Friday, July 11, 2014

Kopyah Presiden

Rambut adalah mahkota untuk menutupi kepala manusia yang seringkali jarang ditutupi kecuali memakai alat penutup yang terkesan keren dan trendi seperti mahkota, topi, helm dan tudung di sawah. Bagaimana bila sholat, tentunya fungsi rambut akan berbeda saat menghadap Allah SWT, dimana rambut yang menutupi dahi akan disibakkan dan tentunya dengan media kain atau yang lain. Terciptalah sorban kepala, peci/kupluk, mukena dan sejenisnya. Tapi jangan heran bila alat ini dipakai terus khususnya rambut bagian depan sudah aus alias plontos bin botak jadilah peci Kaji Muhidin sebagai alat bantu menopang awet muda.

Sejak perjalanan negeri ini banyak ulama, santri, pejuang, pejabat dan rakyat meletakkan simbol pada kepala mereka dengan ikatan kain. Upaya ini untuk memuliakan simbol dan penampilan mereka. Khususnya para ulama di tanah jawa, mereka mengenakan ikat kepala sorban untuk menjaga warisan leluhur yaitu para wali penyebar agama Islam di tanah jawa. Hingga muncul peradaban pemuda Indonesia yang bersekolah, mereka mengasah otak mereka dengan sebuah kopyah di kepala mereka, muncul seorang pemuda tangguh Soekarno yang setia dengan kopyahnya. Hingga Soekarno menghantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Sehingga Soekarno dengan gaya elegannya bergaul dengan masyarakat dunia menggunakan kopyahnya. Simbol inilah yang membawa nama dan bangsa Indonesia di segani di seantero jagat. Apakah kopyah ini menjadi simbol kejayaan Soekarno? Jawabnya adalah apa yang ada di kepala Soekarno yang menjadi tumpuan bangsa Indonesia sejak dahulu hingga sekarang.

Muncul para ulama berjas dan berdasi di wilayah Jombang ikut menghiasi peradaban tanah air, sehingga lahir perbedaan persepsi antar ulama saat itu yang umumnya ulama atau kyai memakai sorban ikat kepala sebagai media yang terbaik dalam bersyiar. Tampil KH. Wahid Hasyim sebagai pelopor ulama berkopyah, berjas dan berdasi menjadi Menteri Agama RI. Hingga masa KH. Musta'in Romli yang giat dan setia kepada pemerintah untuk memajukan pondok pesantren demi kemajuan bangsa. Sehingga muncullah seorang pemikir besar KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur hingga sampai beliau menjadi Presiden RI dengan gaya berkopyahnya yang khas.
Perjalanan Soekarno memakai kopyah telah menginspirasikan anak bangsa sebagai penerus perjuangan kemerdekaan sebagai simbol dalam foto Presiden dan Wakil Presiden.
Namun yang menarik penulis kemukakan disini adalah sebuah pola untuk sebuah kesuksesan menuju jalan memakai kopyah Soekarno atau istilah polemiknya berebut roh Soekarno dalam ajang Pilpres 2014. Menarik penulis telaah dengan pola fikir sederhana yaitu perkembangan pemilihan Presiden sejak awal yaitu sepak terjang Calon terkuat yang di usung masing-masing partai. Kita lihat Prabowo dengan gaya khasnya memakai topi berganti dengan kopyah menambah kewibawaan sampai ke surat suara dalam Pilpres. Sementara demikian pula dengan Jokowi dengan gaya kemeja kotak yang mencerminkan pola terstruktur plontos tanpa topi dan kopyah mendadak mengenakan jas dan berkopyah namun pada gambar surat suara tanpa kopyah.
Yang penulis garisbawahi adalah pola politik yang dikemas Jokowi untuk pemenangan Pilpres. Dia mensimbolkan kopyah dan jas dengan pola figur yang kompleks yaitu Gus Dur. Masih ingat saat Jokowi diberi sebuah kopyah milik Gus Dur bagaimana simbol ini melekat menjadi daya tarik PKB untuk bergabung bulat sebagai partai pengusung. Namun saat berdebat Capres dan Cawapres kedua pasangan yaitu Jokowi dan JK mengenakan jas tanpa berkopyah. Sementara dengan gagah Prabowo mengenakan simbol negara sebagai bentuk dan tekad yang kuat sebagai Soekarno muda pembawa perubahan.
Menarik penulis kemukakan saat sebuah surat suara telah tergambar dengan jelas bagaimana Jokowi dan JK menanggalkan kopyah padahal JK seorang Islam yang taat. Sebuah moderasi politik yang rapi dan brillian. Secara implisit Jokowi telah mengenakan kopyah pemberian Gus Dur sebagai lambang Soekarno. Dan secara nyata saat pencoblosan tanda gambar pada surat suara Jokowi menanggalkan kopyahnya demi rakyat Indonesia di jaman sekarang yang plural dan nasionalis. Dan tak ayal lagi tanpa berfikir panjang rakyat mengacungkan paku untuk mencoblos tanda gambarnya. Akankah keteladanan dan kesakralan Soekarno, Gus Dur akan membawa pemimpin bangsa sebagai umaro memakai kopyah akan terdeksi pada pemimpin bangsa era 2014-2019. Kita akan menyaksikannya pada final Pilpres tertanggal 22 Juli 2014.
Semoga rakyat Indonesia mempunyai jiwa patriot yang akan menerima kekalahan dan kemenangan dengan bahasa sejati yaitu bahasa Persatuan Indonesia bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara ini telah jauh merdeka dan akankah negara ini meninggalkan peradaban yang beradab dan menggelar sebuah kemunduran peradaban. Kata Baldatun Thoyibatun Wa Robbun Ghofur adalah sajak terindah yang mencerminkan masyarakat Madani bukan masyarakat egois dan anarkhis.
Wallahu'alam Bishowwab.

Allahumma shalli wa sallim ala sayyidina muhammadin qad dhaqat hilati adrikni ya rasulallah

Penulis,
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top