Thursday, January 3, 2013

Refleksi Tahoen Baroe

Buka mata, buka hati dan buka daun telinga. Mungkin itulah hakekat manusia yang mau mencintai sesama. Bila salah satu dari unsur tersebut luntur mungkin ijab qobul antara Tuhan pencipta alam dengan sepasang mata manusia sudah pudar ibarat lampu taman yang sudah rapuh termakan usia. Apalagi menyusuri indera manusia semakin bertambah umur indera kita akan semakin rapuh dengan kebencian. Benci dengan saudara, benci dengan tetangga dan benci dengan rekan kerja/relasi yang lebih fatal lagi benci terhadap bumi pertiwi. Sepanjang tahun diakhir tahun itu hanya istilah mengapa ada ujung pasti ada pangkal. Namun itu semua hanya ilusi mata biasa manusia. Ibarat awal ramadhan dan awal syawal. Semua berlomba menabur kebaikan di akhir jaman ingin menoreh pahala. Konflik antara matarantai pemikiran yang selalu berujungpangkal dengan sebuah jalan kefanaan yaitu garishidup manusia dalam dunia. Ada istilah lain ladang lain belalang lain lubuk lain pula ikannya, sebuah peribahasa yang menunjukkan banyak perbedaan yang membuat warna dari sebuah pola fikir atau bahkan sebuah ekosistem. Melahirkan berbagai gaya hidup dan intrik mewarnai hiruk pikuknya hidup. Itulah sebuah tolak ukur mengapa manusia akan bisa dan tidak akan bisa menemukan Tuhannya sepanjang garis hidupnya. Siapa yang menemukan penciptanya dan siapa pula yang terkecoh akan bisikan nikmatnya berdzikir dengan syaitan.

Apa makna sebuah filosofi pergantian dan pergeseran waktu. Tentunya sebuah makna yang jarang sekali diperdengarkan oleh para pemikir mengapa harus ada perhitungan dalam berputarnya alam semesta. Namun sudah sering menjadi bahan pergunjingan bagaimana perhitungan alam sekitar menjadi bahan perdebatan. Bagaimana menentukan 1 ramadhan dan bagaimana kerasnya perdebatan penentuan 1 syawal. Semakin bumi beranjak tua dan semakin majunya teknologi justru semakin keras perbedaan dan meninggalkan sebuah akal sehal dan kemaslahatan. Bila sebuah tahoen baroe diperdebatkan? Tidak ada satupun pernah terlihat perdebatan tahun baru baik itu Masehi maupun Hijriyah. Sebuah peradaban manusia yang menisbihkan nuansa spiritual yang menegakkan iklim hedonis dan glamournya kemegahan dunia. Inilah tolak ukur apabila ilmu sudah dibuka lebar-lebar kemungkaran merajalela ibarat jatuhnya air hujan drastis dan menyebar.
Semakin baru tahun berganti dan berjalan semakin berkurang jatah umur kita dalam rotasi bumi ini. Disadari atau tidak kemegahan menikmati tahun baru akan menyisakan kepedihan karena semakin berkurangnya usia ini. Sebuah budaya menikmati datangnya tahun baru yang melahirkan pemahaman yang keliru akan masa demi masa ke depan. Refleksi tahun yang berbeda hendaknya menjadi bahan renungan bagaimana rotasi hidup kita sepanjang awal dan akhir tahun yang sama akankah menjadi bahan dereformasi pemikiran awal dan akhir tahun ke depan. Nikmat menjalani hidup di dunia tentunya beda antara satu dengan lainnya. Ibarat udara yang terhidup sepanjang waktu apakah digunakan untuk menarik nafas dan mengeluarkannya dengan nyaman atau sebaliknya.
Hujan sepanjang tahun akan musnah dimakan dengan teriknya matahari dalam sehari, namun akan berlaku keterbalikkannya pula dimana panas terik setahun akan sangat mudah dihapus dengan hujan walaupun hanya sehari. Itulah hakekat pergantian tahun dimana manusia adalah ibarat anai-anai yang akan terbang saat bumi digoncangkan dan saat manusia dibangkitkan setelah kematian. Janganlah kita menambah berat beban amal kita dengan kotoran-kotoran yang akan mengurangi pahala kebaikan bahkan membunuh amal kita sepanjang hidup dengan budaya-budaya/bid'ah bahkan kemusyrikan yang akan membawa jasad ini masuk dalam liang neraka. 
Semoga warna aura wajah kita sama dengan mulut dan hati kita karena setiap hal indah selalu tersaring oleh lubang telinga dan nafas kita dengan filter yang nyata dan jelas. Sehingga jasad yang hidup bukanlah jasad yang mati menyelebungi jantung yang hidup. Hidup hanya sekali, pandailah membawa detak nafas ini menuju wadah kesabaran dan kedamaian dalam tali taqwa.
Wallahua'lam Bishowwab.
Penulis,
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top