Saturday, August 27, 2011

Fitroh di Akhir Ramadhan

Kapan suasana hati bisa menjadikan diri kita seorang yang merasa mempunyai kekurangan. Saat apa dan bagaimana fikiran kita tersadar akan pentingnya sebuah persaudaraan. Jikalau usia kita tersadar apa yang telah dilakukan dalam hitungan detik kehidupan. Jika jantung merasa lelah akankah pikiran, jiwa dan semangat akan terus bisa digerakkan untuk aktifitas, keindahan dan sesama. Terjawab ataupun terlintas bukan sebuah jawaban atau renungan yang perlu dijawab sekarang ataupun lusa. Yang perlu direnungkan adalah sebuah pembelajaran yang baik tentang sebuah nikmat yang susah dijabarkan dengan kata-kata. Setiap hari kita tersenyum, setiap hari kitapun bisa menangis dan setiap haripun kita akan bisa tertawa. Saat tersenyum apabila kita menyaksikan suasana yang damai ada pada fikiran dan hati kita. Apabila menangis karena datangnya sebuah kesedihan yang masuk ke sanubari yaitu apabila tersadar kita belum mampu menjadi pribadi yang baik di mata keluarga, teman, sahabat, ataupun Allah SWT. Setiap pribadi yang sadar pasti akan menangis setiap saat apabila garis hidup kita berlari tidak sesuai dengan harapan dan angan kita. Apabila tertawa adalah gambaran sanubari kita yang trenyuh terhadap nikmat yang terlihat oleh mata. Puas hati kita dengan anugrah hidup yang kita rasakan selama ini dan sebagainya.

Nikmat apakah yang membuat kita tidak bisa merasakan tersenyum, tidak mampu berkata-kata bahkan menangis dan lebih parah kita tidak mampu tertawa.. Adalah sebuah nikmat yang diakui bahwa kita manusia telah mampu menjalani jalan fitroh. Apakah keadaan yang menjembataninya?. Yaitu sebuah keadaan yang mampu melemaskan urat nadi kita sehingga kita tidak bisa berkata-kata. Sebuah mabrurnya nilai pendekatan total jasad, jiwa dan ruh kita kepada Allah SWT. Jalan yang panjang menempuh lautan dan badai kenikmatan dalam sebuah bulan keindahan yaitu Ramadhan. Bukan bulan yang kita tangisi, bukan puasa yang kita lepaskan, bukan pula i'ktikaf yang kita lakukan dalam malam-Mu. Bukan pula malam kenikmatan 1000 bulan yang selalu ditunggu. Melainkan masuknya ruh kita sehingga tersadar bahwa selama ini jalan hidup kita perlu diperbaharui atau diperbaiki. Apa artinya apabila kita melewati ramadhan dengan segala aktifitasnya tetapi tidak mampu membekas dan memberi amanah pada sanubari kita untuk berubah menjadi pribadi yang siap dalam fitroh dan tercoreng kembali dengan dosa kita kelak dalam 11 bulan ke depan. Apa artinya mendapatkan lailatul qadar apabila jasad kita tidak mampu menampung ruh dari malam itu menerpa sanubari kita?.
Sebuah keyakinan fitroh tidak bisa dan tidak harus dipaksakan oleh siapapun. Namun sebuah pola fikir yang baik adalah jembatan menjadi pribadi fitroh dalam hentangan waktu yang panjang dalam hidup kita ke depan. Tolak ukurnya adalah bagaimana rutinitas ibadah pada bulan Ramadhan menjadi keyakinan utuh menjadi figur yang berubah dalam radius total. Menyamakan kembali antara bibir dan hati, meluruskan kembali akan shof yang terberai dan menjadi pribadi yang santun dan berhati nurani. Sebuah jawaban inilah yang menjadikan ibadah puasa kita membekas dalam relung jasad, hati dan ruh. Bukan hati seperti bayi yang baru dilahirkan namun sebuah hati baru bukan lahir dari jasad tetapi dari ruh kita yang sesungguhnya.
Bukanlah manusia yang merasa sombong apabila kita tidak berkata kita telah fitroh karena telah masuk dalam Ramadhan-Mu. Tetapi yang lebih akurat adalah Yaa Allah yaa rabb, terima kasih, sujud dan syukur aku haturkan untuk-Mu atas semua nikmat pada bulan ini, sehingga aku mampu melihat-Mu. Subhanallah, kapan kita akan tersadar demikian. Saat sebuah hati terketuk untuk merubah pondasi hati yang berbeda di tubuh dan fisik kita. Semua ada pada diri handai taulan semua, anda_lah yang paham akan bibir dan hati masing-masing dan pertanyaannya adalah apakah akan berubah ucapan dan hati anda menjelang dan sesudah ramadhan? Marilah kita tengok perjalanan dan niat kita sebelum ramadhan dan sesudahnya. Semoga limpahan sholawat dan salam tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sehingga beliau bisa melirik dan melihat niat kita menjadi manusia yang baik berharap beliau memberikan syafaatnya. Dan rasa syukur ini semoga selalu ada pada sanubari setiap saat tanpa terhenti hanya kepada-Mu yaa Allah rabbul 'alamin.. Alhamdulillah.
Wallahu'alam bishowwab.
penulis
by Crowja Garichu
Muhshonu Rohman, ST

No comments:

Post a Comment

 
back to top