Thursday, July 5, 2012

Ikhlas

Sejenak alam bawah sadar kita mencari sebuah alibi menuju sinar yang terang, sebuah sinar dalam dekapan ruh. Lebih pastinya adalah cahaya menuju ketajaman fikir dan hati. Sederet aktifitas dan segudang kenikmatan dalam dunia akan membuat setiap dari insan mendengar sebuah rengkuhan. Rengkuhan yang membawa kita tersadar akan sebuah kebosanan hidup. Bosan dengan indahnya alam sekitar, bosan dengan berlimpahnya harta benda serta bosan dengan kebisingan hidup di sekeliling kita dan tidak terkecuali bosan terhadap aktifitas sendiri sehari-hari. Dalam benak setiap insan pasti akan mengalami titik jenuh dalam hidup. Tidak bersemangat dan ingin mencari sebuah warna baru kehidupan. Namun tak jarang dari kita lupa akan sebuah istilah bahwa hidup bukanlah untuk menikmati kehidupan namun hidup hanya sebuah penantian yang tak pasti. Penantian akan ajal, penantian akan waktu, penantian akan teka-teki dan pertanyaan hidup. Kapan kita akan lebih baik dari hari ini, kapan kita akan mendapat kenikmatan lagi, kapan kita akan berubah nasibnya dan berbagai pertanyaan berkecamuk dalam sanubari.

Nun jauh di sana dalam sebuah surga yang indah, langit ke tujuh dalam hitungan langkah Muhammad Rasulullah mendapat anugrah mikraj. Kita berasumsi dan membayangkan dalam hitungan nafas yang mendalam. Sebuah tanda-tanda kebesaran Allah yang tidak bisa dirasakan oleh manusia biasa. Saat beliau hijrah dalam langit tersebut rasa gundah gulana hilang tanpa noda, seolah darah beku dalam sekam es. Apa yang bisa kita bayangkan? Apakah bisa kita merasakannya? sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban tentunya. Inilah arti pentingnya hidup dalam naungan Islam. Ada saat sesuatu bisa kita rasakan dan bayangan ada pula saat hal-hal di luar nalar dan kehendak kita muncul dengan sendirinya sesuai kehendak-Nya dan tidak bisa kita fikirkan. 
Dalam lapisan langit ketujuh di kisahkan bahwa nabi bertemu dengan Ibrahim as. Beliau berpesan, 'umatmu adalah umat terakhir dan terlalu dhaif, maka berdo'alah untuk umatmu'. Beliau berpesan, surga itu baik tanahnya, tawar airnya dan tanamannya ialah lima kalimah, "Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illallah, allahuakbar dan laa haula wala quwwata illa billah". 
Sebuah pesan indah penuh kenikmatan yang sesungguhnya bila manusia selalu bisa bersyukur akan setiap nikmat yang telah di miliki di dunia. Ujung dan pangkalnya adalan limpahan dan kelipatan dalam hitungan di akherat bila lidah dan hati kita mau menerjemahkannya. Hati yang gundah akan damai, hati yang resah akan musnah, jiwa yang galau akan sejuk ibarat hembusan angin di tengah hijaunya daun. Manusia akan bisa tersenyum selamanya walaupun duka dalam hidup berkepanjangan karena akan terfikir kelak dalam langit ketujuh (akherat) mendapatkan limpahan karunia yang tidak terbatas.
Jiwa manusia akan selalu lemah manakala setiap dari diri kita mudah dalam melupakan sesuatu, lupa akan kedamaian, lupa akan keharmonisan, lupa akan hembusan nafas dalam pejaman mata. Kecuali bila setiap dari kita mampu menembus hal itu dengan nadi dzikrullah. Sholat yang berjalan akan hampa saat jiwa setelah sholat kosong tanpa nafas hati. Ibarat sebuah mata air yang tertampung dalam tempayan kecil, berbeda apabila mata air yang turun bebas ke air terjun yang indah. Akan terasa dalam dan damai jasad dan juga ruh. Mimpi gambaran tidur dalam barzah, terbangun dalam barzah ibarat mimpi dalam akherat itulah hakekat hidup dalam balutan dzikrullah.
Semoga manusia dalam dunia menjadi khalifah yang jujur dan baik menjaga amanah Muhammad rasulullah dan Allah SWT. Insyaallah. Derai airmata di bumi akan terhapus dengan butiran airmata yang berubah menjadi permata dalam surga Allah. Amin.

Wallahu'alam Bishowwab

By Chie Zhoen


No comments:

Post a Comment

 
back to top