Thursday, October 18, 2012

Melawan Cinta

Jika semua ada karena cinta tentunya setiap yang mencintai dan dicintai akan memperoleh sebuah arti yang tepat. Arti yang memberikan suasana indah sepanjang masa dan jaman, sepanjang hayat dikandung badan, sepanjang kondisi bagaimanapun kondisinya dalam setiap detik, sepanjang langkah kebersamaan, sepanjang menikmati anugrah Allah SWT, sepanjang kemampuan menghadapi situasi dan keadaan. Adalah manusia yang mendapat nilai plus yang bisa berharap dan mendapatkan itu semua yaitu manusia yang dalam hatinya ada hidayah akan kekuasaan Allah SWT bukan manusia yang hanya sekejap menikmati kenikmatan dan melupakan teman, saudara bahkan yang dicintainya. Apakah ada manusia dalam kriteria tersebut? Jawabnya ada dan tiada. Ada manakala dari mereka punya satu komitmen bersama tanpa pamrih, komitmen untuk tampil bersama tanpa kekalahan dan ambisi. Tiada ada bila manusia satu diantaranya atau keduanya punya komitmen yang tersembunyi tanpa pasangan tahu dan mengetahui keinginan dan maksudnya yaitu manusia yang dalam dirinya belum mau mengerti makna cinta.

Susah memang mengatakan bahwa kita sudah melewati ketepatan hubungan atau keindahan dalam bercinta dengan lawan hati kita. Adakalanya dan bahkan umumnya akan naik dan turun berdasarkan saku dan kantong alis finansial dan kenikmatan. Finansial yang menyelimuti badan dan kenikmatan yang dirasakan oleh badan atau fisik. Ada saatnya dunia harus berputar dan semua harus mengikhlaskan segalanya untuk menjalani apa yang ada pada jasad dalam dunia ini. Pilihan pasangan adalah bentuk dan upaya menunjukkan eksistensinya memberi dan menikmati. Memberikan kecintaan hati kita dengan sepenuh hati tanpa pamrih dan konsekuensinya. Namun sisi lain yang perlu dicermati adalah bagaimana memberikan kasih sayang sebagai upaya tanggungjawab kita dari apa yang telah dirasakan selama ini. Semua akan kembali pada apa yang di hati. Apakah hati kita sudah sering terluka, apakah hati kita sudah sering menangis, apakah hati kita sudah sering berkata tidak, apakah hati kita selama ini berbohong dengan terpaksa pada yang mencintai kita. Inilah tolak ukur bagaimana kita akan menjadi pribadi yang sholeh, pribadi yang tak lekang dimakan usia dan waktu.
Berfikir dan bertindak sudah sepantasnya diberikan apresiasi dengan baik oleh teman, sahabat ataupun saudara bahkan pasangan kita. Dalam umat Islam banyak sekali yang memberikan apresiasi yang salah dalam hubungan. Justru umat yang sudah mengenal kitab bumi yaitu Qur'an susah untuk mendapatkan pengertian akan ikhlas dan kebaikan. Kenapa demikian? Karena pada hati mereka sudah sangat kenyang akan contoh surga dan neraka, kenyang akan contoh kebaikan dan kesalahan, sudah kenyang akan omongan dan kedzaliman, sudah penat dengan kepatuhan namun masih fakir. Sehingga yang muncul adalah ketidakpuasan bathin dan raga, dalam tubuhnya selalu berkembang semangat yang mubah, semangat yang justru bukan untuk keindahan dan cinta. Masyarakat yang sudah jenuh dengan janji Allah SWT padahal setiap saat berwudlu dan bersujud namun tetap saja iri, dengki, ujub, riya, ghibah selalu di kedepankan tanpa basa basi. Inilah melorotkan upaya memberikan kontribusi tentang makna cinta. Semua di ukur dan di nilai dengan mata uang alias duit. Upaya ke arah perbaikan kultur hanya kiasan belaka.
Banyak antara harapan dan kenyataan yang berbeda hingga semakin nyata untuk berkata iya padahal hatinya tidak. Istilah publik adalah gengsi untuk berkata tidak padahal iya. Itulah manusia kemanapun akan selalu diikuti yang nama cinta.

Ya Razzaq, ya Fattah..
Penulis,
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top