Sunday, September 28, 2014

Muna dalam perpektif Islami


Semua menilai dan memberikan komentar, semua menghujat, memberikan olokan dan semua menilai dan memberikan kepalsuan. Jelas sudah bahwa kepalsuan datang dan terlihat manakala sebuah penilaian hadir tanpa sengaja dilakukan bahwa sebaliknya dengan sengaja dilakukan. Jelas sekali karakter setiap orang secara utuh. Karakter manusia yang sesungguhnya dihadapan orang lain. Bahwa setiap manusia ingin dipuji dan disanjung namun sebaliknya mereka enggan melakukan hal yang sama bahkan menjadi kebalikannya justru menghujat dan mengolok-olok. Terlihat sudah bahwa segelintir orang yang menilai baik kepada diri kita. Padahal kita sendiri tidak pernah memberikan penilaian negatif terhadap mereka. Itulah warna aura manusia dalam kehidupan di dunia. Sudah selayaknya kita bercermin dan selalu mempunyai pola fikir terbaik dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehingga amaliah yang telah lama dikumpulkan bukan hanya isapan jempol yang akan menguap hilang dalam tabungan dan saat kita menuainya ternyata wadah itu telah kosong kembali. Ibarat pepatah, 'habis manis sepah dibuang', setiap kita dibutuhkan orang lain selalu disanjung dan dipuja, namun setelah tidak dibutuhkan dibuang bagaikan bungkus makanan favorit. Jelas sudah karakter manusia dalam lini kualitas amaliah dan ada pepatah 'keelokan paras bukan jaminan halusnya budi', dalam pepatah jawa, 'ajining sariro soko busono ajining diri soko lathi. Itulah dalam nuansa hikayat.
Kita sudah sangat percaya akan balasan setiap amal yang baik, baik itu ucapan dan tingkah laku. Namun saat itu justru kita akan lupa apa makna dari itu semua. Dan tak pernah berfikir kenapa semua keadaan hidup ini penuh suka dan duka bahkan banyak dukanya. Karena seringkali kita dengan sengaja memberikan karya yang indah yaitu membuat orang lain terluka. Apakah perbuatan kita dibenarkan, mungkin dibenarkan untuk pola fikir sendiri. Tapi bila yang menilai Allah SWT, jelas Dia akan memberikan penilaian sesuai apa yang ada pada hati masing-masing insan. Mungkin anda bisa berdusta bila tidak suka dengan orang lain namun yang maha kuasa pasti tahu setiap mimik yang diciptakan keluar dari hatimu walaupun semulus atau secantik apapun wajahmu Dia akan menilaiNya.

Kebohongan dan kepalsuan hubungan dengan sesama manusia akan melahirkan sifat keras hati. Hati kita akan terlena akan bisikan surga, merasa kita paling bijaksana, paling terbaik, paling cerdas, paling istimewa di hadapan Allah SWT. Namun pada sadarnya hati kita sedang sakit. Sakit karena banyak sekali kekurangan kita dibanding orang lain yang lebih bahagia hidupnya. Dan kebahagiaan itu muncul bukanlah dalam ornamen materi namun lebih mendekati pasti ke arah kepuasan hati. Apakah kita sendiri tidak berbohong kepadaNya, apakah kita selama ini ridho akan kehendakNya. Dalam setiap renungan di sela kesibukan seseorang pasti akan mengalami titik kritis untuk hati bisa meneteskan air mata kesombongan kita.
Ruh yang mengalir dalam jasad tidak pernah diberikan bisikan Dzikrullah, sehingga hati kita keras bagaikan bongkahan batu dan sekuat apapun amaliah hati akan membisikan pola fikir jelek dan keluar lewat bibir segala bentuk kesalahan demi sebuah kepuasan. Sungguh sangat disayangkan dalam satu kali hidup selalu memberikan kemudhorotan bahkan untuk diri kita sendiri. Bagaimana ruh akan terbangun dalam sandaran syareat yang kokoh apabila nilai ini selalu digaungkan sebagai hal yang terbaik dalam hidup kita. Kebodohan datang saat kita bangga akan kelebihan dan kebenaran setiap ucapan kata kita. Dan justru ini akan berimbas Allah SWT akan perlahan menjauhi kita.
Semoga kita tersadar sebagai manusia yang terbaik dalam kultus Islam yang terbaik (katanya), sebagai suri tauladan Isme terbaik (katanya) dan semua hingar bingar kultus hikayat Imam jadi upaya mengarahkah dalam surga Allah bukan sebaliknya semakin mendekat kepada NerakaNya. 
 Laa ilaha illa anta. Subhanaka innii kuntum minazhaalimiin.
 penulis,
chiezhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top