Wednesday, August 27, 2014

Separoh Jiwa

Semakin tambah usia setiap orang akan mengalami fase perkembangan pada kurva yang menurun. Menurun karena dehidrasi setiap wawasan dan kemajuannya. Kemajuan setiap orang pada perkembangannya akan mengalami kemunduran pola fikir dan analisa. Titik kritis dalam kronologis 24 jam bersama matahari dan rembulan akan mengakibatkan beban spiritual yang menyebabkan setiap manusia mengalami perubahan fisik dan perangai. Walaupun manusia tersebut melampaui batas kemajerial bersama sang Khalik, tetap kualitas ibadah yang maksimal akan tidak dapat teruji oleh ujian_Nya sendiri dalam keterbalikkannya. Ridho Allah SWT dapat diterima oleh manusia dalam budi dan akal fikirnya, namun sisi lain yang terkuak adalah manusia itu sendiri setelah mendapat ridho dari_Nya banyak sekali yang justru tidak bisa mengembalikan Ridho tersebut bila apa yang dialami menuai sebab dan akibat atau sudah diberi anugrah masih mengalami kekecewaan karena kurang pas dengan apa yang dikehendaki, itu adalah kefanaan manusia di dunia.

Berawal dari hal itu kenaikan temperatur suhu pikiran manusia akan semakin meningkat manakala setiap yang hilang tidak bisa kembali lagi. Uang yang hilang raib dibelanjakan tak bisa kembali, istri yang hilang alias minggat tak ujung kembali raib dimakan kehidupan, suami yang galau dengan perangai istri akhirnya memilih diam dan pergi mencari rumput tetangga karena lelah dengan gaya hidup istri, pejabat yang stress karena tidak bisa mendapat gratisan pulsa dari koleganya terjun bebas dari apartemen, ulama yang dholim karena kehilangan umat sehingga isi ceramah hanya surga dan neraka untuk menakuti manusia atau tetangganya sendiri, guru yang keras karena jerih payahnya tidak pernah dihargai oleh sekolah dan penyelenggaranya, anak sekolah yang kehilangan sopan santunnya karena orangtuanya sibuk mencari sesuap nasi kaki menjadi kepala dan kepala dijedogkan ke tembok biar dapat sesuap kehidupan bagi anak-anaknya, dan sebagainya. 
Tenggoklah anak kecil. Hidup mereka hanya bermain riang gembira tanpa keterpaksaan tanpa beban. Sepanjang hari hanya tertawa dan bersenda gurau tanpa mengenal lelah namun batin dan jiwa mereka sangat polos dan jujur. Dalam benak mereka hanya sebuah keindahan. Dan kehidupan mereka diwarnai perubahan dalam aktivitasnya. Kadang main di lapangan, terkadang bersepeda di padang rumput, juga sesaat memandang bebek di sawah sambil berlarian, hiruk pikuk silih berganti dalam beraktivitas.
Bagaimana dengan kita orang tua, setiap saat bergelut dengan pekerjaan yang monoton karena saat inilah pekerjaan pilihan yang harus menopang hajat hidup keluarga. Pikiran mereka terfokus demi sesuap nasi dalam tiap bulannya. Jadilah mereka bahan pelampiasan waktu dengan kejenuhan aktifitas yang menjemukan. Dan kapan mereka akan merasakan bersendagurau tanpa beban?. Solusinya adalah tafakur dalam wujud tarekat yaitu penyatuan diri antara jasad dan sang khalik yang akan mengembalikan keindahan dalam warna hidup ibarat anak kecil. Kembali fitroh dalam rengkuhan sang waktu dalam takdir kehidupan mereka masing-masing.
Semoga kita akan tetap tenang dalam menjalani hidup yang penuh liku dan tipu daya dunia. Semoga keselamatan dan keberkahan akan kita alami dalam hidup di dunia juga kelak di akherat. Amin.
Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim
Penulis,
Tjie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top