Friday, November 23, 2012

Menoreh di atas Luka

Pernakah anda bermimpi yang sama dalam waktu yang berbeda. Atau apakah pernah suatu hari menemukan sebuah mimpi yang sama persis di alami saat-saat mimpi yang lalu? Itulah gambar kehidupan manusia, ada kalanya setiap yang hidup akan merasakan sebuah perubahan hidup, bahkan hidup terasa mati, atau mati ibaratnya hidup. Sekarang hujan besok panas, sekarang senang besok menangis. Itulah riwayat hidup dan perjalanan hidup umat manusia di bumi. Yang lebih menyakitkan lagi bila manusia masih tinggal di bumi namun sudah tertimbun di tanah. Apa yang bisa mereka rasakan jelas tidak ada sama sekali. Bermimpipun tidak bangunpun jelas tidak akan bisa. Apa yang mereka fikirkan tentang diri mereka? Jelas tidak bisa memikirkan sesuatu tentangnya, yang ada adalah suasana yang entah apa yang dialami tidak bisa di rasa dan tidak akan bisa diungkapkan. Alam bawah sadar adalah ibarat alam kubur yang tidak bisa di fikirkan oleh akal yang naluri kita.

Mengantuk dan tidur sudah jadi tradisi, bangun dan bekerja sudah jadi kebiasaan. Namun tersenyum dan menangis jarang sekali menjadi bahan perenungan. Kenapa bisa tersenyum dan kenapa kita bisa menangis. Andaikan sebuah jiwa sudah sampai taraf kesatuan titik apa yang menjadi kegalauan hidup bukanlah suatu hal luar biasa melainkan sebuah senyuman yang tertunda meraih kebahagiaan. Unsur yang lupa dan sering sekilas di jamah adalah pejaman mata. Bila dan saat kita memejamkan mata sejenak ataupun lebih lama akan terasa sebuah batasan antara hak dan bathil, sebuah renungan yang membawa alam bawah sadar kita mencari sebuah ketajaman fikir dan naluri. Ketajaman akan sebuah pola hati yang ingin menuju sebuah kebahagiaan, apalah itu tentunya akan kembali pada siapa yang memajamkan mata dan untuk apa mata kita ingin dipejamkan, setelah menangis ataukah mau tidur bahkan baru tertidur dari mimpi indah atau sebaliknya mimpi yang buruk. Naluri sebagai manusia yang ingin merambah dan mencapai sebuah taraf yang jauh dari jangkauan fikiran yaitu alam yang penuh intuisi dan khayalan. Berbicara dengan hati sendiri, tersenyum memandang jasad dan mata hati sendiri. Mencoba meraih bahagia dengan sekedipan mata kita.

Galau, sedih dan gundah tak ubahnya rasa senang dan gembira. Banyak fatamorgana di dalamnya. Bagaimana kita menajamkan hati tentunya akan terbentur dengan kuatnya pemahaman kita akan takdir dan Dhien Allah. Seberapa kuatkan batasan antara kepuasan dan keikhlasan. Kepuasan akan nilai yang melekat pada tubuh selama ini dan keikhlasan akan semua hal yang sudah pernah di raih sampai saat ini.
Banyak sudah luka di atas luka yang tumbuh datang dan pergi di alami oleh fisik dan hati kita. Bagaimana kita sendiri melukai perasaan kita dan bagaimana orang sekitar memperlakukan kita. Semuanya akan membentuk super ego kita menjadi seorang anak manusia yang tumbuh penuh dengan kedengkian, dendam dan airmata. Bagaimana kita selama hidup sampai saat ini sudah mengalami pahit getirnya keadaan hingga lupa akan jalan keluar dan pintu keluar. Saat luka tertoreh pada luka yang lama muncullah alibi yang salah akan berbagai hal di sekeliling kita, enggan bersahabat lupa menyapa. Hingga muncullah menoreh luka di atas luka terulang dan berulang kali mencapai titik kritis kekuatan ruh kita.
Andaikan kita adalah jiwa yang tawadlu' akankah semua hal yang sudah terjadi merupakan hal yang wajar?. Tentunya saat itu datang kita sudah punya bekal menjadi manusia baru yang siap melakukan perbedaan dan merubah segala kebiasaan untuk menjadi manusia biasa yang akan melahirkan hal yang luar biasa dalam perjalanan hidup kita. Maybe no or yes.

laa haula wala malja'a minallahi illa ilaihi

penulis,
chiezhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top