Wednesday, July 13, 2011

HALUS_INASI

Ada banyak komentar setelah sebuah piring yang berisi makanan sangat enak, makanan yang membuat bibir kita menikmatinya tanpa henti seolah makanan tersebut terus menempel dengan kuat. Di lepas sayang di buang bukan pada tempatnya. Itulah nikmatnya menikmati makanan kesukaan kita, enak di lidah dan nyaman di tenggorokan indah di perut. Itulah hakekat hidup manusia. Bahwa setelah kenyang merasakan nikmat dalam perut dan hati serta jiwa. Apa seh keinginan manusia selanjutnya, tidak lain hanyalah tidur menikmati kenyamanan kenyang dan mimpi indah. Manusia sudah menikmati hidup semaksimal mungkin, kaya, bermartabat dan sukses akan terbentur dengan sebuah pola fikir dan titik kejenuhan dalam segala hal. Semangat menurun, pikiran bingung, hati gelisah, jiwanya merana, badannya sakit. Kesadaran memulai kembali/restart perjuangan akan sangat membuat semakin losses energi yang dibangkitkan secara kuat. Yang akan terjadi sebuah kematangan apakah sebuah penolakan akan jatidiri itu sendiri. Dehidrasi ini akan muncul dalam pemikiran insan, siapapun, dimanapun dan dalam kondisi apapun setiap dari orang akan mengalaminya baik sama ataupun mirip. 


Sejujurnya setiap dari kita akan tersentuh hatinya manakala melihat saudara, teman dan orang lain tersakiti. Tidak tega dan merasa sedih apabila hal yang tidak mengenakkan hati menimpanya, perasaan trenyuh, ikut galau dan sebagainya datang menemui. Namun tidak semua orang yang mengenal kita akan merasakan dan memberikan persepsi ikut merasakan semua kegalauan hati kita. Banyak di antara teman, rekan bahkan sahabat akan menjauh saat kita mengalami penderitaan. Ada sebuah nilai yang tergadaikan yang tidak pernah dirasakan dalam bersosialisasi sebagai manusia berbudi. Banyak faktor yang menyebabkan lepasnya keyakinan di hubungan komunikasi dengan itu semua. Sungguh menyedihkan kehidupan bersaudara, pertemanan dan persahabatan.


Kalau dirasakan dalam hati kecil, sebuah contoh saat kita terbaring di pembaringan karena sakit, psikologis dan fisik akan membutuhkan tenaga penuh yang akan membangkitkan semangat baru untuk berupaya sembuh. Tenaga dalam ini tidak terbentuk mutlak dari suplay makanan dan obat yang membantu proses penyembuhannya. Apa seh yang menunjang kesembuhan penyakit kita. Adalah ucapan dan kehadiran saudara, keluarga, teman dan sahabat. Kemunculan mereka adalah obat termanjur, termahal dan terakurat yang akan menyembuhkan kegalauan hati dan penyakit kita. Bagaimana ini terjadi dengan anda?. Saat kesadaran seperti itu tumbuh, muncullah sebuah naluri empati pada diri seseorang. Naluri yang akan menuntun sebuah hidayah baru, bahwa apa yang mengganjal pada hati kita yang keras karena egois, serakah, iri dan dengki akan terkikis secara perlahan dan pasti. Pembelajaran ideal yang merubah pola fikir menjadi manusia dan seseorang yang jauh lebih beruntung dari orang lain pada koridor ketenangan jiwa dan raga. Apapun yang akan terjadi akan semakin dekat dengan yang kuasa dalam kondisi apapun. Dan jalan keluar dari problema hidup selalu akan muncul di saat kita membutuhkannya dari arah manapun.
Halusinasi setiap orang tidak akan sama, persamaannya bisa saling merasakan lapar dan dahaga. Kekurangannya tidak bisa bersama-sama menikmati kenyang dan kenikmatan pesta. Saat lapar sekarat bersama, saat datangnya makanan berhamburan berebut saling tendang dan sikut demi perut sendiri. Kemanakah kejernihan hati yang selalu terbentuk oleh rutinitas ibadah yang dilakukan sehari-hari. Bila ini berlanjut hanya sebuah halus_inasi yang bisa diraih sebagai bentuk kualitas maksimal dari keilmuan kita.
Adakah semua yang kita fikirkan sama dengan apa yang di fikirkan oleh orang lain. Jawabnya adalah jangan pernah berfikir apa yang kita inginkan akan sesuai dengan apa yang di inginkan oleh orang lain. Tapi sentuhlah setiap orang dengan kedekatan keinginan kita yang kuat supaya setiap orang mau mendukung dan memberikan persepsi yang baik terhadap usaha kita. Kembalilah pada sebuah jargon bahwa tidak semua orang suka terhadap diri dan pribadi kita. Berfikirlah apa yang sudah kita berikan kepada teman, sahabat dan intitusi tempat kita berpijak, bukan sebaliknya apa yang sudah mereka berikan kepada kita. Inilah sebuah tolak ukur hancur dan berkembangnya sebuah peradaban dan sosio kultur yang berkembang. Saling beradu job deskripsi dan tender perseorangan sehingga melahirkan halusinasi sistem yang sebenarnya di bangun untuk dilanggar dan dihancurkan sendiri. Insyaflah sebelum sama-sama kelaparan.
Wallahu'alam bishowwab..
by Crowja Garichu

No comments:

Post a Comment

 
back to top