Wednesday, May 18, 2011

AIR PARWITASARI

Gambaran hidup yang memperjelas keberadaan antara dunia dan seisinya. Sebuah wawasan pemikiran manusia yang akan menemukan keajaiban dan keagungan Tuhan. Sebuah ilustrasi yang sangat menarik yang digambarkan oleh para pemikir untuk melukiskan hubungan antara Tuhan dan hambaNya. Hubungan sebab akibat yang menunjukkan bahwa keberadaan manusia dalam keterbatasannya adalah hanya untuk mengabdi dan tunduk atas keagunganNya. Manakala setiap insan memberikan pepsepsi akan hidup pasti akan terbentur dengan adanya kosakata yang berlawanan yaitu keselamatan. Puncaknya hidup setiap manusia di dunia dan di akherat adalah mencari sebuah keselamatan sejati. Keselamatan sejati sering di cari oleh setiap orang yang berfikir tentang hidup dan pembelajaran hidup. Akhirnya setiap manusia mencari keberadaan dalam dunia pada sebuah wewenang Tuhan yang seharusnya tidak dilakukan. Kenapa demikian? Karena lelaku patigeni atau mematikan hawa nafsu akan berakhir pada sebuah kekuatan fisik seorang manusia, namun melupakan sebuah tanggungjawab kefanaan manusia hidup di dunia.

Sering manusia memberikan penilaian dan mencari jatidiri lepas dari kendali fitroh, yaitu kendali hukum akal dan hukum Allah SWT. Mereka mencari keberadaan dirinya dengan penciptanya sebatas kemampuan indera ke-6 tanpa memberikan landasan aqidah yang mapan. Sehingga banyak di antara sekian banyak manusia akan merugi apabila mereka telah menemukan sejatinya "Manunggaling Kawulo Gusti". Mereka bertemu dengan "kakang kawah adi ari-ari", namun mereka lepas dari Allah SWT. Sebuah nilai keselamatan yang telah di tukar dengan bisikan supranatural. Hanya Allah yang akan berkuasa memberikan ampunan di akherat ataukah neraka sebagai ganjal panasnya api neraka atas JASADnya kelak, karena telah mempersekutukanNya. Sebuah agama yang sebenar-benarnya adalah agama yang akan memberikan persepsi bahwa ada sebuah hal yang bisa difikirkan oleh akal fikiran kita dan ada sesuatu hal yang tidak bisa dicerna oleh akal fikiran manusia.

Jarak antara surga dan neraka amatlah dekat ada pada diri setiap manusia yang ingin bertemu dengan Tuhannya. Setiap melangkahkan kaki, manusia akan membawa seluruh tubuhnya untuk terarah sesuai kaki melangkah. Akankah kaki kita dipijakkan untuk melangkah menuju sebuah jalan kebaikan atau sebuah jalan indah yang berisi kenikmatan. Apakah setiap kaki yang sudah menjadi baik, akan melangkah menuju jalan yang kurang baik? Setiap dari mereka pasti akan mampu menilai dirinya sendiri. Sudah pantaskah kita menghadap Allah dalam kematian, ataukah masih banyak kenikmatan yang belum dirasakan di dunia ini?. Semua akan menjawab dalam argumen yang berbeda. Inilah awal dari "cipta hening", kesatuan antara jiwa, raga dan karsa yang selalu berkecamuk dalam diri manusia.

Banyak dari kita mencari filosofi hidup di peroleh dari para pemikir yang menamakan dirinya seorang filsuf. Sehingga mereka akan lupa bagaimana tolak ukur itu apakah bisa menjadi kesamaan persepsi pada diri kita dan bahkan menjadikan diri kita memperoleh ego untuk mencari jalan yang lebih dalam. Boleh saja, tergantung siapa tokoh tersebut dalam sepak terjangnya. Namun yang sebaiknya merupakan sebuah rutinitas ibadah kita secara istiqomah adalah sebuah jawaban dari itu semua. Apakah penting manakala kita harus memiliki indera keenam untuk menemukan jatidiri kita yang sebenarnya? Mungkin?. Apakah bernilai mencari sebuah kedekatan dengan Allah melalui ritual dan pendekatan Ruh dengan para Auliya?. Insyaallah bila niatnya lurus. Di sinilah warna dari ibadah kita akan bernilai baik dan ditulis sebagai ibadah yang murni dan pasti akan diterima oleh Allah SWT. Wajah yang dihadapkan dengan sujud kita di ikuti dengan hati kita yang berucap "Laa illaaha illallah muhammad rasulullah". Sebuah nilai yang hakiki yang akan menyelamatkan kita semua dalam hidup di dunia dan di akherat.

Sunan Kalijaga memberikan wejangan tentang hakekat hidup lewat sebuah kisah Bima alias Bratasena, Bayuseta, Werkudara mencari jatidiri adalah sebuah amanah bagi umat Islam untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari di sela-sela meneruskan hidup di dunia. Dengan gambaran sebuah Air Parwitasari yaitu beningnya sebuah hati atau Qolb. Bagaimana kita akan membiasakan diri kita untuk selalu ingat kepada Allah SWT, apabila hati kita tidak selalu di poles menjadi warna-warni hati kita menjadi tetapi tetap pada sebuah kesempurnaan yang hakiki. Lewat tujuh pintu hati setiap manusia akan merasakan energi pendekatan dengan Allah SWT. Namun dalam olah bathiniah ini hendaklah selalu mengucapkan kalimah yang selalu bersarang dalam sanubari bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Supaya hati, jiwa dan raga kita tidak salah melangkah dalam mengartikan maksud tujuan utama. Karena apabila benturan ini di anggap sepele, kita akan memasuki warna manusia 'abang ketemune dubang'. Istilahnya hidup kita akan merah jika lupa akan sejatineng urip bahwa kita harus menyembah Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam. Jika tidak kita akan menjadi manusia yang sangat merugi dunia dan akherat karena terlena dengan keyakinan yang salah.

Wacana ini sudah penulis lakukan dalam pencarian diri dan lewat interview dengan banyak saksi hidup. Dalam dialog antara mereka penulis menyimpulkan bahwa setiap dari mereka yang telah melewati sebuah pendekatan diri. Akhir dari pencarian mereka menemukan kesadaran baru bahwa hidup mutlak hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Jangan habiskan hidupmu untuk sebuah pencarian yang akan membinasakan dirimu sendiri dalam wajahmu dan egomu. Bahwa setiap yang hidup akan mati dan akan menghadap Allah SWT. Kembalilah pada agama Allah lepaskan keyakinan yang salah. Karena banyak masyarakat di sekitar kita yang sangat lemah di simpang siurkan dengan keyakinan kultur/budaya sehingga yang muncul adalah arogan dan lepas dari syahadat. Seberapa punya keberaniankah dari setiap manusia akan menghadap Allah? Seberapa kuat mereka menerima kehidupan dalam alam barzah (kubur) menunggu dibangkitkan. Adalah gambaran nyata bila setiap dari kita pernah menyaksikan heningnya alam kubur dalam kegelapan malam. Banyak yang merintih dan menangis tiada henti hingga bulu roma ini merinding di buatnya.

Astaghfirullahal adzim, tiada daya dan upaya kita selain dari pertolongan Allah. Setiap dari manusia yang memperoleh hidayahNya, pasti akan terpanggil mencari jatidiri hidup. Berangkatlah menemukan jatidiri kalian semua dengan sebuah awal yang benar, karena akan menemukan hatimu yang selalu beriman kepada Allah SWT dalam setiap kondisi dan di manapun kalian berada. Merataplah di dunia sebelum kalian meratap di akherat. Karena meratap di akherat hanya akan menghabiskan amal kita di dunia. Semoga kita menjadi hamba yang sholeh atas semua karuniaNya yang sangat indah.

Wallahu a'lam bish showab
Penulis :
Crowja Garichu

No comments:

Post a Comment

 
back to top