Sunday, July 24, 2011

Tabir Kebenaran dan Kekhilafan

Berbicara saling memaafkan adalah sebuah budaya dalam agama Islam. Setiap yang hidup harus memberikan kenikmatan pada setiap kehidupan yang lain. Arti kata yang menyejukkan hati, terlebih mendapat sambutan yang hangat atas sebuah kekhilafan ataupun kesalahan. Namun terkadang lama sekali kita bisa mengucapkan maaf begitu pula lama sekali kita bisa memaafkan. Semua bukan kategori kesalahan bila belum mampu mengucapkannya. Manusia muslim membuat agenda dalam kata maaf ini, yaitu sangat "afdhol" bila diucapkan menjelang puasa dan setelahnya atau lebaran. Sebuah rutinitas yang sangat menarik dan indah dipandang mata sejuk di hati. Tetapi, bukan itu yang penulis sampaikan dalam coretan ini walaupun temanya mengarah ke dalamnya. Yang penulis garisbawahi adalah sebuah penilaian manusia tentang sebuah kesalahan terhadap sesamanya. Apakah sebuah kesalahan adalah milik semua orang?, jawabnya ia karena bukanlah manusia bila tanpa salah dan dosa. Namun nilai kesalahan dan khilaf haruslah bisa di ukur yuridisnya ataupun sebab dan akibat yang menyebabkan sebuah kesalahan dan khilaf itu terjadi. Nah, inilah yang sering dilupakan banyak orang kenapa mesti setiap orang tidak akan mampu secepatnya memberikan kata "maaf boss".

Rutinitas ucapan maaf menjelang Ramadhan adalah sebuah gambaran bahwa setiap yang ingin mensucikan diri haruslah di mulai dari ibadah yang sederhana yaitu mengucapkan kata maaf. Banyak aktivitas umat Islam menjelang puasa mengadakan ritual dan berbagai kegiatan yang bertujuan mensucikan jasad supaya puasa dalam sebulan akan mendapatkan berkah dan pahala serta diterima oleh Allah SWT. Tradisi ini yang menyebabkan berbagai polemik dalam masyarakat Islam, orang dianjurkan memberikan nilai positif menjelang puasa. Maksud dari semuanya adalah penyambutan bulan mulia harus di mulai dengan bersalaman mengucapkan kata maaf dan membersihkan diri dari dosa sesama manusia. Memang mulia dalam koridor demikian namun mengapa hal ini dilakukan?, kenapa tidak jauh-jauh hari dilakukan oleh sesama manusia untuk saling memaafkan dan melupakan perselisihan yang terjadi? Apakah ini juga kelemahan dari manusia?, jawab penulis adalah tidak. Setiap manusia harus selalu sanggup dan punya keberanian mengucapkan kata maaf. Baik itu pejabat ataupun rakyat jelata. Setiap yang salah dan khilaf dalam hitungan hari harus bersegera meminta maaf dan memberikan persepsi yang positif bagi yang diberi maaf. Kenapa tidak demikian adanya?
Ketidakberdayaan manusia terhadap kondisi yang terjadi menyebabkan setiap manusia enggan dan acuh tak acuh terhadap kata maaf. Bahkan seringkali secara sengaja mengatakan "emang gue pikirin".  Bobot keimanan kita adalah tolak ukur dari lemahnya untuk berkata tegas tentang maaf, gengsi, harga diri, merasa lebih tua, kaya dan sebagainya. Khilaf dan kesalahan menjadi relatif saat nilai kesalahannya adalah barang sepele yang sengaja dibuat orang disekitarnya untuk sebuah ketidaksukaan kita kepada sesama (like and dislike). Inilah hati manusia yang sudah terjerat oleh akar sebuah politik sehingga hati dan mulut berbeda kata dan berbeda rasa.
Tabir yang selalu terjerat oleh akal budi dan balas budi yang sering dijadikan senjata untuk membicarakan sebuah kesalahan tanpa melihat seberapa besar jasa-jasa orang yang berhubungan dengannya. Yang terlihat di mata adalah sebuah kesalahan dan kekhilafan tanpa melihat hatinya. Apakah hatinya sejahat kesalahannya tidak pernah sedikitpun dibahas. Kontrol emosi inilah yang dikatakan sebagai kecerdasan spiritual/emosional (emotional intelligent) yang tidak semua orang bisa menerjemahkannya pada koridor penilaian akhlak. Setiap manusia adalah mempunyai nyawa, namun terlebih bahwa setiap manusia yang mempunyai nyawa dan ruh adalah sebuah titipan Allah bahwa mereka mempunyai keterbatasan dan kelebihan. Jika setiap dari mereka tidak sangat berhati-hati dalam menilai setiap dari mereka, jelas setiap saat akan mengalami penilaian yang sama tentang akhlak dan karakter yang dinilai. Inilah sebuah kesalahan yang sering dilakukan setiap saat. 

Marilah menjadi pribadi yang tidak saling menjatuhkan, sehingga akan sangat berhati-hati bila mengatakan : "Tidak diterima amal dan puasanya apabila tidak saling memaafkan", ini adalah sebuah vonis dari manusia. Harusnya dikaji dulu bahwa makna tersebut juga menyalahkan seseorang terhadap bentuk kesalahan kembali. Padahal semua bentuk kesalahan dan kekhilafan harus di mengerti dulu akar jatuhnya. Sehingga setelah manusia salah dipersalahkan kembali kalau tidak meminta maaf kepada yang pihak terkait, apalagi menjelang Ramadhan. Sungguh sangat berat beban yang di emban manusia tersebut menjelang Ramadhan.
Berpijaklah pada tali agama Allah yang terbaik sehingga antara jasad, hati dan ruh mampu menerjemahkan hidup secara normal dan seadanya yaitu menilai orang secara baik lewat media yang juga baik.
Wallahu'alam bishowwab

penulis
by Crowja Garichu

No comments:

Post a Comment

 
back to top