Tuesday, August 14, 2012

Krisis keimanan menjelang Syawal


Ramadhan membuat semua orang berlomba dalam kebaikan dan kebajikan (fastabikhul khoirot), semua menengadah memohon berkah, rahmat dan ampunan. Semua berjanji tidak akan berdusta lagi, tidak akan berbohong lagi dan tidak akan berbuat dholim lagi. Akan dicurahkan hidup untuk selalu menjadi insan yang baik dan berbudi. Membawa tasbeh kemanapun, berkata alim dimanapun, mengajak kebaikan kapanpun dan kepada siapapun. Akan berjuang di jalan Allah dengan sebaik-baiknya. Memperjuangkan hajat hidup orang banyak, menasehati dalam kebenaran dan kebaikan, mengajak ke arah kebaikan dan kesalehan. Berbudi pekerti yang luhur dan menjadi pribadi santun. Suka berderma dan mengasihani anak yatim. Berjanji akan silaturahim dengan sanak saudara dan mempererat kembali tali silaturahim yang terputus. Dan semua hal yang berbau keindahan dan kebersihan amal ibadah di alam fana.

Allah SWT akan mendengar keluh kesah hamba-Nya walaupun hamba tersebut jauh dari gelamournya hidup, jauh dari sanak saudara, jauh dari teman dan kerabat, jauh dari kemegahan dan jabatan, jauh dari kedekatan dengan mushola dan masjid. Hakekatnya jiwa seorang santri akan selalu tertanam dalam pribadi siapapun walaupun hidup dalam serba ketercukupan. Hanya Allah yang akan memberikan seteguk air kenikmatan sepanjang hayatnya. Ramadhan bukanlah hal yang mudah dalam menggapainya, banyak suka dan duka yang harus dilengkapi. Ibadah jelas akan dihitung oleh Allah sekecil apapun dan akan dilipatgandakan sesuai janjiNya. Namun banyak hal yang membuat manusia lupa bahwa yang akan mengisi jiwa ke depan setelah ramadhan terlewati adalah isi dari amaliah kita saat sebulan adanya. Dengan warna sebulan penuh berpuasa dan bertafakur akan membuat jiwa dan raga menjadi ringan. Ringan dalam berbuat kebaikan, akan reflex memberikan kebaikan kepada orang lain, mudah berkata janji dan akan selalu berusaha menepati dan seterusnya.

Apalah semua hal tersebut bisa terlaksana?.. Jawabnya adalah kita kembalikan kepada jiwa dan hati manusia tersebut. Apakah watak kita akan kembali lagi setelah sebulan berpuasa, akankah kedzaliman kita akan musnah setelah sujud di masjid, akankah bahasa kita akan santun setelah 10 kali khatam dalam sebulan, akankah matahati kita bisa membaca setiap kesusahan orang lain dan akankah kita kembali pada jiwa yang sabar dan ikhlas. Semua akan terjawab setelah bergeraknya bulan memasuki bulan Syawal.
Hakekat puasa dan ibadah bulan ramadhan adalah membentuk insan yang beriman supaya menjadi bertaqwa. Iman memang susah dijabarkan, penjahat sekalipun atau bahkan orang kafir sekalipun akan menemukan sebuah keimanan dimanapun dan kapanpun selama pikiran dan akal mereka meraba sebuah kebenaran Illahi. Setelah merambah sebuah keimanan, taraf selanjutnya adalah menaiki sebuah ketaqwaan. Ketaqwaan hakekatnya adalah mencoba memusatkan hati dah jiwa untuk selalu taat dan patuh menjalani kehidupan. Jatah hidup manusia di dunia setelah Adam turun ke bumi, itulah nasib manusia selanjutnya. Setelah kini menjadi umat Muhammad harus sabar menjalani ketentuan hidup di dunia. Jiwa yang rapuh saat berpuasa akan kembali kuat setelah tersiram air saat berbuka menghilangkan semua keluh kesah selama seharian. Dan berlanjut selama sebulan. Nuansa ini menjadikan tertatanya kembali hati menjadi manusia baru.
Namun banyak yang lupa setelah sautan imsyak terdengar hati yang tertata saat siang dan dikuatkan dengan ibadah pada malam harinya, akan kembali luntur saat perut kembali kosong saat siangnya. Berbagai kesibukan dilalui bersama kosongnya perut membawa darah berbaur dengan keringat, maka jadilah warna yang berbaur antara iman dan amal sholeh. Lahirlah berbeda kekuatan akal fikir dan berbeda kemampuan kekuatan puasa masing-masing orang. Singkat cerita masuklah bulan kemenangan yaitu Syawal. Jadilah mereka pribadi yang berbeda-beda. Ada yang putih dan ada yang abu-abu dan sebagainya. Akhirnya harusnya menggapai ketaqwaan malah krisis keimanan karena tidak bisa dapat THR, tidak bisa membeli baju baru, tidak bisa memberikan kepuasan kepada orang lain. Bahkan ibadah yang kita lakukan sebulan tidak pernah membekas sanubari yaitu tetap menjadi pribadi yang kurang jujur, selalu menghardik sesama, tidak pernah akur dengan tetangganya dan kembali kepada wataknya semula. Bahkan semakin tinggi ilmu yang diperoleh selama sebulan membuat jiwanya naik menjadi orang berilmu yang merasa tinggi derajatnya dibanding orang lain dan menengadahkan kepalanya ke atas bila bertemu orang lain. Inilah yang menyatakan mengapa krisis keimanan justru terbuka lebar setelah menghadapi ramadhan.
Bagaimana solusi itu semua? Solusinya adalah tetap bersabar, bersabar dalam menerima nikmat Allah dan bersabar saat semakin diberi kenikmatan oleh Allah SWT yaitu dengan jalan menunduk, ibarat padi semakin menguning harusnya semakin menunduk. Semoga rahmat, berkah dan ampunan sudah diperoleh dan akan terus tertanam dalam sanubari setelah ramadhan usai. Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtaniy wa ana 'abduka wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatho'tu. A'udzu bika min syarri maa shona'tu, abu-u laka bi ni'matika 'alayya wa abu-u bi dzanbi. Faghfirlii fa innahu laa yaghfirudz dzunuba illa anta.
Wallahu’alam Bishowwab.
Penulis
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top