Thursday, August 16, 2012

Merdeka dalam hati

Jikalau dulu jaman nenek moyang kita tidak mengalami penjajahan tentunya tidak ada istilah HUT Kemerdekaan. Rasa nasionalisme mungkin tidak seheboh jaman ini, era milenium yang memungkinkan banyak perubahan dalam segala aspek kehidupan. Dari jaman telepon koin, telepon warung, telepon rumah hingga kini di saku baju dan celana penuh dengan telepon genggam alias HP. Kemerdekaan bukanlah makan enak tidur nyaman tanpa dentuman meriam dan tembakan atau bukannya ledakan mercon bersautan, kemerdekaan bukanlah mengajak merasakan nasionalisme, kemerdekaan bukannya ikut merasakan bagaimana situasi saat perang dahulu atau kemerdekaan bukanlah sebuah kekejaman revolusi dalam memperjuangkan kebebasan. Kemerdekaan adalah bentuk ritme atau suasana menuju sebuah kedamaian, damai dalam bersosialisasi dengan rekan, teman, sahabat, saudara, tetangga dan damai dalam bermasyarakat dan bernegara. Damai dalam mencari nafkah, damai dalam mencari ilmu dan damai dalam membina keluarga. Bagaimana kondisi sesungguhnya dalam masyarakat?

Semua jawaban ada pada ekosistem sebuah komunitas dari lingkup keluarga, tetangga, masyarakat dan bangsa ini. Jikalau slogan hanya berbau tidak sedap dan menyengat bukanlah sebuah makna yang lugas dari sebuah kemerdekaan. Manakala kita menengok sekeliling kita banyak dijumpai berbagai kehidupan yang jauh dari makna kemerdekaan. Bahkan semua di ukur dengan nilai komersil, image serta gengsi. Hidup dalam bertetangga dalam bangsa ini banyak yang umum dimana semua bersosialisasi dengan maksud yang berbeda. Ingin mempunyai nama besar, dihargai oleh sekelilingnya dan selalu terdepan dalan segala hal. Banyak dijumpai kultur yang kurang homogen antara keseimbangan budaya dan kebiasaan. Banyak lingkungan yang ambisius dalam bersosialisasi, ambisi pribadi, ambisi lingkungan dan ambisi kehidupan.Warna sudah berbaur tidak beraturan, hijau, merah, kuning, hitam dan sebagainya. Apa arti sebuah kemerdekaan?

Banyak hal yang dapat diperoleh oleh karena penjajah. Penjajah menanamkan sebuah sistem yang membuat masyarakat jauh dari pemikiran yang logis, jauh dari pemikiran yang membangun dan jauh dari pemikiran yang terbentuk oleh adanya komunikasi dan musyawarah. Penjajah juga menanamkan banyak hal yang merusak pandangan, pemikiran, gaya hidup, norma dan berbagai jiwa yang sulit dirubah. Pola fikir masyarakat yang keras susah menerima pendapat orang lain dan enggan diajak kompromi. Dan masih banyak lagi yang tertinggal dari dampak penjajahan dulu.
Namun yang perlu direnungkan bahwa dengan adanya penjajah wajah bangsa ini jauh lebih berubah. Bangsa ini mengenal sistem dan hukum dan sistematis. Bangsa ini mengalami perubahan teknologi dan bangsa ini maju pesat karena telah mengenal penjajah dengan berbagai hal sebagai peninggalan jaman penjajahan dulu. Mungkin pula orangtua kita juga produk-produk dari penjajahan dulu yang melahirkan anak cucu yang berkembang pesat sisa penjajahan. 
Berbicara kembali tentang makna kemerdekaan hendaknya pada diri kita masyarakat dan bangsa Indonesia harus selalu bersyukur dan mengencangkan ikat pinggan dan merapatkan barisan untuk selalu 'saiyeg saeko kapti' bahu membahu menjadi masyarkat yang majemuk sehingga mampu menjadi Bhinneka Tunggal Ika tanpa perpecahan yang berarti. Bukan sebuah dehidrasi dari semangat kebangsaan yang selalu mengedepankan hal-hal yang tidak rasional dan saling menjatuhkan. Bila orangtua kita mati tertembak Belanda atau Jepang dulu tentunya kita tidak akan mungkin hadir hingga sekarang menikmati pesatnya pembangunan. Merdeka dalam hati, merdeka dalam bibir dan merdeka dalam sikap dan pandangan, merdeka dalam komunitas yang majemuk, merdeka membina masyarakat yang damai, merdeka memberikan pelayanan tanpa embel-embel apapun. Siapa merasa senang tentunya tanpa sebuah paksaan dan kamuflase tindakan. Merdeka dalam arti sederhana terus membangun dengan baik.
Kemerdekaan akan terus ada dalam hati dan semua orang manakala semua hal disesuaikan dalam koridor yang baik. Menjadi yang sama antara pola fikir, hati dan tindakan. Bukanlah merdeka dalam mencari kesalahan orang lain dan merdeka memberikan solusi yang salah. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Siapapun berhak menyatakan kata "Merdeka" baik dalam hati maupun tercetus lewat ucapan yang lantang. Marilah mewujudkan masyarakat yang damai. Jauh dari sifat-sifat yang kurang baik, masyarakat yang kaya akan silaturahim bukannya masyarakat yang mudah diprovokasi dan masyarakat yang miskin kebaikan. Kapankah 'baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur' bisa terwujud, jawabnya kapan-kapan.
Wallahu'alam Bishowwab.
Merdekaa!!!
Penulis
Chie Zhoen

No comments:

Post a Comment

 
back to top