Friday, September 23, 2011

Hidayah seorang Mukmin

Hakekat seorang muslim adalah beriman. Setiap muslim belumlah bisa dikatakan mukmin, tapi mukmin pastilah seorang muslim. Namun sangat ironis apabila setiap orang mukmin menghardik saudaranya sendiri sesama muslim. Beranggapan bahwa saudara seiman, kurang lebih beriman di banding kita. Seberapa berimankah diri kita dibanding dengan orang lain. Kekuatan ini yang menyebabkan harmonisasi di kalangan umat sendiri jadi buah bibir yang tidak pernah habis dalam hentangan waktu dan masa.  Sebenarnya yang mengetahui taraf keimanan kita adalah diri kita dan Allah SWT yang mampu merabanya apalagi dalam hubungannya dengan pahala. Sangat naif bila manusia berbicara amal sholeh dan pahala karena akan melunturkan sebuah ibadah dalam pengertian riya. Ibadah sholat contohnya, setiap muslim pasti akan terpanggil jiwa dan hatinya untuk selalu tunduk dan patuh atas semua perintahNya. Namun ketaatan setiap muslim akan berawal dan berakhir dalam kriteria mukmin apabila telah mengalami sebuah rahasia manusia dengan Tuhannya.

Rujukan yang tepat dalam koridor di atas adalah bagaimana menjadi sebuah pribadi yang selalu tawadlu' terhadap anugrah Allah. Sepanjang apakah kesabaran kita menjalani hidup dengan berbagai macam suka dan duka?. Ataukah kita hanya menjadi penonton bahkan lebih parahnya lagi sebagai penghujat setiap pemain yang tidak bisa memasukkan GOL?. Jiwa dan pribadi seorang mukmin adalah sebuah tataran jiwa hamba yang selalu berserah diri dengan total terhadap Allah SWT. Total dalam hubungannya dengan Allah SWT dan total dalam hubungannya dengan sesama manusia dan makhlukNya. Perlu dipertanyakan derajat ketaqwaan seseorang kalau setiap saat menggunjing teman, saudara, tetangga dan selalu mencari sebuah pembenaran sendiri apalagi tentang sebuah hukum kepatuhan kepada Allah. Justru kategori mukmin inilah yang membuahkan hati semakin bertambah arif dan bijaksana dalam bergaul sesama MUSLIM.

Teringat kisah seorang tukang kayu. Seorang tukang kayu yang sangat giat bekerja sehingga dia melupakan sholatnya. Setiap hari dia berangkat sebelum subuh dan pulang setelah isya'. Di pikiran dia harta mencari nafkah adalah yang utama untuk meneruskan hidup. Sehingga suatu saat dia berubah akan pendapatnya setelah melewati sebuah ujian LUPA.
Seperti biasa tukang kayu pulang bekerja setelah waktu isya', sampai di rumah istrinya menyiapkan makan untuknya. Baru saja makan turunlah hujan jatuhlah air hujan dari atap rumah yang bocor. Tidak tenang akan makannya, beranjak dia mengambil gergaji naiklah dia menggunakan tangga untuk memperbaiki atap yang bocor. Setelah selesai memperbaiki atap yang bocor turunlah dia hingga melupakan gergajinya yang masih tertinggal di atap. Pagi harinya sebelum subuh saat dia mau berangkat kerja di ambilnya peralatan tukangnya, dia kecewa karena tidak menemukan gergaji di kotak alatnya. Lalu dia menanyakan pada istrinya sambil marah-marah. "Bune, apa kamu yang membereskan peralatan tukangku, gergajinya tidak kelihatan kamu taruh dimana?, bentaknya. Sang istri kesal, "Pak, ibu tidak tahu dan tidak membereskan barang-barang. Sudahlah jangan marah-marah lebih baik bapak sholat subuh dulu. Pasti setelah sholat ingat akan gergajinya" sahut sang istri.
Beranjaklah si tukang kayu berwudlu dan mulai sholat, "Usholli fardhol subhi (niat ingsun nggolei graji) Allaahuakbar... terlihatlah sebuah gergaji di matanya. Bismillaahirrohmaanirrohiim, ingatlah dia saat pulang kerja.. dstnya.  Selesai salam berhamburlah dia mengambil tangga dan naik ke atas atap mengambil gergajinya". "Eh pak mau kemana buru-buru?, tanya istrinya. "Bune, aku sudah ingat gergajinya", celetuk suaminya. Tersenyum istrinya memandang suaminya berlalu.
Sekelumit kisah yang memberikan kesadaran bahwa nilai sholat ada pada pribadi yang sholeh. Pribadi yang sholeh tidak terbentuk begitu saja dalam hidup. Pribadi yang arif, kamil dan kaffah adalah sebuah perjalanan yang panjang antara pertemuan manusia dan Tuhannya serta sosialisasi dengan sesama manusia. Banyak dosa kita yang sering kita lupakan karena saking seringnya kita menilai pribadi orang lain yang dianggap lebih jelek dengan kesalehan kita kepada Allah SWT. Seorang kamil dan kaffah bukan hanya berangkat dari pribadi yang lurus namun banyak terlahir dari manusia biasa yang merasa kecil di hadapan Allah SWT. Jadi tidak sepantasnya diri kita memberikan persepsi yang jelek bahkan menjelek-jelekan saudara seiman dan seaqidah. Sujud manusia tidak akan sama dalam kejujurannya. Setiap yang sadar akan sujud saat sholat dengan sadar dan ikhlas akan kesalahan kita kepada Allah SWT, semakin lengkaplah dia menuju insan yang kaffah dan mukmin. Sudah membentuk karakter andakah setiap sholat yang dilakukan, marilah kita bersabar dalam ibadah.
Wallahu'alam bishowwab.

Dinukilkan dari Pengajian di Ponpes Sunan Drajat
by Chi Zhoen
Muhshonu Rohman, ST

No comments:

Post a Comment

 
back to top