Thursday, October 4, 2012

Buta dalam tatap tajam dalam hati (Pemimpin)

Setiap masa pasti akan ada perubahan, istilahnya iklim akan selalu berganti sesuai dengan perubahan yang harus dijalani. Terkadang kita susah untuk mengikutinya hingga jurang akan menganga semakin melebar. Demikian juga pola kepemimpinan pasti akan mengikuti setiap akhlak dan watak siapa yang memegang tampuk kepemimpinan. Dan setiap pemimpin pasti akan menyimpang dari kepemimpinannya manakala setiap ide dan kreatifitasnya menemui sanggahan karena masih ada ide yang lebih baik dan justru datangnya dari orang lain dan mencoba memungkirinya. Ini merupakan kelemahan kedewasaan dinilai dari faktor kepemimpinan. Karena setiap pemimpin pasti akan menurun kualitas subyektifitas pola fikirnya, maju 4 langkah ke depan mundur 6 langkah ke belakang. Kenapa demikian? Jawabnya adalah rasa puas, setiap pemimpin pasti tidak akan merasa puas dengan apa yang telah di dapatkan sehingga ingin jauh merengkuh tujuan dan keinginan dalam merubah demi perbedaan dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Ada karakter pemimpin sederhana namun berwibawa dan jujur, ada pemimpin keras namun hatinya penuh dengan empati terhadap bawahan, ada pemimpin yang enggan diberi masukan dan justru selalu memberikan nilai kesalahan. Dan masih banyak lagi karakter seorang pemimpin yang notabene sudah benar dan tanpa kesalahan.

Hari demi hari dengan program dan rencana kerja, memberikan asumsi yang baik tentang semua hal. Namun sisi yang lain sering tidak bisa terjangkau semuanya. Ini adalah sebuah penalaran yang membutuhkan figur dan bukti nyata kepribadian, sehingga karakter dan watak serta perangai semakin lembut dan akhirnya setiap gerak geriknya memberikan suksesi akan gerakan anak buah secara kontinue. Inilah jiwa seorang pemimpin yang sudah mumpuni dalam koridor amaliah dan empati. Memaksakan kehendak adalah sebuah kesalahan besar bagi seorang pemimpin terhadap bawahannya. Dan memberikan konsep memaksa dalam sebuah sistem adalah beberapa langkah memunculkan kesalahan berikutnya. Yang lebih tepat adalah mencoba memberikan nilai positif terhadap setiap apresiasi bawahan tentang kinerja dan pelayanannya terhadap atasan dan sistem. 

Rumah adalah bangunan yang utuh antara pondasi, tiang pancang, tembok, dan atap. Pada sudut-sudut tertentu rumah pasti ada kelemahan baik itu oleh angin, hujan dan badai. Dan ibarat rumah memenuhi kebutuhan rumah adalah hal yang sangat panjang seolah tidak ada hentinya dari segi materiil maupun nilai kepuasan secara artistik. Begitu pula dengan sebuah konsensus sistem, bahwa semua akan berjalan dengan damai manakala antara kebijakkan kepemimpinan akan berdampak pada pola keutuhan dan kesinambungan dan kebersamaan semua elemen. Memenuhi kebutuhan mereka semua akan terbentur dengan sebuah pertanyaan. Apa yang sudah mereka lakukan terhadap sistem, setelah apa yang mereka lakukan terpenuhi muncul lagi pertanyaan, apa yang sudah diberikan untuk kepuasan mereka menjalankan sistem?
Satu hal yang menarik adalah sebuah pernyataan dalam menggerakkan manusia dalam sebuah sistem adalah yang berhubungan dengan finansial, setiap finansial dalam bentuk jasa pasti akan selalu dimunculnya wacana ikhlas dan kemungkaran dan ini menjadi senjata ampuh. "Ikhlas untuk menerima berapapun jasa yang telah diterima dan kemungkaran bahkan adzab bagi yang merasa tidak puas dan ikhlas atas semua rejeki yang telah diperoleh". Sebuah hukum dalam muamalah terkadang terbentur dengan sebuah empati dan lebih menonjolkan untung dan rugi, sehingga faktor inilah yang akhirnya menurunkan perilaku yang baik dan berubah menjadi kinerja yang menjemukan. Dan orang-orang yang kompeten akan tergeser tergantikan orang-orang yang punya nyali memberikan wawasan yang salah. Tujuan dalam kebersamaan adalah faktor kepuasan dan ini akan terus berjalan seiiring waktu, saatnya 'kebutuhan pokok naik' seharusnya diimbangi dengan pemberian atas jasa sesuai dengan koridor yang akurat. Urusan perut jelas akan beda dengan urusan hak dan kewajiban. Bila kewajiban sudah dilakukan sudah sepantasnya menuntut hak sebelum keringat mengering. Judulnya setiap upaya pemikiran jelas beda dengan upaya fisik atau tenaga sehingga upahnya jelas akan berbeda. Istilah beda antara kuli dan mandor, antara mandor dan pelaksana, antara direktur dan ahli tekniknya.
Berbicara dari hati ke hati kadang juga menyebabkan salah persepsi, karena setiap pemimpin pasti nomer satu yang muncul adalah su'udzon terhadap anak buahnya. Setelah jadi pemimpin pastilah setiap pemimpin kurang berkata bijak dalam setiap pengambilan keputusan, bahkan yang sering tidak berani mengambil keputusan secara bijak, ibarat bercermin dalam satu cermin di depan kita pastilah yang terlihat hanya fisik di depan sementara punggung dan belakang kita tetap tertutup tak terlihat. Semoga kebaikan selalu ada bersama kita sebagai insan yang mencoba memberikan persepsi yang lurus antara hak dan kewajiban.   
Bismillahi Masya Allah Laa Yasuuqul Khoiro Illalloh
Bismillahi Masya Allah Laa Yash Rifussua Illalloh
Bismillahi Masya Allah Laa Maa kaana Minni’ Matin Faminalloh
Bismillahi Masya Allah Laa Laa Hau La Wala Quwwata Illa Billahil ‘Aliyyil ‘Adziim
Wallahu'alam Bishowwab.
Penulis
Muhshonu Rohman, ST (Chie Zhoen)

No comments:

Post a Comment

 
back to top