Sunday, November 24, 2013

Oemar Bakri di akhir tahun 2013

Oemar Bakri identik dengan pegawai negeri. Pegawai yang dikontrak pemerintah seumur hidup sampai liang kubur. Ungkapan yang menyudutkan tetapi kadang membanggakan, namun penuh dengan dilema, karena kualitas adalah komitmen dari itu semua. Bila menyimpang tentunya banyak faktor yang menjembataninya. Itulah warna dari hiruk pikuk perjalanan sebuah metamorfosa dari ustadz dan santri.
Pada jaman dulu saat negara ini masih mengenal batu nisan dan sesaji, muncullah agama Islam dalam guratan tanah jawa. Tanah yang menunjukkan aneka ragam perbedaan yang mencoba untuk disatukan dan ternyata kurang berhasil hingga anak cucu kita sekarang. Islam membaur dengan rakyat dan lambat laun muncullah mushola dan masjid. Yang beruban tertutup blangkon lambat laun berganti dengan sorban dan peci. Muncullah yang mengatasnamakan istilah guru atau ustadz dan murid atau santri. Hingga lahirlah dalang dan wayang dalam ornamen cerita pewayangan. 

Hingga sampai abad ini, masih terasa aroma blangkon dan sesajen dilengkapi kemenyan. Namun beranjak pula hilangnya tutur kata wayang berubah menjadi anti klenik atau tutwuri handayani (jawa), atau bid'ah. Dan entah apa istilah lainnya yang beranjak menanamkan karakter generasi muda dalam balutan santri dan ustadz. Hingga muncullah legenda Oemar Bakri karya Ifan Fals yang menjadikan mitos akan guratan ilmu dan peradaban. Akankan kini kita menjadi terlena akan sejarah, akankah kita menjadi lupa akan budaya dan akankah kita melupakan akan keberadaan lakon dalam cerita wayang atau kita akan lebur menjadi Islam yang sejati yaitu anti bid'ah namun lupa akan dzikrullah yang sebenarnya? Jawabnya adalah penilaian Allah berbeda dengan penilaian manusia.
Warna manusia bagaimana yang selalu mendapat respon dari Allah SWT. Jawabnya yang pasti adalah manusia yang ingat kepada Allah sepanjang nafasnya dan selalu beribadah kepadaNya. Bagaimana nilai ibadah yang akan diterima oleh Allah. Tentunya hanya Allah SWT yang akan membalasnya, selagi tujuan utama kita adalah mencari keridloanNya semata. 
Umat Islam adalah umat yang dekat dengan rumahnya yaitu masjid. Umat Islam adalah umat yang dekat dengan air suci karena ingat akan wudlu. Umat Islam adalah umat yang dekat dengan Allah karena selalu berdzikir dalam hatinya untuk upaya mendekat dengan sang Khalik. Namun yang terlupakan oleh umat Islam adalah mereka semua sangat jauh dengan golongannya sendiri. Sesama umat Islam saling menghardik, mengejek, mencela dan menghina seolah lupa Tuhan mereka adalah satu yaitu Allah SWT. Perbedaan hadits saling berbantahan tak mau mengalah saling menang sendiri bahkan lebih parah saling menguatkan Al Qur'an ayat yang satu dengan yang lain, sungguh sangat ironis. Padahal dulu guru dan murid atau ustadz dan santri adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Namun berkembangnya jaman akhirnya sang santri menjadi guru akhirnya muncullah warna baru dari peradaban. Hingga sekarang lahirlah guru kencing berdiri murid kencing berlari. Guru dan murid saling mengencingi sungguh pemandangan yang lebih ironis setelah perkembangan ilmu dibuka selebar-lebarnya oleh Allah SWT.
Marilah mengencangkan ikat pinggang biar amarah yang muncul dari perkembangan peradaban bisa menjadikan kita kuat menjadi pribadi yang selalu ingat akan Allah (Dzikrullah) dalam setiap aspek perkembangan syaraf motorik kita. Wallahu'alam Bishowwab.
penulis
Muhshonu Rohman, ST

No comments:

Post a Comment

 
back to top