Tuesday, April 30, 2013

Syukur Nikmat

Perihal hidup dan kehidupan terkadang sering salah mengartikan. Jika banyak rezki dan anugrah katanya karena sesuai dengan amal perbuatan dan usahanya. Apabila terkena musibah katanya kurang ibadah, amal sholeh dan sebagainya. Inilah yang sering manusia lakukan sehingga amal-amal dan ibadahnya yang setiap hari dilakukan terkikis dan habis oleh sebuah polemik hati yang sengaja menggerogoti kekuatan amal dan pola fikirnya. Berhati-hatilah karena ada beberapa perkara yang menyebabkan tabungan amal sholeh dan pahala kita dicabut kembali Allah SWT. Semua perjalanan hidup manusia sudah ada di tangan Allah SWT dari mulai lahir, beranjak anak-anak, remaja, dewasa dan menjadi orangtua. Entah itu rejeki, jodoh, suka, duka dan semuanya sudah ada yang mengaturnya. Siapa yang kuat dengan datangnya rejeki yang melimpah dia akan menuai rejeki berlipat ganda di akherat. Namun siapa yang tahan dan sabar akan datangnya musibah dan duka dia akan memperoleh surga yang tiada taranya di dunia dan akherat.

Berapa lama kita akan menikmati glamournya hidup, 10 tahun 20 tahun 50 tahun atau 100 tahun. Apa yang kita banggakan kalau kita sudah lelah menikmati hidup apa ingat mati, ingat sakit atau ingat Allah SWT? Kesombongan kita jelas melebihi kekuatan ilmu agama kita, melebihi kekuatan spiritual kita dan melebihi harta yang kita miliki dan akhirnya nilai kodrat berubah menjadi nilai hedonis dan melupakan kritikan, pendapat dan ide orang lain yang terkadang dan cenderung justru mengingatkan kita akan sebuah kesalahan. Kita mungkin bisa membuat sebuah sistem yang maju dan berbau surga, (katanya). Namun kita tidak akan bisa membuat sistem berbau umat dan hati nurani. Yang ada adalah ekosistem akan mengikat manusia dalam berbagai tujuan dan keinginan. Menjadi terkenal dan dikenang. Menjadi besar dan panutan. Menjadi hebat dan disegani. Menjadi modern dan dan cermin semuanya. Menjadi terdepan dalam setiap hal dan sebagainya. 
Salah satu perkara yang akan melunturkan amal dan ibadah yang sudah dijalani dan lama-lama akan mengikis habis adalah Ujub atau riya. 
Ujub atau riya akan sholat yang kita lakukan dibanding orang lain. Sholat adalah cerminan kekuatan kita dengan sang Khalik. Dan ibadah ini yang sangat riskan dengan kesombongan. Siapa yang merasa terbaik sholatnya dia akan pertama kali kehilangan pahala sholatnya. Dan, jangan lupa ibadah sholat datangnya setiap 5 waktu dan saat itu hanya sebuah kegiatan yang menggugurkan kewajiban dengan pahala yang lenyap menguap ibarat angin. Siapa yang merasa sholatnya sudah baik dialah yang pertama kali akan kehilangan pahala sholatnya. Inilah kenapa sholat adalah tolak ukur pertama dari amal-amal yang lain yang sengaja Allah SWT nilai pertama kali.
Contoh lain dari riyanya ibadah kita banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Inilah bid'ah-bid'ah hati yang selalu kita lakukan dengan sederhana dan enaknya tanpa melihat siapa yang akan menilainya. Kalau manusia yang menilainya mungkin baik, tapi kalau Allah SWT yang menilainya apakah anda sanggup menerima teguran DIA dalam bentuk anugrah ataupun sebaliknya musibah (katanya). 
Yang terbaik adalah marilah kita bersama-sama melakukan fastabikhul khoirot dan selalu khusnudhon terhadap semua orang, menganggap orang lain lebih baik dengan kita dan selalu beranggapan bahwa ibadah kita masih sangat lemah dan selalu meminta ridha Allah SWT.
Karena kalau mau jujur kita selalu RIYA dalam berbagai hal apalagi urusan pahala, MISKIN amal sholeh banyak melakukan MAKSIAT dan JAUH dari perilaku dan amalan-amalan nabi.
Mungkin benar banyak sekali yang pintar mensyukuri nikmat Allah SWT namun nikmatNya bukanlah hanya sebuah kenikmatan harta benda dan kesenangan. Nikmat Allah banyak pula yang berupa ujian dan musibah. Siapapun dan kapanpun akan mengalami kenikmatan yang berubah anugrah rejeki, nikmat sehat bahkan musibah sekalipun. Kesemuanya adalah untuk menilai seberapa besarkah akan rasa memiliki adanya Allah SWT. Apakah hanya dalam kehidupan ini saja atau akan sampai akherat manusia akan setia kepada ketentuan Allah SWT.
Wallahu'alam Bishowwab.
penulis,
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top