menakjubkan saat pandangan bocah kecil melihat keindahan alam yang masih berseri.

Beranjak terus berlari dalam semangat remaja. Bersenda gurau, berlari dan bermain tanpa mengenal lelah dari pagi kembali siang ganti baju dan makan. Kembali meluncur merangsek membelah jagat, istilah sekarang seperti Si Bolang dari Andalas. Berkelana seolah mencari sesuatu yang perlu di rasakan dan harus tercapai. Hingga tak terasa kakinya memanjang bertambah dewasa. Senang tanpa putus asa.
Muncullah si acong remaja beranjak dewasa. Hari-harinya di isi dengan berfikir untuk menemukan sesuatu baru entah apa yang akan di raih. Kehidupan, jatidiri, mata hati atau apalah artinya. Berkutat dengan buku berselimut dengan bau keringat. Terdiam dalam semedi membelah alam yang gelap gulita hanya satu tujuan sebuah artikulasi seni dan filosofi hidup. Cinta, semangat dan nafsu berbaur menjadi sebuah dawai jiwa dalam menempuh kedewasaaan. Jejak si acong sudah beranjak naik dalam bentangan wajah dan waktu.
Hadirlah Acong dalam suasana baru, suasana dimana dia harus berfikir bagaimana menjadi sebuah tolak ukur tangga naik dan turun. Siapa yang akan naik dan siapa yang akan menuruni tangga tersebut hendaklah kita ikut mengatur jalannya tangga tersebut. Apakah tangga tersebut akan digerakkan atau tangga tersebut akan dihentikan sementara untuk perbaikan ataupun apapun bentuknya jadilah semua orang harus bisa melewatinya.
Acong besar bergulat dengan prinsip dan naluri. Membuat dehidrasi menjadi siraman es, hingga laju perahu semakin jauh ke tengah lautan. Jiwa nahkoda menjalar terus ibarat Kapten bajak laut. Menerobos lautan mengarungi bahtera nikmatnya lautan. Sebuah naluri dalam balutan jiwa yang pasrah. Hinggaplah si Acong besar dalam cakrawala pulau, syahdu terdengar indah tiupan seruling membawa kalbu naik dan turun. Sepoi spoi angin menerpa membawa indahnya lantunan suara seluring tertidur pulas Acong dalam dekapan alam.
Saatnya Acong berganti baju, baju telah kotor oleh deburan ombak. Terkena lumut dan tamanam laut, tercabik oleh duri dan karang, tersambar oleh sabetan air laut. Baju terbuka dada terbentang berganti dengan rompi gatotkaca. Berharap Acong muda akan tetap muda dalam kenyamanan hati dan fikiran. Jiwa yang indah dalam rengkuhan alam. Acong engkaulah manusia dalam lusinan trilyun umat manusia yang masih bisa merasakan hirupan udara pagi dan nyamannya suasana petang syahdunya heningnya malam setelah tetes hujan mereda.
Acong terkini tersadar dari lamunan oleh aroma wangi kopi Kapal Api. Seduhan dan hisapan Dji Sam Soe seolah berubah menjadi Cerutu tak terasa telah meleleh mendekat ke jari. Dengah rengkuhan dan helaan nafas panjang dia tersenyum. Indah nian hidup ini seindah dan senikmat secangkir kopi dan rokok dalam genggaman. Semoga tetap indah.

Wallahu'alambishowwab.

By Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top